TOMMY Hindratno, tersangka tertangkap tangan kasus suap restitusi pajak PT Bhakti Investama melaporkan dugaan suap sebagai gratifikasi sesuai ketentuan Pasal 12B Ayat (1) dan Pasal 12C Ayat (1) UU Tipikor. Pasal 12C Ayat (1) menyebutkan, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkait kedua pasal tersebut, Tito Hananta Kusuma, kuasa hukum Tommy Hindratno menampik penilaian alasan laporkan gratifikasi untuk mendapatkan penghapusan tuntutan pidana yang diatur Pasal 12B dan Pasal 12C UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Tipikor Nomor 20/2001.

"Laporan gratifikasi adalah kewajiban Tommy karena masih berstatus PNS. Pembuktiannya nanti tetap di sidang pengadilan," kata Tito di Jakarta, Senin (2/7).

Menurut Tito, sesuai UU KPK, lembaga itu memiliki waktu 30 hari kedepan untuk menjawab apakah laporan Tommy diterima atau tidak.

"Pak Tommy sudah mengisi formulir resmi gratifikasi sejak 27 Juni kemarin. Sekarang posisinya KPK wajib berikan jawaban kepada klien saya apakah laporan gratifikasi diterima atau tidak," ungkap Tito.

Dijelaskan Tito, waktu yang dimiliki KPK sesuai Undang-undang KPK untuk menjawab laporan Tommy adalah 30 hari sejak 27 Juni 2012. Dalam jawaban KPK itu nantinya juga akan diputuskan apakah uang gratifikasi senilai Rp280 juta dinyatakan milik negara atau milik Tommy Hindratno.

Dalam formulir laporan gratifikasi yang diisi Tommy dijelaskan rincian uang Rp280 juta itu adalah Rp100 juta merupakan pelunasan hutang dari James Gunarjo (tersangka) dan Rp180 juta merupakan pemberian.

Seperti diketahui mantan Kasi Pengawasan dan Konsultasi Pajak KPP Sidoarjo Selatan, Tommy Hindratno ditangkap tim KPK usai menerima uang yang diduga sebagai suap dari pengusaha James Gunarjo di sebuah rumah makan di Tebet, Jakarta Selatan 6 Juni 2012 lalu.

Dari operasi tangkap tangan (OTT) itu, tim KPK menyita uang tunai Rp280 juta yang diduga sebagai suap untuk memuluskan proses restitusi pajak milik wajib pajak PT Bhakti Investama senilai Rp3,4 miliar. Bahkan KPK sudah memeriksa Direktur Utama PT BI, Hary Tanoe Soedibjo pekan kemarin dan dia membantah terlibat kasus restitusi pajak itu

Kutipan pasal
Pasal 12B dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 secara lengkap kedua pasal tersebut dikutip sebagai berikut:

Pasal 12B Ayat (1), Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pembuktian gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Ayat (2), Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan Pasal 12C Ayat (1) menyebutkan, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Ayat (2) menyatakan, Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Pasal 12C Ayat (3) menyebutkan, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.

BACA JUGA: