JAKARTA, GRESNEWS.COM - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)  bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendesak pembahasan RUU KUHAP di DPR untuk dihentikan. Sebab setidaknya ada 12 butir dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Sikap YLBHI, pembahasan RUU ini harus distop dan dilakukan pembahasan lagi," kata Staf Divisi Advokasi dan Kampanye YLBHI, Wahyu Nandang di Kantor Indonesia Corruption Wacth (ICW), Kamis (6/2).

Selain itu pembahasan revisi RUU KUHAP yang kini tengah dikebut pembahasannya oleh DPR saat ini dinilai kurang tepat karena kondisi negara sedang tidak normal khususnya dalam pemberantasan korupsi. Menurut Wahyu penerapan RUU KUHAP bisa diterapkan jika kondisi negara normal. Namun dengan kondisi negara ´darurat korupsi´ maka RUU belum relevan diterapkan.

Salah satu poin yang dinilai kontroversial dan bisa melemahkan pemberantasan korupsi adalah dihapuskannya ketentuan penyelidikan dan hanya mengatur ketentuan penyidikan seperti tertuang pada Pasal 1 RUU KUHAP. Menurut Wahyu, dengan peniadaan fungsi penyelidikan akan berdampak pada penegak hukum, termasuk KPK. Hilangnya penyelidik dari institusi penegak hukum akan membuat beberapa kewenangannya turut hilang.

Diantaranya perintah pencekalan, penyadapan, pemblokiran bank termasuk operasi tangkap tangan.  Karena penyelidikan hilang, maka penegak hukum seperti KPK tidak boleh lagi melakukan tindakan-tindakan tersebut. "KPK akan kesulitan menjerat pelaku korupsi, bahkan pelaku bisa menghilangkan barang bukti dan bebas dari jeratan hukum," kata Wahyu.

Lalu Pasal lain yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi oleh KPK adalah pasal 60 tentang masa penahanan yang lebih singkat. Masa penahanan ditingkat penyidikan hanya 5 hari dan dapat diperpanjang 30 hari. Bandingkan dengan masa penahanan dalam pasal 24 KUHAP yang selama ini berlaku 20 hari dan dapat diperpanjang paling lama 40 hari. "Ini dapat mengganggu proses penyidikan, apalagi kasus korupsi berpotensi adanya transaksi lain," papar Wahyu.

Senada dengan Wahyu, Akademisi Hukum UI Ganjar Laksmana bahwa beberapa pasal memang mengandung upaya pelemahan pemberantasan korupsi. Dan yang dibidik dalam ketentuan ini adalah KPK. Sebab, dengan hilangnya ketentuan tersebut, maka KPK tidak akan bertaring lagi.

Apalagi selama ini, KPK dalam menindak pelaku korupsi berdasarkan laporan dari masyarakat. Dengan langsung ke penyidikan, maka ada lompatan hukum. "Secara umum revisi ini baik, tapi beberapa poin melemahkan pemberantasan korupsi," kata Ganjar.

Ada 12 potensi pelemahan upaya pemberantasan korupsi oleh KPK dalam RUU KUHAP. Pertama, dihapuskannya ketentuan penyelidikan di Pasal 1. Kedua, KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur dalam KUHAP di Pasal 3 ayat 2. Ketiga, penghentian penuntutan suatu perkara di Pasal 44. Keempat, tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan di Pasal 58. Kelima, masa penahanan kepada tersangka lebih singkat di pasal 60. Keenam, hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik di pasal 67. Ketujuh, penyidikan harus izin dari hakim di pasal 83. Kedelapan, penyadapan harus dapat dibatalkan oleh hakim di pasal 84. Kesembilan, penyitaan harus isin hakim di pasal 75. Sepuluh, putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada MA di pasal 84. Sebelas, putusan MA tidak boleh berat dari putusan pengadilan tinggi pasal 250. Terakhir, ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur.1

BACA JUGA: