KASUS Negotiable Certificate of Deposit (NCD) Unibank senilai US$2 juta dapat dibuka kembali oleh Polri melalui upaya praperadilan oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) untuk menentukan tepat atau tidaknya langkah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan pihak Terlapor adalah Hary Tanoesoedibjo, bos PT Bhakti Investama pada 2009.

"NCD bodong Bhakti Investama bisa dibuka lagi ke Polri melalui langkah hukum. Pertama, melalui praperadilan atau mengajukan bukti baru perkara," kata pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda kepada gresnews.com di Jakarta, Jumat (29/6).

Dia menambahkan, kasus dugaan penipuan NCD Unibank ´bodong´ yang diterima CMNP dari Bhakti Investama diketahuinya karena saat itu dirinya diminta pendapat sebagai saksi ahli.

Dari sudut hukum, kata Chairul, ada upaya penipuan oleh Bhakti Investama ketika terjadi  tukar-menukar NCD dari Bhakti Investama yang diterbitkan Unibank kepada CMNP.

Bhakti Investama, katanya lagi, mengetahui bahwa NCD tersebut tidak bernilai dan Unibank bukan pihak yang berhak menerbitkan NCD sehingga patut diduga Bhakti Investama memiliki itikad tidak baik dengan menawarkan NCD bodong alias tidak ada nilainya.

"Dari fakta ini, CMNP dapat mengajukan praperadilan. Ketika hakim menyatakan NCD Unibank dari Bhakti Investama tidak sah maka Polri harus melanjutkan lagi penyidikan kasus ini," ungkap Chairul.

Langkah pembukaan kasus setelah SP3 harus dilakukan oleh pejabat Polri yang pangkatnya lebih tinggi dari petinggi Bareskrim Polri yang menerbitkan SP3.

"Seingat saya, kasus NCD bodong ini SP3-nya diterbitkan oleh direktur di Bareskrim, tapi kalau yang terbitkan Kabareskrim maka yang membuka harus Kapolri," ungkap Chairul.

Hary Tanoe diperiksa KPK
Kasus ini kembali bergulir saat Chief Executive Officer (CEO) PT Bhakti Investama Tbk (BHIT), Hary Tanoesoedibjo, tengah menjalani pemeriksaan sebagai saksi perkara suap terhadap Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo, Tommy Hindratno, di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (28/6).

Di hari yang sama, rombongan pimpinan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, datang ke Gedung KPK. Urusannya berbeda. CMNP berniat menyerahkan sumbangan sebesar Rp10.035.000 sebagai wujud partisipasi publik untuk mendukung pembangunan gedung operasional KPK.

Selain dana sumbangan tersebut, Direktur Utama CMNP H.M. Jusuf Hamka mengatakan, CMNP mempunyai hak tagih Negotiable Certificate of Deposit (NCD) Unibank senilai US$2 juta.

"Apabila hak tagih atas NCD tersebut bisa dilakukan maka kami bermaksud akan memberikan tambahan sumbangan dari hasil tagihan tersebut untuk bisa dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan gedung baru KPK sebesar US$2 juta," kata Jusuf.

Jusuf menegaskan, keberadaan KPK harus didukung dengan harapan KPK bisa menyelesaikan penyakit bangsa, yakni, korupsi yang kian merajalela.

Perkara NCD ´bodong´
Selain perkara suap yang diduga melibatkan PT Bhakti Investama Tbk, Hary Tanoe sebetulnya memiliki sejumlah persinggungan dengan perkara-perkara hukum lainnya. Salah satunya adalah kasus NCD Unibank yang proses hukumnya berjalan antara lain di Polda Metro Jaya, KPK, dan pengadilan.

Berdasarkan kertas kronologi CMNP yang dibagikan kepada wartawan di Gedung KPK, Kamis (26/6), perkara tersebut bermula pada 12 Mei 1999. Saat itu, CMNP melakukan transaksi jual beli NCD dengan Drosophila Enterprise Pte. Ltd melalui PT Bhakti Investama Tbk. NCD itu seluruhnya mempunyai nilai nominal sebesar US$28 juta.

Namun, berdasarkan Surat Direktur Bank Indonesia kepada CMNP No. 5/8/DpwB11/Rahasia tertanggal 30 Januari 2003, disebutkan bahwa Bank Indonesia tidak menemukan adanya NCD dalam mata uang asing pada laporan keuangan bulanan Unibank kepada Bank Indonesia.

Selanjutnya, pendapat hukum dari Dewi-Liza and Partners Law Firm tanggal 14 Agustus 2003, menyebutkan, CMNP sudah sepantasnya sebagai pihak kreditur atas NCD Unibank yang beriktikad baik, mendapatkan perlindungan hukum terkait dengan program penjaminan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Patut diketahui, pada tahun 2001, BI memutuskan Unibank sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).

Informasi yang ditelusuri melalui website Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) Singapura menyebutkan, Hary Tanoe sebagai pemegang saham dan direktur Drosophila per 7 Desember 1998. Istri Hary Tanoe, Liliana Tanaja, juga menjabat direktur sekaligus pemegang saham Drosophila. Saat ini, seperti tercantum dalam website resmi Bhakti Investama, Liliana menjabat sebagai komisaris, Hary Tanoe menjabat Group President dan CEO Bhakti Investama.

Langkah hukum
Langkah hukum pun diambil, pada 8 Januari 2004, CMNP melalui kuasa hukum Lucas, S.H. and Partners mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap PT Bank Unibank Tbk (tergugat I), BPPN (tergugat II), Pemerintah Republik Indonesia Cq Menteri Keuangan (tergugat III), dan Gubernur Bank Indonesia (tergugat IV).

Putusan PN Jakpus 29 Juli 2004 adalah mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan sah NCD yang diterbitkan oleh Unibank, penggugat adalah pemilik sah dan karenanya berhak menerima pembayaran atas NCD Unibank, dan menghukum BPPN untuk membayar ganti rugi US$28 juta.

Hanya BPPN (tergugat II) dan Pemerintah cq Menkeu (tergugat III) yang mengajukan upaya hukum selanjutnya. Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan PN Jakpus. Pada tingkat kasasi, MA justru mengabulkan permohonan kasasi pemohon yaitu BPPN. Pada 16 November 2007, CMNP mengajukan Peninjauan Kembali. Putusannya, 19 Desember 2008, MA menolak PK pemohon, menyatakan NCD yang diterbitkan oleh Unibank tidak sah.

"Kalau sertifikat itu bodong, brokernya (Drosophila dan Bhakti Investama) juga bermasalah. Siapapun yang menjual sertifikat itu seharusnya bertanggung jawab," kata Jusuf.

Sebagai catatan, perkara NCD fiktif ini juga bergulir di Kepolisian Polda Metro Jaya. Pada 8 Desember 2004, Direktorat Reserse Kriminal Khusus melakukan penyelidikan kasus tersebut yang mengarah kepada tindak pidana penipuan. Terlapor adalah Hary Tanoe. Pada 2 September 2009, terbit Surat Perintah Penyidikan No. Pol: SP.Sidik/82/IX/2009/Dit II Eksus.

Kasus NCD ini juga bergulir di KPK. Pengaduan dugaan korupsi NCD fiktif itu dilakukan oleh Abdul Malik Jan (pemegang saham CMNP) pada 29 Juli 2004 dan Eggi Sudjana pada 11 Januari 2006. Wakil Ketua KPK (saat itu) Erry Riyana Hardjapamekas sempat menyatakan, kasus NCD masuk tahap penyelidikan.

BACA JUGA: