JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terdakwa kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, terus melakukan perlawanan atas bukti-bukti yang diajukan jaksa penuntut umum. Pihak Jessica menolak semua bukti dan keterangan ahli yang diajukan jaksa yaitu berupa rekaman closed circuit television (CCTV) terkait aktivitas Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta, pada hari Mirna terbunuh, yang diduga akibat racun sianida yang dimasukkan ke dalam gelas kopi oleh Jessica.

Dalam persidangan terakhir, Rabu (10/8), pihak Jessica menegaskan, alat bukti rekaman CCTV itu belum mengungkapkan gerakan pasti terdakwa Jessica memasukkan racun sianida ke kopi Mirna. Rekaman CCTV yang diputar dalam persidangan hanya memperlihatkan adanya aktivitas Jessica pada pukul 16:29 WIB yang diduga memasukkan sianida.

Namun aktivitas tersebut, menurut kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, tak bisa dipastikan karena posisi Jessica terhalang oleh tanaman hias. Karena itu, Otto menolak alat bukti rekaman CCTV yang diputar saksi ahli. Otto beralasan, itu bukan alat bukti asli CCTV yang diperoleh penyidik dari Kafe Olivier.

Otto menilai pihak jaksa mencoba menggiring opini publik seolah-olah Jessica lah yang menaruh racun sianida ke dalam gelas kopi Mirna. Pada menurut rekaman itu pun, tidak ada bukti Jessica memasukkan racun ke kopi Mirna. Yang mampu dijelaskan dari CCTV itu, hanya ada gerakan Jessica yang menggerak-gerakkan tangannya.

"Kan hanya menggerak-gerakkan tangan. Apakah menggerak-gerakkan tangan, langsung memasukkan sesuatu?" ujar Otto mempertanyakan.

Bahkan Otto menyangsikan jika alat bukti tersebut dipakai sebagai dasar pertimbangan hakim untuk memutus nasib Jessica. Menurutnya, dalam bukti itu pun tidak bisa dipastikan bahwa Jessica yang meletakkan racun sianida tersebut.

Lebih jauh mantan ketua umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu menilai, alat bukti berupa rekaman CCTV juga tidak menjelaskan secara komprehensif setiap adegannya. Yang diulas hanya aktivitas kliennya, sedangkan pada adegan yang lain tidak diputar secara utuh.

Bahkan dia mempertanyakan adegan lainnya, seperti pada saat gelas kopi Mirna sebelum yang dihidangkan. "Tadi kan terputus-putus. Kita tanya es-nya. Waktu mengambil es-nya dari kulkas menuju ke gelas tidak muncul. Siapa yang bisa memastikan tidak ada orang lain yang memasukkan sesuatu pada itu. Itulah yang kita bilang tidak fair," ungkapnya.

Kasus Jessica, kata Otto, juga harus dilihat dengan utuh. Karena ada kemungkinan lain seperti pada saat kopi belum dihidangkan. Dia mengaku saat ini publik seolah-olah memberi penilaian salah terhadap Jessica lantaran Jessica yang memiliki akses terhadap kopi itu. Padahal bukti untuk memastikan keterlibatan Jessica masih sangat lemah.

"Semua rekaman itu harus dibuka. jangan terputus-putus. Kita sekarang sudah terpaku pada Jessica, lantas ada gelas seakan akan hanya Jessica di situ. Ada kemungkinan lain sebelum ada kopi, ada kemungkinan lain sudah dimasukkan itu," ungkapnya.

Sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan jaksa, Christopher Hariman Rianto, seorang ahli teknologi informasi mengatakan, ada beberapa orang yang dinilai memiliki waktu yang cukup untuk menguasai kopi tersebut. Christoper mencatat nama Agus selain terdakwa Jessica, yang memiliki akses menaruh sesuatu ke kopi Mirna.

"Jessica 51 menit 21 detik, Agus 2 menit 30 detik, Marlon 22 detik, Sari 1 menit 5 detik sedangkan Ahmar 9 detik," kata Christopher dalam keterangannya sebagai ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Menurut dia, Jessica memiliki akses yang lebih luas melakukan perubahan kopi yang diminum Mirna. Sedangkan Agus, hanya memiliki waktu 2 menit 30 detik. Waktu tersebut dihitung selama durasi Agus saat menuangkan kopi di meja 54. Selain itu, dari lima nama yang disebutkan hanya Jessica dan Agus yang memiliki akses secara langsung terhadap kopi tersebut.

Untuk diketahui, dalam rangka membuktikan pembunuhan Mirna, penyidik Polda Metro Jaya pada 27 Mei 2016 menyerahkan 37 barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Rekaman CCTV yang merupakan salah satu alat bukti memperlihatkan rangkaian aktivitas terdakwa Jessica di Kafe Ovilier, Grand Indonesia.

BUKTI MASIH LEMAH - Menanggapi kasus tersebut, pengajar hukum pidana di Universitas Tarumanagara Hery Firmansyah mengatakan, alat bukti yang dipakai jaksa untuk menuntut Jessica masih sangat lemah. Menurutnya, alat bukti berupa rekaman CCTV belum bisa menjelaskan secara pasti bahwa Jessica yang menuangkan racun sianida ke dalam kopi Mirna.

"Terlalu jauh itu. Ada lompatan berpikir yang terlalu jauh mengaitkan gerakan Jessica sebagai gerakan memasukkan sianida," terang Hery kepada gresnews.com, Jumat (12/8).

Menilai gerakan tangan Jessica yang mencurigakan itu sebatas peristiwa memang tidak salah. Namun sebagai fakta hukum hal itu masih sangat lemah untuk dijadikan dasar penuntutan. Gerakan Jessica itu tak lebih dari sebagai bukti petunjuk untuk mengejar bukti yang lebih sahih terkait siapa yang menuangkan sianida tersebut.

Dia melanjutkan bahwa gerakan itu jangan sampai membuat kesimpulan yang salah. Karena pada dasarnya, imbuh Hery, belum ada bukti yang sahih yang melihat Jessica menuangkan sianida tersebut. Dia mewanti-wanti jangan sampai alat bukti yang absurd membuat keadilan substantif terabaikan. "Itu bukan perbuatan pidana. Jangan sampai melakukan prosedur penegakan hukum yang serampangan," terangnya.

Dalam persidangan Rabu kemarin, Jessica juga sempat menolak keterangan ahli yang dihadirkan jaksa. Menurut Hery, gerakan Jessica itu jika dimaknai sebagai alat menemukan niat jahat boleh saja, perlu juga membandingkan kembali dengan apa yang ditolak oleh Jessica sehingga kemungkinan lain juga bisa dilihat.

"Di-challenge saja dengan apa yang ditolak oleh Jessica dalam persidangan supaya bisa ditarik benang merahnya," pungkas Hery.

Jaksa memang masih harus mencari bukti paling sahih yang menunjukkan bahwa benar Jessica lah yang memasukkan sianida itu ke kopi Mirna. Sejauh ini, jaksa memang baru mengajukan bukti petunjuk.

Selain rekaman CCTV, jaksa juga mengajukan bukti berupa keterangan ahli toksikologi forensik Bareskrim Polri Kombes Nursamran Subandi. Namun sang ahli juga belum bisa memberikan bukti meyakinkan bahwa rekaman itu menunjukkan Jessica benar memasukkan racun ke kopi Mirna.

Nursamran melihat rekaman CCTV detik-detik tewasnya Wayan Mirna Salihin. Menurutnya, kemungkinan besar Jessica  menggunakan sianida saat peristiwa di Kafe Olivier. "Saya lihat tadi di belakang (lihat rekaman CCTV), momen gatal itu banyak. Saya bilang kemungkinan gatal itu karena sianida," ucap Nursamran, saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jl Bungur Besar Raya, Rabu (10/8).

Nursamran dihadirkan kembali ke persidangan atas permintaan jaksa penuntut umum. Nursamran dihadirkan sebagai  ahli. "Saya lihat tadi dia banyak menggaruk, tapi saya tidak bisa pastikan," ujar Nursamran.

Nursamran tidak bisa memastikan bahwa Jessica menggunakan racun sianida karena dirinya tidak mempunyai data yang valid. "Kepastian itu tidak bisa, harus dengan data. Tapi kalau kemungkinan ada," ucapnya.

JESSICA MELAWAN - Selain melakukan perlawanan dengan menolak semua bukti yang dihadirkan jaksa, pihak Jessica juga melakukan perlawanan hukum lain. Tim kuasa hukum Jessica melaporkan hakim Binsar Gultom ke Komisi Yudisial (KY). Kubu Jessica menilai Binsar telah melanggar kode etik hakim.

"Hakim Binsar bertindak tidak adil, memihak, dan melanggar asas-asas praduga tidak bersalah dan diduga telah melakukan perbuatan yang melanggar kode etik hakim ketika mengadili perkara tersebut," kata perwakilan tim pengacara, Hidayat Bostam, kepada wartawan di Gedung KY Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (11/8).

Pelanggaran yang dimaksud yaitu berbicara kasar, dan menghina penasihat hukum saat mengadili Jessica. Selain itu Binsar juga dinilai mengarahkan saksi-saksi, melanggar hukum acara dan menyatakan pendapatnya secara terbuka tentang fakta persidangan yang sedang berjalan. Dengan perilaku ini, Binsar dinilai dapat merugikan terdakwa. "Harapan kita minta diganti (Binsar)," kata Hidayat berharap.

Laporan itu diterima oleh komisioner Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus di lantai 1 gedung KY. Tim pengacara diterima kurang lebih selama 30 menit dan berlangsung terbuka. Tim Jessica yang melaporkan terdiri dari lima pengacara, tapi Otto Hasibuan tidak ikut.

"Kita akan pelajari berkasnya. Kasus yang menyangkut publik, KY sudah melakukan pemantauan tanpa diminta," ujar Jaja. (dtc)

BACA JUGA: