Jakarta - Sepanjang 2012 terjadi 71 kasus pertanahan di lokasi transmigrasi yang tersebar di 22 provinsi. Sebanyak 20 kasus diantaranya yakni tumpang tindih dengan pihak investor atau perusahaan.

Direktur Penyediaan Tanah Transmigrasi Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2K Trans), Kemnakertrans, Sodiq menargetkan akan menyelesaikan seluruh kasus. "Pemerintah berkomitmen mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus-kasus pertanahan ini, “ ujar Sodiq dalam keterangan persnya, Sabtu (7/4).

Sodiq mengatakan, sebagian besar permasalahan didominasi pemenuhan hak transmigran sebanyak 34 kasus, masalah tuntutan penduduk 17 kasus.

Dalam menyelesaikan kasus-kasus pertanahan tersebut, Kemnakertrans melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintah daerah dan instansi pemerintah dan swasta terkait.

Sodiq menerangkan, 71 kasus pertanahan di lokasi transmigrasi ini merupakan catatan rekapitulasi sepanjang Januari-Maret tahun 2012. Meski demikian tidak menutup kemungkinan ada permasalahan di daerah lain yang laporannya belum disampaikan kepada pihak Kemnakertrans.

"Sebenarnya dengan adanya pembenahan dalam paradigma baru program transmigrasi, kita berusaha meminimalkan permasalahan tanah dengan mengedepankan asas clean dan clear dalam penyediaan tanah transmigrasi," kata Sodiq.

Sodiq mengatakan ada beberapa cara penangangan kasus-kasus pertanahan yang selama ini telah dilakukan di daerah-daerah. Pendekatan yang diutamakan dalan penyelesaian permasalahan pertanahan transmigran ini adalah melalui musyawarah dan mufakat.

"Kita lakukan melalui musyawarah dalam arti secara baik-baik sepanjang pemilik tanah memberikan bukti bahwa tanah itu haknya. Kita pertimbangkan ganti ruginya atau mereka kita jadikan sebagai transmigran," kata Sodiq.

Bila antara pemilik tanah dan pemerintah setempat tidak ada kata sepakat, disarankan penyelesaian melalui jalur hukum. Biar pengadilan dan hukum yang memutuskan.

Sedangkan bila tanah transmigran yang disengketakan termasuk kawasan hutan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan agar status kawasan hutan itu diproses, dilepas menjadi tanah negara bebas. Tanah transmigran yang masuk dalam status kawasan hutan, pada prinsipnya tidak boleh dipergunakan.

Begitu juga apabila tanah transmigran tersebut disengketakan merupakan tanah adat, perlu pembuktian dari universitas setempat dan ahli sumber daya alam untuk membuktikan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat. ”Kalau tidak ditemukan itu, maka tidak bisa dipertimbangkan,” katanya.

Selama ini lokasi pemukiman atau pengembangan wilayah transmigrasi berasal dari tanah negara atau tanah hak yang diproses menjadi tanah hak pengelolaan (HPL). "Jadi, tanah yang dipergunakan untuk transmigrasi itu tanah negara dan atau tanah hak, kemudian di atas tanah negara itu diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku menjadi tanah HPL atas nama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi," jelasnya.

Sodiq menambahkan untuk menimalisir segketa pertanahan di lokasi transmigrasi, Kemnakertrans dan BPN akan mempercepat pemngurusan sertifikat sehingga memiliki kekuatan hukum yang sah.

"Pada prinsipnya tanah yang telah diberikan hak milik dengan sertifikat kepada transmigran pada prinsipnya tidak dapat dipindahtangankan atau di pindahtangankan," kata Sodiq.

Dalam kesempatan ini, Sodiq meminta agar para pimpinan pemerintah daerah atau kepala daerah, baik pemda pengirim maupun penerima transmigran agar memberikan perhatian khusus terhadap pertanahan di lahan transmigrasi ini.

"Kita minta para kepala daerah membantu mempercepat penyelesaiaan kasus-kasus tanah di transmigrasi sehingga program transmigrasi tidak terganggu dan tidak merugikan para transmigran maupun pihak lainnya yang terkait," kata Sodiq.

BACA JUGA: