JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penerapan hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual terus mengundang pro dan kontra. Sejumlah kalangan terus menyuarakan ketidaksetujuan penerapan hukuman pemberatan  yang telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Alasannya hukuman kebiri merupakan bentuk penyiksaan,  sehingga mereka menolak diterapkan sebagai hukum positif.

Salah satu penolakan datang dari pakar seksolog Dr. Boyke Dian Nugraha. Boyke  mengaku tidak setuju dengan langkah pemerintah memberikan hukuman tersebut kepada pelaku kekerasan seksual. "Saya lebih setuju dengan hukuman mati" ujar Boyke   menanggapi pemberlakuan Perppu kebiri, di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Boyke, hukuman tersebut bisa menimbulkan efek jangka panjang yang cukup berbahaya. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari pengebirian, pelaku kekerasan seksual akan timbul hormon-hormon tertentu dalam tubuh pelaku.

"Karena kan disuntik kebiri efek-efeknya laki-laki jadi perempuan, payudara tumbuh, bulu rontok, kemudian otot lemas, jantung lemah bisa terkena serangan jantung, itu bisa depresi dan meninggal," ungkap Boyke.

Selain itu, efek lainnya terjadi terhadap psikologis pelaku kejahatan itu. Para pelaku tersebut mempunyai kemungkinan untuk dendam dan bisa kembali melakukan kejahatan lain selain pelecehan seksual.

Ia justru berpendapat, dari pada  hukuman kebiri lebih baik diganti dengan hukuman mati. "Kalau saya lebih suka hukuman mati, hukuman mati akan lebih manusiawi, dalam arti kata kita tak menyiksa, kalau  gak kita kucilkan dalam satu pulau seperti di Alcatraz. Kemudian mereka direhabilitasi dan pembinaan. Ketimbang dikebiri, tetap saja stigma dan dendam masih ada. Apalagi dikebiri dia makin dendam," tuturnya.

Pendapat ini  menurut Boyke juga sesuai dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang juga menolak hukuman kebiri. "Dokter tidak sepakat dengan suntik kebiri, karena itu bagian dari penyiksaan, artinya para dokter dalam IDI gak setuju, karena itu ada bagian penyiksaan. Masa orang udah sakit, kita bikin sakit lagi," pungkasnya.

Sebelumnya beredar rumor kehadiran Boyke ke KPK dalam rangka membahas adanya potensi korupsi dalam pelaksanaan hukuman kebiri  yang telah diterbitkan pemerintah. Namun Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati membantah rumor tersebut. Menurutnya kehadiran Boyke ke KPK hanya untuk memberikan informasi soal kesehatan. "Tadi pagi ada acara coffee morning untuk internal KPK. Bahas soal kesehatan aja," kata Yuyuk kepada gresnews.com, Selasa (31/5).

Yuyuk menampik jika kedatangan Dr. Boyke untuk membahas  potensi korupsi mengenai hukuman kebiri. Yuyuk bahkan mengakui, pihaknya belum mempunyai kajian mengenai hal tersebut.

PENGGIAT HAM MENOLAK - Penolakan hukuman kebiri sebelumnya juga dilontarkan sejumlah Lembaga pembela HAM. Diantaranya dari ICJR, YLBHI, Mappi UI, PKBI, LBH APIK. Mereka lebih menekankan hukuman terhadap para paedofil adalah rehabilitasi.

Menurut mereka Indonesia telah beberapa kali menyebut kondisi darurat kekerasan seksual. Bahkan sempat pula diterapkan larangan keluar rumah pada jam malam. SBY bahkan pernah mengeluarkan Keppres, terkait perlindungan terhadap kekerasan seksual terhadap anak, pada 2014 . Namun perang itu ternyata berhenti dengan sendiri tanpa ada lagi gaungnya.

Pemerintah justru kerap membuat peraturan yang tidak bertanggung jawab. Misalnya dengan mengeluarkan peraturan seperti kebiri yang kemudian diikuti oleh beberapa pejabat lainnya.

Menurut mereka hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan anak ialah rehabilitasi. Sebab hukuman penjara yang selama ini dilakukan pemerintah belum ditangani secara sistemik. Jika di hilirnya hanya soal penghukuman paedofil, hal itu dinilai tidak akan menyelesaikan masalah, sehingga lebih baik hukumannya direhabilitasi.

Hanya saja selama ini pelaku hanya dipenjara tapi tidak pernah dipikirkan langkah konkritnya. Tidak ada penanganan secara sistemik dan proses rehabilitasinya.

DOKTER HARUS JALANKAN PUTUSAN - Menanggapi sejumlah penolakan ini, Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan IDI sah-sah saja menolak  sebagai pihak pelaksana eksekusi. Namun, jika hakim telah memutuskan dan memerintahkan untuk melakukan eksekusi kebiri, maka dokter tidak bisa menolak.

Namun Johan mengakui sebagai kebijakan yang baru, masih perlu banyak diskusi, bagaimana pelaksanaan UU-nya. Namun ia mengingatkan jika sudah putusan hakim kan harus ada yang mengeksekusi, pasti ada yang ditunjuk.

"Sekarang, kalau orang dihukum mati disuntik, itu sesuai dengan kode etik enggak di IDI?" tanya Johan, Selasa (31/5).

Menurut jika pengadilan telah memutuskan, maka dokter harus melaksanakannya. Sebab apa yang diputuskan oleh hukum wajib dilaksanakan. (dtc)

BACA JUGA: