JAKARTA - Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menilai, maraknya korupsi tidak efektifnya penegak hukum dalam memberikan efek jera kepada para koruptor, karena itu harus ada terobosan hukum.

"UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memberikan dua terobosan hukum yang bisa digunakan Penegak Hukum untuk memberantas dan memberikan efek jera kepada Koruptor. Yaitu penuntutan kumulatif dan pembuktian terbalik atas harta kekayaan terdakwa," kata Agus saat berbincang dengan Gresnews.com, di Jakarta, Sabtu (29/9).

Dia menjelaskan, UU TPPU memberikan landasan hukum bagi Penyidik untuk menggabungkan penyidikan Tindak Pidana Asal (dalam hal ini Tipikor) dengan penyidikan TPPU, untuk kemudian dilanjutkan dengan penuntutan/dakwaan kumulatif. Selain itu, di dalam proses persidangan, Hakim juga diberi kewenangan oleh UU TPPU untuk mewajibkan terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil dari tindak pidana.

"Untuk membantu implementasi pasal 77 dan 78 UU TPPU ini, Penyidik perlu melakukan pemberkasan harta kekayaan yang dimiliki oleh Tersangka Koruptor," jelasnya.

Dia yakin, dengan menerapkan dua terobosan hukum dalam UU TPPU itu, efek hukuman kepada koruptor akan terlihat. Sebab bukan hanya koruptor yang dijerat hukum, tetapi juga setiap pihak yang terlibat dalam proses pencucian uang yang mungkin saja melibatkan keluarganya, seperti isteri, suami, anak, atau orang-orang dekat lainnya yang dipersangkakan sebagai pelaku aktif, pelaku pasif, maupun fasilitator. Sebab itu, ia juga yakin pasal 2 UU TPPU, lebih efektif digunakan untuk memberantas korupsi.

"Para koruptor juga bisa dimiskinkan, karena tidak bisa membuktikan bahwa asal muasal hartanya berasal dari kegiatan yang sah. Selain itu, harta yang diperoleh secara illegal itu (hasil korupsi) dirampas untuk negara," tuntasnya.

BACA JUGA: