JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan melanjutkan sidang dugaan korupsi proyek bioremediasi di tubuh PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan terdakwa Harland Bin Ombo, Direktur PT.Sumigita Jaya (PT.SGJ) dan Direktur PT. Green Planet Indonesia (PT. GPI), Riksy Prematury, Rabu (23/1. Agenda sidang adalah mendengar keterangan saksi yang disodorkan Jaksa Penuntut Umum.

Dalam persidangan sebelumnya dari kesaksian I Ketut Suwardi terungkap penetapan pemenang ditentukan oleh Procurement Comitee PT. CPI berdasarkan surat yang ditandatangani Heru Sugeng Sutiyono, GM PT. CPI. Namun aturan main dalam Lelang tender tersebut ditetapkan oleh BP Migas. I Ketut bersaksi untuk kedua terdakwa baik untuk Riksy (Kamis, 17/1) dan Harland (Jumat, 18/1)

Ketut juga menyatakan berdasar bagian administrasi perusahaan Harland terbukti mampu dan layak melaksanakan kegiatan bioremediasi. Sementara itu, untuk PT. GPI, ia tidak mengetahui secara pasti apakah PT. Green Planet Indonesia (PT.GPI) mempunyai kompetensi untuk menangani proyek bioremediasi ini. "Itu sudah ditangani pada bagian administrasi" ujarnya saat diperiksa untuk tersangka Risky Prematury, Direktur PT. GPI

Ketut merupakan anggota tim panitia evaluasi procurement PT. Chevron, yang menyatakan alasan dirinya tidak mengetahui pasti apakah PT. GPI kompeten atau tidak dikarenakan panitia lelang yang dibentuk tahun (27/4/2007) tidak boleh bertemu langsung dengan dealer.

Terdakwa Harland bin Ombo, Direktur PT. Sumigita Jaya bersama Riksy Prematury, Direktur PT. GPI, diduga melakukan korupsi dengan pegawai PT. Chevron (Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, ,Widodo dan Bachtiar Abdul Fatah) menganggarkan kegiatan yang terkait dengan lingkungan dari tahun 2003 sampai 2011 dengan biaya US$270 juta. Proyek bioremediasi dilakukan PT. Chevron itu dinilai fiktif oleh Kejaksaan Agung. Proyek bioremediasi itu dikerjakan PT. Green Planet Indonesia bekerja sama dengan PT. Sumigita Jaya. Tetapi, saat diselidiki, kedua perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang soal pengolahan limbah. Akibat hal ini, kerugian awal negara ditaksir mencapai US$23,361 juta atau setara lebih dari Rp200 miliar. PT. Chevron diduga sengaja menyewa tenaga yang tidak berkompeten dalam bidang bioremediasi dengan menggelembungkan anggaran.

BACA JUGA: