Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) didesak melakukan penyelidikan pro justisia atas peristiwa di Ogan Ilir, pada 27 Juli 2012. Satu bocah 12 tahun, Angga, tewas dalam peristiwa itu, ditembak dari jarak 30-60 meter.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan, menurut UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelidikan pro justisia bisa dilakukan terhadap sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Ciri utama dari kejahatan ini adalah serangan yang ditujukan ke populasi sipil secara sistematis atau meluas. Berdasarkan hasil pemantauan kami, terdapat sejumlah hal yang patut dipertimbangkan oleh Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan pro justisia," kata Haris dalam rilis yang diterima redaksi gresnews.com, Minggu (5/8). Beberapa waktu lalu, tim Komnas HAM telah mengunjungi lokasi bentrok selama lima hari.

Haris menambahkan, penembakan terhadap Angga patut diduga dilakukan dari jarak dekat. Hal ini tercirikan dari model luka akibat tembakan yaitu menembus kepala. Polisi berkata, Angga tewas karena senjata tajam.

"Dalam banyak pengalaman forensik, penembakan terhadap Angga layak diduga dilakukan dari jarak 30-60 meter dengan menggunakan peluru tajam. Hal ini sesuai dengan temuan masyarakat dan Komnas HAM yang sudah melakukan pemeriksaan lapangan, dimana terdapat selongsong peluru tajam," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan temuan dan fakta-fakta sebagaimana digambarkan di atas sekaligus membantah pernyataan pihak Polri melalui Kepala Biro Penerangan Umum, Boy Amar Rafli, yang mengatakan bahwa jarak Angga dan lokasi itu sejauh 200 meter. Setelah diperiksa, luka di kepala yang membuat Angga meninggal bukan seperti terkena peluru. Luka bocah 12 tahun itu seperti terkena senjata tajam.

"Upaya yang dilakukan pihak Polri dengan memeriksa secara internal anggota-anggota yang terlibat tidaklah tepat. Pertama, pihak kepolisian tidak akan menerapkan delik "kejahatan terhadap Kemanusiaan" sebagaimana yang diatur dalam UU 26 Nomor 2000 tentang Pengadilan HAM. Kedua, dalam banyak kasus serupa, penghukuman yang paling tinggi hanya berupa pengurungan selama 21 hari," tutur Haris.

Pada 29 Juli 2012, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan, Polri seharusnya dapat melakukan upaya persuasif dan dialogis dalam menghentikan segala bentuk tindakan represif aparat terhadap warga.

Komnas HAM meminta Kapolri menarik pasukan Brimob dari lokasi bentrok dan dapat melihat kasus ini dengan bijak. "Polisi harusnya lebih bijak dalam menangani masalah ini, tidak hanya melihat hukum secara normatif, namun juga dilihat manfaat dan keadilan hukumnya," tambah Ifdhal.

Sementara itu, Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri memeriksa 120 polisi yang diduga terlibat dalam bentrokan di perkebunan tebu Cinta Manis PTPN VII itu.

BACA JUGA: