JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait tidak diwajibkannya pencantuman nama badan hukum yang bertanggung jawab atas jasa atau barang yang diproduksi dan dipasarkan dalam Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Gugatan uji materi Pasal 4 huruf c dan Pasal 7 huruf a UU Perlindungan Konsumen itu diajukan oleh Samuel Bonaparte, Rida Sjartina, dan Satrio Laskoro.

Para pemohon menilai dalam pembentukan pasal-pasal tersebut, tidak ada itikad baik yang harus dilakukan pelaku usaha, termasuk dalam hal pencantuman maupun pengumuman nama badan hukum yang bertanggung jawab atas jasa atau barang yang diproduksi dan dijualnya. Tidak adanya keharusan pencantuman atau mengumumkan nama badan hukum pelaku usaha itu menyebabkan pihak pemohon mengalami kesulitan saat akan meminta pertanggungjawaban kepada pelaku usaha atas barang yang dipasarkannya.

Namun dalam putusannya, MK menyatakan menolak permohonan tersebut. "Mengadili, menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan  putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/8).

Hakim Manahan Sitompul juga menyatakan, MK berpendapat berdasarkan dalil-dalil pemohon, majelis tidak menemukan pertentangan norma atas ketentuan yang diujikan.

"Hal itu adalah permasalahan implementasi dari pelaksanaan ketentuan perundang-undangan, bukan merupakan permasalahan konstitusional norma UU terhadap UUD 1945," kata Sitompul di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/8).

Majelis menyebutkan, kewajiban pelaku usaha mencantumkan nama dan domisili lengkap pada produk barang atau jasa semuanya telah diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf I UU Perlindungan Konsumen, yang telah dirumuskan dengan  mengacu pada filosofi pembangunan nasional. Pembangunan nasional, termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen, dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
 
Maka UU Perlindungan Konsumen hadir untuk melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat, tanpa harus mematikan usaha para pelaku usaha. Ketentuan itu juga untuk mendorong iklim  berusaha yang sehat, yang mendukung lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan jasa yang berkualitas.

Menurutnya, mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap barang dan jasa yang rusak, tercemar atau menimbulkan kerugian bagi konsumen akibat konsumen mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan  atau pun diperdagangkan telah diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 UU Perlindungan Konsumen. Tanggung jawab itu juga tercantum dalam Pasal 8 Ayat (1) UU tersebut, dimana di dalamnya harus mencantumkan alamat pelaku usaha atau keterangan lain.

TIDAK MELINDUNGI - Sebelumnya para pemohon beralasan Pasal 4 huruf c dan Pasal 7 huruf a  UU Perlindungan Konsumen bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945, yang menjamin perlindungan dan kepastian hukum dan diri pribadi, keluarga dan martabat diri. Sementara dalam Pasal 4 (c), perlindungan konsumen dan hak konsumen, termasuk hak mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi,  jaminan barang dan atau jasa.

Namun dalam pasal tersebut tidak mencantumkan kewajiban pelaku usaha untuk mencantumkan alamat jelas dan domisili pelaku usaha dan badan hukum yang harus bertanggung jawab. Akibatnya pemohon tidak bisa mengetahui pelaku usahanya dengan jelas atas barang dan jasa yang digunakannya, sehingga jika terjadi sesuatu terkait dengan produk yang dijualnya pemohon tidak bisa melakukan penuntutan kepada pihak yang bertanggung jawab atas barang dan jasa dimaksud.

Pemohon sempat mencantumkan sejumlah kasus terkait ketidakjelasan badan hukum dan alamat produsen dan pemberi jasa. Diantaranya saat mereka bersengketa terkait pembelian rumah, saat mereka melakukan gugatan gugatan tersebut dikalahkan karena ketidaksesuaian alamat pihak yang harus bertanggung jawab. Kerugian potensial lainnya saat mereka mengkonsumsi produk makanan waralaba, mereka tidak bisa mengadukan pihak yang bertanggungjawab saat terdapat masalah dengan produk makanan yang mereka jajakan, hal itu karena tidak jelasnya pencantuman pihak yang bertanggung jawab dalam kemasan produk yang dijajakan.  Demikian juga dengan pelayanan parkir dan penggunaan jasa tol, hingga pembelian tiket nonton film premiere.

BACA JUGA: