JAKARTA - Ada kabar baik bagi mereka yang memiliki perhatian terhadap pemberantasan korupsi.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bukan berasal dari Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Badan Narkotika Nasional (BNN) kini bisa melakukan penyidikan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Humas Ahli Madya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah Pranata menjelaskan permohonan uji materiil yang diajukan oleh PPNS Kementerian Kelautan dan Perikanan (PPNS KKP) dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPNS KLHK) terhadap penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (UU TPPU) dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi RI (MK).

"Atas penjelasan Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (UU TPPU) yang menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Natsir dalam keterangan Gresnews.com, Jumat(2/7/2021).

Menurut Natsir, pemohon dalam perkara Nomor 15/PUU-XIX/2021 merupakan PPNS Kementerian Kelautan dan Perikanan (PPNS KKP) dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPNS KLHK) yang mengalami kerugian konstitusional dikarenakan keterbatasan kewenangan penyidikan perkara TPPU yang dimiliki oleh PPNS KKP dan PPNS KLHK.

"Para Pemohon mengatakan ada pertentangan substansi antara ketentuan Pasal 74 dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," jelasnya.

Dalam putusannya, kata Natsir, MK menyatakan bahwa dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang, penyidikan merupakan salah satu tahapan penting dalam mengungkap perkara tindak pidana pencucian uang. Karena tahapan penyidikan merupakan tindakan yang secara substansial dimaksudkan untuk mencari serta mengumpulkan bukti.

"Supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang dan jelas, serta agar dapat menemukan dan menentukan siapa pelakunya," kata dia.

Lebih lanjut, Natsir, MK RI berpendapat bahwa frasa “penyidik pidana asal” dalam Pasal 74 UU TPPU memberikan pengertian penyidik tindak pidana asal dalam arti yang luas, yaitu termasuk PPNS.

MK menyatakan dalam putusannya, bahwa telah secara jelas dan tegas (expressis verbis), tidak ada pengecualian siapapun pejabat yang melakukan penyidikan tindak pidana karena perintah undang-undang yang kemudian melahirkan TPPU adalah penyidik tindak pidana asal.

"MK kembali menegaskan bahwa tidak ada alasan hukum apapun yang dapat dibenarkan apabila kemudian penegasan norma Pasal 74 UU TPPU tersebut dapat dimaknai secara terbatas sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 74 UU TPPU," tuturnya.

Selanjutnya, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa putusan judicial review tersebut memiliki konsekuensi atas penjelasan Pasal 74 UU TPPU harus dimaknai dengan “Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana asal’ adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan".

"PPATK, KKP, dan KLHK mengapresiasi putusan MK yang sangat progresif tersebut dan meyakini akan mengoptimalkan upaya penelusuran aset dan penyelamatan aset (asset recovery)" kata Dian.

Menurut Kepala PPATK, keberhasilan PPNS KKP dan PPNS KLHK dalam upaya judicial review perkara a quo tidak lepas dari sinergi dan kerja sama yang baik dan efektif antara PPATK, KKP, dan KLHK.

Hal itu dalam rangka optimalisasi penyelamatan aset (asset recovery) hasil tindak pidana yang berasal dari tindak pidana di bidang kehutanan, lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, serta tindak pidana asal dengan motif ekonomi lainnya.

"Dengan telah bertambahnya penyidik TPPU, yang semula hanya terdiri dari 6 penyidik, dipastikan kerja PPATK akan semakin bertambah kompleks, sehingga diperlukan upaya responsif melalui peningkatan kapasitas dan kemampuan PPNS dalam mengidentifikasi TPPU, penguatan organisasi PPATK, serta sinergi antar instansi penegak hukum dalam penanganan TPPU," tukasnya.

Latar Belakang

Putusan MK itu diucapkan dalam sidang pada Selasa (29/6). Putusan tersebut diketok secara bulat oleh 9 hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman, Aswanto, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Manahan M.P. Sitompul, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, dan Saldi Isra.

Menurut MK, secara substansial ataupun prosedural, tidak terdapat relevansi untuk dilakukan pemisahan kewenangan penyidikan oleh penyidik tindak pidana asal dengan penyidik tindak pidana yang dilahirkan atau yang mengikutinya.
Selain itu, Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 6 ayat (1) KUHAP adalah tidak dapat dikecualikan dan termasuk bagian dari penyidik yang melekat kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.

"(PPNS) Tidak dapat dikecualikan dan harus diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang sepanjang tindak pidana asalnya termasuk dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010," ujar majelis.

Permohonan itu diketok atas permohonan penyidik KLHK dan KKP. Mereka adalah:

  1. Penyidik KLHK, Cepi Arifiana. Cepi menangani kasus pembalakan liar pada 2018. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU;
  2. Penyidik KLHK, Dedy Hardinianto. Dedy menangani kasus pertambangan di dalam kawasan hutan oleh PT LM pada 2018. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU;
  3. Penyidik KKP, Garibaldi Marandita. Garibaldi menyidik kasus kegiatan alih muatan (transhipment) tanpa izin kapal ikan berbendera Thailand. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU;
  4. Penyidik KKP, Mubarak. Ia menyidik kasus penyelundupan lobster ke Singapura pada 2015. Tapi saat menyidik tersangka dengan pasal pencucian uang, terhambat UU TPPU.

Sebab, dalam UU TPPU saat ini, penyidik yang mengusut TPPU hanya polisi, jaksa, KPK, BNN, penyidik PNS pada Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Padahal, di luar penyidik di atas, masih ada Penyidik PNS lain yang juga mengusut kasus pidana, di antaranya:

  1. Penyidik PNS pada Kementerian Ketenagakerjaan;
  2. Penyidik PNS pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
  3. Penyidik PNS pada Kementerian Perikanan dan Kelautan;
  4. Penyidik PNS pada Otoritas Jasa Keuangan;
  5. Penyidik PNS di bidang perdagangan;
  6. Penyidik PNS di bidang pangan;
  7. Penyidik PNS di keimigrasian.

(G-2)

BACA JUGA: