JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua orang ahli dihadirkan dalam sidang jilid 17 dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso pada Kamis (1/9) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka adalah ahli kriminologi Universitas Indonesia (UI) Ronny Nitibaskara dan ahli psikologi klinis dan sosial UI Sarlito Wirawan Sarwono.

Jessica didakwa atas pembunuhan berencana terhadap Mirna. Oleh jaksa, Jessica didakwa melanggar Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal adalah hukuman mati.

Sebelum ahli memberikan keterangan, penasihat hukum Jessica, Otto Hasibuan, menyampaikan keberatannya atas kehadiran ahli pada persidangan tersebut. Otto menilai posisi Ronny sebagai penasihat Bidang Kriminologi Polri akan membuat yang bersangkutan tidak berada dalam posisi independen dan objektif di dalam persidangan.

Selain itu, posisi Ronny yang juga sebelumnya pernah melakukan pemeriksaan terhadap Jessica atas permintaan penyidik, dianggap oleh Otto tidak sah. "Saya teringat pemaparan Prof. Eddy pada persidangan sebelumnya mengenai kedudukan dokter yang mesti menjaga kerahasiaan pasiennya," terang Otto. Otto beralasan, kedudukan Ronny sebagai ahli sekaligus pemeriksa Jessica memungkinkan yang bersangkutan akan membuka hal-hal pada diri Jessica yang sifatnya rahasia.

Keberatan Otto ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Ronny sendiri. Dalam kapasitasnya sebagai ahli kriminologi, Ronny bersumpah bahwa keterangan yang bakal dia berikan dalam persidangan adalah keterangan yang independen dan objektif. Hakim pun memberi kesempatan kepada Ronny untuk tampil sebagai saksi.

Berbeda dengan sidang sebelumnya, pada persidangan kali ini ahli menyatakan dirinya tidak tertarik membahas soal sianida. "Saya tidak ada urusan dengan sianida. Saya tertarik pada gestur tubuhnya. Berdasar penelitian saya, saya nyatakan Jessica bukan psikopat," kata Ronny.

Ronny juga menyebut berdasarkan literatur yang ia baca, ada 22 ciri-ciri seorang psikopat. Namun, Jessica hanya memenuhi empat dari 22 ciri tersebut.

Ronny mengakui bahwa beberapa waktu lalu dirinya melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kejiwaan Jessica. Dalam pemeriksaan itu, Ronny menyimpulkan bahwa Jessica termasuk pribadi dengan kecenderungan emosi yang tidak stabil (Emotionally Unstable Personality) dan tergolong sebagai pribadi yang berbahaya (Dangerous Personality). Hal demikian didapat dari pemeriksaan intens Ronny terhadap gerak-gerik Jessica.

Keempat cara yang ditempuh untuk melakukan pemeriksaan tersebut antara lain Investasi Emosional, Perilaku Dasar (Baseline), Bahasa Tubuh, dan Lisan. "Investasi Emosional adalah bagaimana membuat yang bersangkutan merasa senang, nyaman, dan tidak tertekan. Investasi Emosional terhadap yang bersangkutan berhasil dibangun nyaris sempurna dan sangat menyenangkan," kata Ronny.

Selanjutnya adalah Perilaku Dasar. Metode ini dilakukan untuk mencari dan menggali informasi mengenai watak keseharian yang bersangkutan yang diperoleh dari wawancara mendalam terhadap anggota keluarga, tetangga, serta teman-teman yang bersangkutan. "Namun karena menyadari adanya keterbatasan waktu, maka untuk menggali informasi mengenai watak yang bersangkutan ini metode yang digunakan adalah lewat Fisiognami Modern," papar Ronny.

Secara garis besar, Ronny menjelaskan Fisiognami Modern sebagai ilmu untuk membaca karakter seseorang lewat garis wajah. Fisiognami Modern berbeda dengan kemampuan meramal karena secara umum bisa dibuktikan secara ilmiah. Selain itu, Ronny juga menegaskan bahwa Fisognami Modern lebih sering digunakan untuk memeriksa pihak-pihak yang tersandung kasus kriminal.

Pada konteks pemeriksaan Jessica, Ronny menemukan bahwa raut wajah Jessica yang asimetris menunjukkan kepribadian Jessica yang mudah berubah. "Orang dengan wajah asimetris hatinya mudah berubah-ubah. Dilihat dari wajahnya, Jessica termasuk tipe orang yang kurang percaya diri, membangun harga diri dengan pengetahuan, cenderung belajar kembali sebelum melakukan hal-hal baru. Tokoh terkenal dengan raut wajah seperti ini contohnya adalah George W. Bush," papar Ronny.

Sementara dari jarak mata, Jessica termasuk orang yang kurang toleran, cepat beraksi terhadap situasi, mengerjakan sesuatu secara bertahap. Mudah merasa terganggu atas sesuatu hingga menimbulkan delusi, teliti dan cerewet pada hal yang rinci serta intens melibatkan emosi dan responsnya.

"Saat saya membaca wajah beliau, titik kening itu (menandakan) berpikir secara sistematis, step by step," katanya.

Selain itu Jessica juga sering mengalami perubahan suasana hati. "Perasaan berubah-ubah itu, misalnya dia ingin mempertahankan hubungan yang dibina, memiliki kebutuhan besar untuk dicintai, tetapi memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan hubungan itu. Mengungkit luka lama, itulah menurut saya perasaan berubah-ubah seperti itu," ungkap Ronny.

Selanjutnya, pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap bahasa tubuh dan lisan Jessica, Ronny menerangkan bahwa pada yang bersangkutan ditemukan ketidaksesuaian gerak tubuh dengan ucapan verbal, juga sering kali melakukan defence mechanism, atau strategi yang tanpa disadari digunakan seseorang untuk mengatasi emosi negatif yang melingkupi dirinya. Salah satu gejala strategi ini adalah melipat kaki.

"Sedang pada lisan ditemukan ketidaksesuaian antara ucapan verbal dan ucapan nonverbal, misalnya nada dan getar. Sering melakukan blocking dengan melipat kaki. Semua mencerminkan seringnya yang bersangkutan melakukan kebohongan-kebohongan," kata Ronny.

Selain itu, Ronny juga menyatakan bahwa tidak ada binar di mata Jessica. Binar itu tidak terlihat saat Ronny memeriksa Jessica di ruang penyidikan beberapa waktu lalu.

Ronny menceritakan saat memeriksa Jessica, dia membuat pertanyaan yang dibungkus dalam lelucon untuk Jessica.

"Itu harus ditanyakan. Jauh di dalam mata Jessica itu sama sekali tidak berbinar, hanya satu kesedihan pengalaman yang lalu yang betul-betul dirasakan tidak pernah berhenti sampai saat itu," ucap Ronny.

Menurutnya, mata berbinar dan mata tidak berbinar itu ada artinya. Mata berbinar itu seperti orang yang tidak mengalami kesulitan hidup yang berat. Di kasus Jessica, Ronny mengaitkan dengan masa lalu Jessica yang sulit. "Yang bersangkutan memendam kesedihan yang mendalam," katanya.

Selanjutnya Ronny memaparkan hasil pemeriksaannya atas rekaman CCTV. Dari CCTV, Jessica kerap mengibaskan rambut dan wajahnya menoleh ke kiri dan kanan. Menurut Ronny, sikap Jessica itu beberapa kali memperlihatkan tanda tegang.

"Mengibaskan rambut adalah sinyal menenangkan atau menyamankan diri sendiri ketika berada dalam situasi dan kondisi tegang. Situasi dan kondisi yang dianggap membuatnya tidak nyaman, membuatnya gelisah, cemas ketika seseorang berada dalam situasi kondisi di atas, ia akan menyentuh bagian tubuh dirinya," ujar Ronny.

Menurut Ronny, dilihat dari CCTV 7 pada pukul 16.22.59 WIB, Jessica duduk di paling ujung. Setelah mengambil sesuatu dari dalam tas, dia menengok ke belakang sesaat, lalu ia langsung pindah duduk ke tempat atau dekat tempat di mana Mirna nantinya akan duduk pada pukul 16.23.38 WIB dan memperbaiki posisi duduknya beberapa kali. Setelah itu bergeser dan mengibaskan rambut dengan kedua tangannya pada pukul 16.23.43 WIB.

Ronny juga melihat tangan Jessica terlihat masuk ke dalam tas lagi pada pukul 16.23.48 WIB. Namun aktivitas kedua tangannya terhalang pepohonan di Kafe Olivier sehingga untuk mengetahui aktivitas Jessica di bagian tengah kursi sukar dipastikan. Yang terlihat hanya tangan yang berulangkali membelai atau merapikan rambut dan wajahnya yang kerap menoleh ke kiri dan kanan.

"(Ciri-ciri) itu tanda-tanda kecemasan dan kegelisan," kata Ronny.

Pada pukul 17.03.39 WIB, Jessica mengambil sesuatu dari meja depan tempat Mirna duduk nantinya. Entah apakah itu cangkir berisi gula, susu, kopi, dan seterusnya, sepertinya diarahkan ke mulutnya. Kemudian pukul 17.03.44 WIB, benda yang tadi Jessica ambil ia letakkan kembali sembari menengok ke kiri belakang. "Hal itu tanda kecemasan, takut ada yang melihat," ucap Ronny.

Setelah memberikan tanggapan itu, Ronny ditanya jaksa apakah wajar dia hanya melihat CCTV untuk menilai sikap Jessica. "Itu yang dikasih pada saya. Gambar di CCTV buat saya cukup jelas. Sekalipun direkayasa tapi wajah atau gerik-gerik Jessica bisa dipantau," jawab Ronny.

Pada kesempatan itu, Ronny dengan tegas menyimpulkan bahwa berdasar gerak-gerik yang ia amati dari CCTV, Jessica dinyatakan telah melakukan tindakan kejahatan.

Sontak saja pernyataan Ronny di atas direspons Otto dengan tegas. "Saudara ahli, ingat ini masih persidangan. Saudara menyatakan telah terjadi tindakan kejahatan. Sudah 17 kali kita menjalani persidangan, baru kali ini ada ahli yang menyatakan itu tanpa diiringi kata potensi. Kalau begini buat apa ada hakim," sela Otto.

Usai Ronny memberikan keterangan, Jessica diminta hakim untuk memberikan tanggapannya. Jessica membantah semua pernyataan tersebut. "Sampai saat ini saya tertekan sangat berat. Pada saat itu, pada saat diperiksa, itu bukan kemauan saya. Pendapatnya banyak yang tidak benar. Bohong semuanya. Terima kasih," kata Jessica saat dimintai tanggapan terkait keterangan ahli.

TAK ADA SISI BAIK - Usai pemaparan, kuasa hukum Jessica, Yudi Wibowo, bertanya kepada saksi ahli kriminologi Ronny Nitibaskara mengenai apakah Jessica tidak punya sisi baik dan selalu diungkap sisi jeleknya.

"Berdasarkan analisis yang dibacakan, saudara selalu dari sisi yang jelek Jessica dinilai. Apakah tidak ada sisi bagus untuk dinilai? Kan Anda seorang ahli, harus independen," tanya Yudi kepada Ronny, Kamis (1/9/2016).

Ronny menjawab, berdasarkan kronologi yang ada, memang gerak-gerik Jessica menunjukkan seperti apa yang telah dia jelaskan.

"Buat apa saya mengungkap sisi baik dia, tentu saja dia punya sisi baik. Dalam kronologi ini semuanya, sisi yang dikatakan bapak jelek itu, ya saya buat apa? Memangnya saya harus mengagumi dia gitu?" jawab Ronny.

Hadirin sidang serempak tertawa. Ronny menambahkan bahwa setiap gestur memiliki pengertian sendiri-sendiri. "Anda bukan saksi fakta, Anda menilai berkas yang sudah basi," ujar Yudi menimpali.

"Keberatan yang mulia, penasihat hukum sudah emosi ini," protes jaksa. "Penasihat hukum tolong jangan menanyakan yang sifatnya pribadi," lerai Ketua Majelis Hakim, Kisworo.

KESAKSIAN SARLITO - Dalam persidangan saksi ahli lainnya adalah Prof dr Sarlito Wirawan. Ia mengatakan, jika dirinya orang awam maka dia akan menyimpulkan pembunuh Mirna yakni Jessica. Tidak ada orang lain yang menjadi pembunuh Mirna.

"Saya mau lepas dari itu (ahli psikologi). Kalau saya awam melihat gitu, tidak lain, ya sudah dia pembunuhnya. Dalam arti dia memasukkan (racun)," ujar Sarlito saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).

"Dia memasukkan racun sianida?" tanya hakim Binsar Gultom. "Iya," jawab Sarlito.

Namun lain lagi jika Sarlito menilainya sebagai seorang ahli psikologi. Menurut Sarlito, sebagai saksi ahli psikologi dia tidak bisa langsung menyimpulkan Jessica yang memasukkan racun sianida di dalam kopi untuk Mirna.

"Saya ahli di sini. (Jawaban) Ahli selalu tidak tertutup kemungkinan, harus ada variabel lain, seperti toksikologi dan itu bukan saya. Tapi kalau pandangan saya sebagai awam, dia yang memasukkan (racun)," ucap Sarlito.

Sarlito hanya melihat melalui CCTV, Jessica membuat benteng dengan paperbag seperti terlihat ingin melakukan sesuatu di meja. Namun Sarlito tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan Jessica.

"Tangannya bergerak-gerak. Di belakang dia itu ada gelas. Apa yang dia masukkan saya nggak tahu," ucap guru besar Psikologi UI ini.

Atas pernyataan Sarlito ini, Ketua Majelis Hakim, Kisworo, meminta Sarlito menjawab pertanyaan yang dilontarkan sebagai saksi ahli.

"Ahli menjawabnya sebagai ahli saja, jangan sebagai awam," kata Kisworo.

Sarlito menjelaskan tindakan Jessica yang meletakkan paperbag di atas meja sehingga menghalangi kopi itu dianggap tidak lazim. Menurutnya, ketidaklaziman itu perlu menjadi catatan.

"Ini kopinya sudah datang. Biasanya kan kalau menunggu baca buku, chatting, tapi ini seperti memasang (paperbag) menutupi kopinya ini. Ini perilaku tidak lazim. Perilaku tidak lazim ini dalam psikologi harus mendapat perhatian khusus," kata Sarlito.

Sarlito mengatakan kesimpulan yang bisa ditarik dari tindakan Jessica meletakkan paperbag di atas meja adalah untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat orang lain. Kesimpulan tersebut tidak berbeda dengan pendapat ahli lainnya. Pendapat ahli yang menyimpulkan itu yakni psikologi dan IT.

"Kesimpulan saya dia akan melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat orang lain," ujar Sarlito.

Pernyataan Sarlito itu mendapat tanggapan dari pengacara Jessica, Otto Hasibuan. Otto bertanya apakah semua orang yang meletakkan sesuatu di atas meja itu bisa dituding untuk melakukan sesuatu.

"Yang saya sampaikan adalah dia meletakkan paperbag dan menaruh kopi di belakangnya, kesimpulan saya ya memang seperti itu," jawab Sarlito.

"Apakah sama setiap orang (akan dituduh begitu)," tanya Otto.

Pertanyaan Otto, menurut Sarlito, itu tidak sesuai dengan pernyataannya. Otto bertanya soal semua orang bisa dicurigai bila meletakkan tas di atas meja. Sedangkan Sarlito menyatakan yang dicurigai itu adalah saat seseorang meletakkan tas atau paperbag di atas meja, namun ada benda yang ditutupinya di belakang tas tersebut.

Otto dan Sarlito tetap berdebat soal lazim tidaknya seseorang meletakkan tas di atas meja.

"Saudara mengatakan karena Jessica sengaja meletakkan paparbag di atas meja. Apa ukuran yang digunakan untuk mengatakan lazimnya?" tanya Otto.

"Namanya lazim itu kan kebiasaan, orang-orang kebiasaan seperti apa," jawab Sarlito.

"Apakah ahli melakukan percobaan?" tanya Otto lagi.

"Tidak, tapi istilah lazim itu umumnya," jawab Sarlito.

Otto menegaskan kembali kalau Sarlito adalah ahli yang diminta pendapatnya dan tetap bertanya apakah orang yang meletakkan paperbag di atas meja patut dicurigai.

"Saya bukan ahli seperti yang diharapkan bapak. Saya nggak mau jawab. Begini, saya dibilang tidak ahli nggak apa-apa, tapi pertanyaannya (pengacara) yang tidak ahli," jawab Sarlito.

(Zulkifli Songyanan/dtc)

BACA JUGA: