JAKARTA – Pembiaran operasi kelompok bersenjata yang terorganisasi berpotensi menimbulkan pola imitasi gerilya kota (urban guirella) yang jelas merusak stabilitas politik dan keamanan. Namun, langkah Polri dalam mengungkap penembakan Aipda Sukardi harus diapresiasi, karena sejauh ini Polri diyakini sudah berhasil mengumpulkan informasi spesifik.

"Bukan hanya bukti forensik dan balistik (manner of death), jenis peluru bahkan besar kemungkinan jenis senjata api yang digunakan, juga fakta hukum lebih jauh tentang kelompok pelaku penembakan," kata Mulyana W Kusumah, Direktur Seven Stategic Studies (7SS), di Jakarta, Jumat (13/9/2013).

Fakta adanya operasi kelompok terorganisasi (organized group) bersenjata di Jakarta, Mulyana mengatakan, mengharuskan Polri bertindak cepat, tegas dan terukur pada satu sisi untuk memenuhi kebutuhan internal proteksi atas anggota Polri. Di sisi lain, Polri juga harus menjaga rasa aman warga Jakarta dan kepercayaan publik (public trust) terhadap Polri.

Mulyana mengatakan, Polri sebagai penegak hukum harus lebih meneguhkan kepercayaan diri secara kelembagaan (institutional confidence) dengan tidak menunggu good will kelompok bersenjata pelaku penembakan Aipda Sukardi untuk menyerahkan diri tetapi harus bertindak dengan menggunakan kekuatan maksimal.

Mengingat keamanan Jakarta sebagai sentral kegiatan politik, pemerintahan dan ekonomi, adalah barometer keamanan dalam negeri, maka jelas operasi kelompok bersenjata terorganisasi yang menimbulkan situasi ketidakamanan Jakarta harus segera dihentikan. "Bila perlu dengan dukungan TNI," kata kriminolog Universitas Indonesia (UI) itu.

Sementara itu, berdasarkan catatan Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), setidaknya telah terjadi beberapa peristiwa akibat penyalahgunaan senjata api yang menelan korban anggota Polri, yaitu:

  1. Pada tanggal 4 Juli 2013, Briptu Ratijo ditembak orang misterius di Lampung Selatan;
  2. Pada tanggal 23 Juli 2013, Aipda Patah Saktiyono ditembak orang tidak dikenal di Ciputat Tangerang Banten;
  3. Pada tanggal 6 Agustus 2013, terjadi 3 penembakan misterius di Halte Trans Jakarta Tebet, Pancoran dan Halte Stasiun Cawang;
  4. Pada tanggal 7 Agustus 2013, Aiptu Dwiyatno, Anggota Bina Masyarakat Polsek Cilandak Jakarta Selatan yang ditembak di daerah Ciputat Tangerang Banten;
  5. Pada tanggal 9 Agustus 2013, Penembakan Halte TransJakarta di Cawang;
  6. Pada tanggal 13 Agusutus 2013, penembakan rumah milik anggota direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya AKP Andreas Tulam;
  7. Pada tanggal 16 Agustus 2013, penembakan terhadap Aipda Kus Hendratma dan Bripka Ahmad Maulana di Pondok Aren.

Ketua Badan Pengurus YLBHI Alvon Kurnia Palma mengatakan dari catatan peristiwa di atas, hampir semuanya belum terungkap secara jelas siapa pelaku dan otak pelaku sebenarnya dan aksi terror dengan menggunakan senjata api terus menghantui masyarakat.

"Dapat disimpulkan bahwa Polri telah gagal dalam memberikan perlindungan, pengayoman, menjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat," ujarnya.

(*/dtc/GN-01)

BACA JUGA: