JAKARTA, GRESNEWS.COM - Berkas Jessica Kumala Wongso tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin akhirnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Persidangan Jessica tinggal menunggu penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Iya, sudah hari ini. Tinggal sekarang nunggu penetapan waktu sidang kapan, kemudian kami hadir laksanakan sidang itu," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto ditemui di Kejaksaan Agung, Rabu (8/6).

Hermanto mengatakan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mendapatkan kendala dalam penyusunan dakwaan terhadap Jessica. JPU siap membuktikan Jessica bersalah dalam kasus ini. Jessica akan diancam dengan ancaman cukup berat yakni Pasal 340 KUHP dan 338 KUPH. Ancaman minimal 15 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.

Pasal 340 KUHP menyatakan: "Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun." Lalu Pasal 338 KUHP menyatakan: "Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun".

"Ancamannya memang cukup berat ya," tambah Hermanto.

Kasie Pidum Kejari Jakpus Agus Setiadi menambahkan berkas dakwaan diserahkan ke pengadilan pukul 12.00 WIB hari ini. "Seluruh tim dari penuntut umum hadir di PN Jakpus," ucap Agus Setiadi, Rabu (8/6).

Agus mengatakan, setelah berkas diserahkan, pengadilan tinggal menunjuk majelis dan jadwal sidang dakwaan. Kemungkinan, 2 pekan lagi sidang kasus kopi beracun ini akan dimulai.

Dia mengatakan, berkas dakwaan Jessica cukup tebal untuk kasus pembunuhan. Jessica didakwa pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati. "Lumayan tebal ini berkasnya, memang ini dakwaan disusun secermat mungkin," ucapnya.

Jessica Kumala Wongso merupakan tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Mirna tewas usai meneguk es Kopi Vietnam di Olivier Cafe, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu 6 Januari 2016 lalu. Diduga, kopi yang diteguk Mirna mengandung racun sianida. Lalu pada 29 Januari 2016 lalu polisi menetapkan Jessica ditetapkan sebagai tersangka.

Jessica kemudian ditahan di rumah tahanan Mapolda Metro Jaya sejak Sabtu 30 Januari 2016 lalu. Sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penahanan terhadap Jessica maksimal dilakukan 120 hari atau berakhir pada 28 Mei. Berkas beberapa kali bolak-balik (P19) karena berkas belum lengkap. Namun tiga hari sebelum masa penahanan berakhir, Kejati DKI menyatakan berkas perkara Jessica Kumala Wongso lengkap atau P21. Hal itu berdasarkan surat Kepala Kejati DKI Jakarta nomor B 3763011/EPP/1052016 tanggal 25 Mei 2016.

"Berkas telah diterima kemudian diteiliti oleh jaksa peneliti dan dinyatakan berkas lengkap atau P21," ujar Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati DKI M Nasrun di Kejati DKI Jakarta, Kamis (26/5).

SINYAL DARI AUSTRALIA - Dalam kasus Jessica, Penyidk Polda Metro juga mengantongi jejak rekam kejahatan dari Australian Federal Police (AFP). Bantuan polisi Australia tersebut ternyata dengan satu syarat. Polisi Australia meminta agar Jessica tak divonis hukuman mati. Syarat tersebut rupanya diamini. Kementerian Hukum dan HAM yang mewakili Indonesia sudah pula meneken kesepakatan soal itu.

Namun Jaksa tak bergeming soal syarat tersebut. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rochmad mengatakan tuntutan atas Jessica akan dilihat dari fakta persidangan. Diakuinya, dilihat dari dakwaan ancaman terhadap Jessica adalah hukuman mati. "Kalau faktanya memang ada perbuatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, tentu hukuman mati," kata Noor Rochmad di Kejaksaan Agung, Rabu (8/6).

Karenanya mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) meminta sidang kasus Jessica ini digelar. Jaksa tak akan bergeming dengan intervensi pihak luar. Kata Noor, tuntutan terhadap Jessica murni hukum.

Sementara kuasa hukum Jessica Kumala Wongso Hidayat Boestam menantang kepolisian membuktikan temuan 37 bukti yang telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Hidayat menilai berkas perkara Jessica yang dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diajukan ke pengadilan (P21) terkesan dipaksakan karena dikeluarkan saat menjelang Jessica dibebaskan dari penahanan oleh Polda Metro Jaya.

Baginya, tak masalah Jessica akan dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu yang paling lama 20 tahun. "Ya silahkan saja, apakah nantinya mau satu kitab didakwakan ke Jessica juga tidak masalah, namun apakah bisa membuktikannya atau tidak," tantang kuasa hukum Jessica lainnya Yudi Wibowo.

TAK BOLEH ADA TAWAR MENAWAR - Bantuan bersyarat Kementerian Kehakiman Australia untuk penanganan perkara Jessica Kumala Wongso agar Jessica tak dihukum mati telah ditampik Kejaksaan. Mahkamah Agung (MA) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman mendukung sikap kejaksaan. Menurut MA hakim yang berhak memutus suatu perkara sehingga tidak bisa diintervensi.

"Secara institusional siapapun nggak berwenang itu urusan hakim. Negara tak bisa menjamin kalau dia tidak akan dihukum hakim," ujar Juru Bicara MA Suhadi, Jumat malam (4/6).

Suhadi menjelaskan, jika terbukti di persidangan melakukan pembunuhan berencana apalagi menggunakan racun, bisa saja hakim memutuskan hukuman mati. "Kalau ada hitam di atas putih kita pertanyakan kan, loh kok bisa menjamin kalau hakim tidak bisa menjatuhkan hukuman mati. Kalau pasalnya kan pembunuhan pakai racun, kalau itu terbukti, biasanya itu pembunuhan berencana karena itu kan tidak seperti senjata yang ditembak, kalau racun kan beli racunnya dulu, menyiapkan bagaimana sarananya, kalau terbukti dan betul tentu pembunuhan berencana," ujar Suhadi.

Dalam menentukan apakah seseorang terancam hukuman mati atau pembunuhan biasa, Suhadi menyebut harus melihat beberapa kualifikasi untuk memenuhi kriteria hukuman mati. Misalnya telah menyiapkan langkah-langkah yang diambil ketika korban mendekat.

Suhadi mencontohkan salah satu perjanjian kedua negara yang tidak bisa menghukum badan misalnya ketika dalam penerapan Undang - Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Dalam UU itu Suhadi menyebut pelaku yang melakukan tindak pidana perikanan di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia bisa dihukum penjara atau berupa hukuman badan. Namun, hukuman itu tergantung kesepakatan antara dua negara yang bertetangga. Bila telah ada kesepakatan dua negara, itu bisa mengikat hakim.

Terkait kasus Jessica, Suhadi belum mengetahui apakah ada perjanjian bilateral terkait hal ini. Namun, bila ada maka perjanjian yang ada akan mengikat hakim. "Saya nggak tahu ada perjanjian bilateral apa enggak, tapi kalau ada perjanjiiannya itu kan terikat, karena perjanjian itu berlaku harus pasti. Kalau tidak ada tertulis, itu kan tidak mengikat hakim," imbuh Suhadi. (dtc)

BACA JUGA: