JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo di penghujung tahun 2016 kemarin akhirnya menegaskan memberikan penegasan pengakuan negara terhadap hutan adat. Hal itu ditandai dengan penyerahan secara langsung 8 Surat Keputusan tentang Penetapan Pencantuman Hutan Adat, dan 4 Surat Penetapan Hutan Adat kepada sembilan komunitas adat di Istana Negara.

Sembilan komunitas masyarakat tersebut adalah Marga Serampas (Jambi), Amatoa Kajang (Sulawesi Selatan), Wana Posangke (Sulawesi Tengah), Kasepuhan Karang (Banten), empat kesatuan masyarakat hukum adat dari Kerinci (Jambi), serta Pandumaan Sipituhuta (Sumatera Utara). Direktur Perkumpulan Qbar, pendamping Masyarakat Malalo Tigo, Jurai Mora Dingin mengatakan, penetapan hutan adat ini merupakan proses panjang yang dilalui oleh komuitas masyarakat hukum adat untuk memenuhi prasyarat pengakuan masyarakat hukum adat.

Prsayarat itu diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak. Persyaratan permohonan hutan hak adalah: (a) Terdapat masyarakat hukum adat atau hak ulayat yang telah diakui oleh  pemerintah daerah melalui produk hukum daerah; (b) Terdapat wilayah adat yang sebagian atau seluruhnya berupa hutan; (c) Adanya Surat pernyataan dari masyarakat hukum adat untuk menetapkan wilayah adatnya sebagai hutan adat. Penetapan hutan adat dilakukan bagi kelompok masyarakat hukum adat yang telah memenuhi persyaratan di atas.

Karena itu, terkait hutan adat yang selama ini dikelola masyarakat adat Malalo Tigo, Mora berharap ada peran aktif pemerintah daerah Sumatera Barat agar kawasan hutan adat masyarakat Malalo Tigo pun mendapatkan pengkuan. "Komitmen pemerintahan daerah baik provinsi maupun kabupaten serta kolaborasi pihak eksekutif dan legislatif, menjadi kunci sebelum penetapan hutan adat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Mora dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Senin (2/1).

Hal ini dikarenakan, harus ada produk hukum daerah yang mengakui keberadaan masyarakat hukum adat. "Persoalan ini yang dihadapi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar," ujar Mora.

Hingga saat ini, masyarakat masih berjuang dalam mendorong inisiatif Peraturan Daerah Kabupaten tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat untuk masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah. Begitu juga dengan Masyarakat Hukum Adat Mentawai, selama dua tahun terakhir menunggu pengesahan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang masih mandek pada tahapan pembahasan ditingkat DPRD Kab. Kepulauan Mentawai.

Mora menyatakan, Masyarakat Hukum Adat Malalo Tigo Jurai bersama dengan komunitas lainnya di Kabupaten Tanah Datar akan terus berjuang untuk mewujudkan pengakuan dan penetapan hutan adat, konsolidasi semua pihak terkait menjadi agenda utama dalam mempercepat pemenuhan persyaratan pengajuan hutan adat kepada Menteri. "Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Tanah Datar kedepan diharapkan untuk merealisasikan komitmen dalam percepatan pemenuhan segala persyaratan penetapan hutan adat di Kabupaten Tanah Datar, Luhak Nan Tuo," tegas Mora.  

Disamping itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun diminta untuk konsekuen dalam mengimplementasikan Permen LHK No. 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak, terutama terkait jangka waktu penetapan, yakni penetapan hutan hak (hutan adat) dilakukan dalam 14 hari setelah dilakukannya verifikasi dan validasi pemohon.

Sementara itu, Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Rifai Lubis menyatakan, penetapan hutan adat pada 9 komunitas adat  oleh Presiden Jokowi membuktikan, hutan adat bukan sekadar wacana. "Oleh karena itu kami meminta kepala daerah dan DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai secara bersama-sama untuk menyelesaikan dan mengesahkan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kepulauan Mentawai, serta mendukung pemenuhan semua persyaratan pengakuan dan penetapan hutan adat di Mentawai," ujarnya.    

Penetapan Hutan Adat pada 9 komunitas masyarakat hukum adat oleh Presiden ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan kekuatan bagi Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Terutama bagi kepala daerah dan legislator di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Kepulauan Mentawai yang sudah bergerak untuk menginisiasi dan merumuskan peraturan daerah terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Disisi lain, Sumatera Barat saat ini menjadi salah satu provinsi percontohan terkait dengan komitmen pengembangan Perhutanan Sosial. Sumatera Barat mencadangkan 500.000 hektare Kawasan Hutan untuk Perhutanan Sosial, dengan 5 pilihan skema yakni Hutan Desa/Hutan Nagari, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan.

Hingga tahun 2016 ini Sumatera Barat sudah merealisasikan ±107.773 Ha Kawasan Hutan, yang berasal dari realisasi skema Hutan Desa/Hutan Nagari, Hutan Kemasyarakatan, serta Hutan Tanaman Rakyat. "Namun belum satu pun hutan adat di Sumatera Barat yang ditetapkan," kata Rifai.  

Mengingat Sumatera Barat selalu menjadi rujukan tentang hak-hak adat, maka tidak terwakilkannya masyarakat adat Sumatera Barat dalam 9 komunitas penerima hutan adat tersebut, menjadi tantangan bagi seluruh pihak di Sumateta Barat. "Pembuktian komitmen pemerintah daerah tengah diuji, karena itu, seluruh stakeholders harus bersinergi untuk mewujudkan penetapan hutan adat," pungkas Rifai.

TERUS BERLANJUT - Saat menyerahkan surat keputusan (SK) pengakuan hutan adat kepada kelompok masyarakat adat, Jokowi menegaskan negara hadir dalam persoalan yang dihadapi masyarakat adat. Jokowi mengatakan pengakuan hutan adat merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai asli Indonesia.

"Pengakuan hutan adat, pengakuan hak tradisional masyarakat hukum adat dalam arti adalah pengakuan nilai asli Indonesia, pengakuan jati diri Indonesia. Jadi ini akan terus diseleksi dan terus diberikan. Karena yang kita berikan saat ini adalah hitungan yang masih sangat kecil," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (30/12).

Jokowi sendiri mengaku jumlah pengakuan yang diberikan tersebut masih sangat sedikit. Berdasarkan data yang dimilikinya, masih ada sekitar 12,7 juta hektare hutan adat yang belum diakui.

"Kita semua ketahui sejak dulu masyarakat hukum adat sudah mampu kelola hutan adat secara lestari berdasar kearifan lokal. Masyarakat hukum adat sejak dulu sudah tahu dan bisa menjaga harmoni hidup manusia dengan alam. Saya rasa nilai yang penting dan harus diingat di masa modern ini," imbuhnya.

Bagi Jokowi, nilai kearifan lokal sangat penting. Karena itu, pemerintah berperan menjaga dan memelihara nilai-nilai kearifan lokal.

"Apalagi di tengah sengitnya arus budaya global yang semakin sengit, jangan pernah dilupakan kearifan lokal. Kearifan nilai asli bangsa Indonesia. Saya tegaskan bahwa negara hadir untuk melindungi nilai asli bangsa kita. Negara hadir ke masyarakat yang lemah posisi tawarnya, khususnya masyarakat hukum adat, dan saya instruksikan ke kementerian terkait untuk mengambil langkah dan buat kebijakan teknis terkait penyelamatan pemanfaatan sumber daya alam kita," jelas Jokowi.

Jokowi mengatakan, proses pengakuan ini akan terus berlanjut. "Ini adalah awal karena cukup banyak masyarakat hukum adat yang tersebar di seluruh tanah air Indonesia," kata Jokowi di depan perwakilan masyarakat adat yang menerima surat pengakuan.

Jokowi menegaskan, dia telah menugaskan kementerian terkait untuk terus melakukan langkah-langkah sistematis agar pembangunan terus berjalan dan lingkungan terjaga dengan baik. "Perlu saya ingatkan untuk hutan konservasi yang berubah statusnya menjadi hutan adat atau hutan hak, maka fungsi konservasi tetap harus dipertahankan. Tidak boleh diubah fungsinya, apalagi diperjualbelikan. Tidak boleh," tegas Presiden.

Jokowi juga meminta agar setelah penyerahan SK itu, di dalam peta juga nanti akan ada penyesuaian, ada kriteria baru, yaitu mengenai hutan adat. "Ini penting sekali, karena yang ada di kantong saya sekarang ada 12,7 juta hektare yang akan terus kita bagikan, tetapi pada masyarakat, pada rakyat, pada kelompok tani, kepada masyarakat adat, sehingga betul-betul yang menikmati kekayaan hutan kita adalah rakyat, masyarakat-masyarakat adat," paparnya.

Pesiden berjanji, pihaknya akan terus melakukan seleksi, penyaringan sebelum kembali memberikan SK pengakuan hutan adat. Jokowi mengakui, jumlahnya saat ini masih sangat kecil yaitu 12,7 juta hektare. Jokowi menegaskan, hal ini juga merupakan pengakuan pada kemampuan masyarakat adat yang sejak dulu sudah mampu mengelola hutan adat secara lestari berdasarkan kearifan lokal yang ada.

Masyarakat hukum adat sejak dulu juga sudah tahu dan sudah bisa menjaga harmoni kehidupan manusia dengan alam. "Saya rasa nilai-nilai yang penting kita ingat semua di masa modern yang ada sekarang ini. Apalagi di tengah sengitnya arus budaya global dan persaingan global yang semakin sengit. Janganlah pernah kita lupakan kearifan lokal, kearifan nilai-nilai asli bangsa Indonesia," tegas Jokowi. (dtc)

BACA JUGA: