JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik kepengurusan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong 1957 (Kosgoro 1957) dinilai semakin mendalam. Saling klaim sebagai pengurus yang sah berakhir dengan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dinilai tidak akan menyelesaikan konflik Kosgoro 1957.

Aziz Syamsudin selaku tergugat intervensi mengaku terkejut dengan gugatan Kosgoro 1957 yang dilayangkan kubu Agung Laksono. Alasannya, menurut Aziz, sudah ada imbauan Ketua Umum Setya Novanto yang meminta agar kedua belah pihak Kosgoro yang berpolemik agar melakukan konsolidasi internal.

"Saya kaget dengan adanya gugatan Pak Agung Laksono karena imbauan ketum partai Golkar saat Rapimnas Golkar. Kedua belah pihak diimbau untuk melakukan rekonsiliasi atau Mubes bersama. Kenapa kok imbauan ketua umum tidak diperhatikan," kata Aziz di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer baru Timur, Kamis (8/9).

Dia menegaskan, pihaknya siap untuk melakukan konsolidasi internal guna melakukan Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub). Namun dia mengaku terkejut lantaran Agung Laksono kemudian bersikap berbeda dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

Selain itu, Aziz juga membantah terkait tudingan kuasa hukum Agung Laksono yang mengatakan Aziz telah melakukan peralihan kepengurusan (Plt) pengurus Kosgoro di daerah seperti di Riau. Aziz menganggap tudingan itu tak berdasar. "Tudingan dari siapa? Ada enggak faktanya. Itu tudingan berhalusinasi," ungkapnya.

Seperti diketahui, Agung Laksono menggugat Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Nomor: AHU-0022215.AH.01.07, Februari 2016. SK tersebut mengesahkan pendirian badan hukum perkumpulan kesatuan organisasi serbaguna Gotong Royong 1957 pimpinan Aziz Syamsudin dan Sekretaris Jenderal Bowo Sidik Pangarso.

Dalam gugatan bernomor 116/G/2016/PTUN-JKT, pihak Agung mengklaim hingga saat ini masih menjadi pengurus yang sah atas atas Kosgoro, berdasarkan hasil Musyawarah Besar III (Mubes III) di Jakarta tanggal 2 November 2013. Agung telah ditunjuk menjadi pengurus untuk periode 2013-2018.

Akibat adanya Surat Keputusan KemenkumHAM yang mengesahkan kepengurusan Kosgoro pimpinan Aziz, pihak Agung merasa dirugikan, karena tidak dapat memberikan suara pada munas luar biasa (Munaslub) Partai Golkar pertengahan Mei lalu.

Pihak Syamsudin kemudian masuk sebagai pihak tergugat intervensi dalam gugatan Nomor 116/G/2016/PTUN-JKT. Pihaknya beralasan memiliki pengaruh terhadap gugatan yang dilayangkan oleh pihak Kosgoro 1957 kubu Agung Laksono.

Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sendiri kemudian mengabulkan masuknya pihak intervensi dalam perkara ini. "Menetapkan mengabulkan permohonan masuknya pihak tergugat dua intervensi (Aziz Syamsuddin)," ungkap Ketua Majelis Hakim, Indaryadi, dalam penetapannya di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Jakarta Timur, Kamis (25/8) lalu.

Saling gugat untuk mengklaim kepengurusan Kosgoro yang sah inilah yang membuat konflik akhirnya menjadi semakin kusut. Belum juga usai gugatan yang dilakukan Aziz kepada Kemenkumham, kemudian masuk gugatan dari pihak Agung Laksono. Belakangan Aziz masuk lagi sebagai tergugat intervensi dalam gugatan Agung Laksono.

Kuasa hukum Agung Laksono, Ichwan Setiawan, menyatakan, ormas yang memiliki afiliasi dengan Partai Golkar ada ormas Kosgoro bukan dalam bentuk perkumpulan. Untuk diketahui, Kosgoro pimpinan Aziz Syamsuddin merupakan perkumpulan yang didaftarkan ke Kemenkum HAM sedangkan Kosgoro kubu Agung Laksono merupakan Ormas.

Atas dasar itu, Ichwan menilai secara legal kepengurusan yang afiliasi Golkar adalah Kosgoro kubu Agung Laksono. "Yang afiliasi dengan partai Golkar adalah ormas bukan paguyuban atau perkumpulan," imbuhnya.

FOKUS GUGAT SK MENKUM HAM - Ichwan Setiawan mengatakan, pihak Agung Laksono akan fokus dengan gugatan yang diajukannya terhadap Menkum HAM. Ichwan tak tergiur tawaran untuk melakukan Mubeslub Kosgoro seperti yang diusulkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

"Dari pihak kami jelas. Kami menggugat Menkum HAM itu yang perlu digarisbawahi. Kalau ada ajakan Munaslub, kita tetap fokus pada pembatalan SK Kemenkum HAM itu dulu yang kita selesaikan," kata Ichwan.

Bahkan Ichwan menyayangkan isu yang menyatakan adanya perselisihan dalam kepengurusan Kosgoro. Karena menurutnya, Agung Laksono merupakan kepengurusan Kosgoro yang sah yang belum pernah dilakukan Mubes untuk menggantikan Agung Laksono.

"Terkait dengan riak riak perselisihan internal partai tidak pernah ada sebetulnya. Itu karang-karangan dari beliau saja itu. Itu halusinasi pihaknya saja," tuturnya.

Terkait dengan objek sengketa yang diterbitkan Menkum HAM menurutnya telah merugikan pihaknya. Dia menyatakan pihak Menkum HAM tidak cermat dalam melakukan verifikasi data-data yang diusulkan perkumpulan Kosgoro kubu Aziz Syamsudin yang pada akhirnya berbuntut panjang.

Kuasa hukum Agung Laksono lainnya, Adrherie Zulfikri Sitompul menyatakan keputusan Menkum HAM mengesahkan Kosgoro Aziz Syamsudin dinilai cacat. "Pasal 59 huruf c UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan terkait  lambang harus meminta izin kepada pemilik," katanya.

Ada pun bunyi pasal tersebut, ormas dilarang: "c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas".

Adrherie beralasan, pemilik Kosgoro yang sah adalah Agung Laksono sementara itu tidak pernah diminta izin terkait penggunaan nama dan logo Kosgoro yang didaftarkan ke Kemenkum HAM.

Ketua Dewan Pengurus Pusat Barisan Muda Kosgoro 1957, Donny Arlansyah Maulana Isman mengharapkan sikap bijaksana seniornya di Kosgoro untuk menyelesaikan konflik. Donny mengharapkan, adanya regenarasi kepada figur-figur muda di Kosgoro 1957. "Harus ada sikap kedewasaan senior kepada generasi (baru)," kata Donny.

Bagaimana pun, Donny menegaskan, Kosgoro kepemimpinan Aziz Syamsudin diusulkan oleh 29 pengurus daerah dalam Mubeslub yang menghasilkan Ketua Umumnya Aziz Syamsudin. "Saya yakin pengadilan tidak akan bisa menyelesaikan konflik. Urusan partai dan organisasi akan selesai di internal," pungkas Donny.

BACA JUGA: