JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum mendakwa pegawai pajak Tommy Hindratno telah menerima suap senilai Rp280 juta dari staf pembukuan PT Agis Electronic, James Gunarjo. Pemberian uang itu untuk kepengurusan restitusi pajak atau kelebihan pajak PT Bhakti Investama.

"Selaku pegawai negeri atau penyelenggaraa negara pada Ditjen Pajak yang menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi pengawasan dan kosultasi pada KPP Pratama Sidoarjo Selatan menerima hadiah uang sejumlah Rp280 juta dari Antonius Tonbeng selaku Komisris Independen PT BI melalui James Gunarjo," ucap Jaksa Medi Iskandar Zulkarnain di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (29/10).

Jaksa menilai Tommy diduga menerima suap Rp280 juta terkait kepengurusan restitusi pajak PT Bhakti Investama senilai Rp3,4 miliar. Terdakwa Tommy dianggap terbukti bersama-sama komisaris PT Bhakt Investama, Antonius Z Tonbeng dan James Gunardjo. "Uang diberikan karena terdakwa telah berikan data atau info hasil pemeriksann Ditjen Pajak terkait lebih bayar pajak PT Bhakti Investama sehingga ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan dibayar ke PT Bhakti Investama," jelas jaksa.

Dalam surat dakwaan diketahui bahwa proses lebih pajak itu pada akhir Januari 2011, James dan Antonius bertemu dengan Tommy di tempat makan di kantor MNC Tower. "Antonius minta terdakwa (Tommy) membantu surat klaim lebih pajak PT Bhakti Investama. Saat itu James diberi tahu pemeriksa pajak ada tiga orang salah satunya Agus Totong. Saat itu Antonius katakan �kalau berhasil ada lah dan dijawab terdakwa lihat saja nanti.�

Dalam dakwaan dikatakan terdakwa James ternyata telah kenal sebelumnya dengan Tommy yang bekerja pada DitjenPajak. Atas permintaan tersebut, Tommy menindaklanjuti dengan bertemu dengan Agus Totong pada Februari 2012. Dengan tujuan, memastikan Agus Totong adalah ketua tim pemeriksa klaim lebih pajak PT Bhakti Investama.

Pada Maret 2012 terdakwa dan Antonius bertemu Tommy untuk membicarakan lebih rinci. Saat itu, Antonius minta Tommy untuk menyampaikan ke tim pemeriksa bunga biaya obligasi, makan minum agar tidak banyak dikoreksi dan dibebankan sebagai biaya pengeluaran. Atas permintaan tersebut, ternyata terdakwa secara rutin berkomunikasi dengan Tommy melalui telepon. Dengan tujuan memastikan keluarnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Dan juga memastikan uang lebih pajak segera cair.

Berdasarkan atensi dari Tommy terhadap pemeriksaan lebih pajak Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, pada 20 April 2012 tim pemeriksa membuat hasil pemeriksaan. Di mana menghasilkan nota hitung dan disarankan keluar SKPLB. Sehingga, SKPLB berhak mendapatkan uang atas pembayaran lebih pajak.

"Tommy mengatakan pada terdakwa bahwa SKPLB sudah keluar. Padahal, Tommy wajib menjaga informasi tersebut tidak jatuh kepada pihak-pihak yang tidak berhak. Tommy juga menagih janji terdakwa untuk memberikan imbalan," ucapnya.

Kemudian pada 11 Mei 2012, SKPLB keluar dengan perhitungan SPT PPh Badan tahun 2010 sebesar Rp517 juta dan SPT PPn tahun 2003-2010 sebesar Rp2,9 miliar. Sehingga, jumlah keseluruhan yang akan diterima PT BI sebesar Rp3,420 miliar.

Namun, janji memberikan uang Rp340 juta kepada Tommy baru dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 2012. Sebab, PT Bhakti Investama baru menerima dana kelebihan pajak sebesar Rp3,4 miliar pada tanggal 5 Juni 2012. Tetapi, akhirnya uang yang diserahkan kepada Tommy hanya sebesar Rp280 juta karena diambil oleh terdakwa sebesar Rp60 juta. Hingga, tertangkap KPK pada tanggal 6 Juni 2012 di rumah makan padang di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

"Dari rangkaian perbuatan terdakwa telah terima uang dari James dan Antonius sebagai imbalan atau fee telah berikan data atau info terkait klaim lebih bayar PT BI," ujar Jaksa.

Atas perbuatan tersebut, perbuatan Tommy sebagai� terdakwa diancam dalam Pasal 12 huruf b UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dan Pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

BACA JUGA: