JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mendesak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak yang salah satunya memuat aturan tentang pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak segera diterbitkan. Kejaksaan menyebut Indonesia  saat ini sudah masuk dalam kategori darurat kekerasan seksual. Untuk itu perlu ada terobosan untuk mengakhiri kejahatan seksual ini.

"Perlu kalian tahu, kita yang usulkan pengebirian itu," kata Jaksa Agung Mohamad Prasetyo saat ditanya soal kelanjutan penyusunan  Perppu Kebiri di Kejaksaan Agung, Jumat (20/5).

Prasetyo menilai penerbitan Perppu tersebut perlu dipercepat, untuk membuat jera para pelakunya. Kejaksaan juga mengaku telah siap untuk menerapkan aturan tersebut. Untuk itu ia berharap pembahasan Perppu Kebiri di DPR tidak bertele-tele dan segera diundangkan. Sebab itu sesuai keinginan dan harapan Presiden Joko Widodo.

Saat ini draf Perppu Kebiri sudah diterima Sekretaris Negara. Setelah ditandatangani Presiden akan dibawa ke DPR untuk mendapat persetujuan para wakil rakyat.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris meminta penegak hukum mulai dari polisi, jaksa dan hakim berani membuat terobosan hukum dalam mengadili pelaku pemerkosaan anak. Opsinya pelaku dihukum mati dan paling ringan hukuman seumur hidup. Seperti dalam kasus kekerasan seksual di Kediri yang dilakukan seorang pengusaha bernama Soni Sandra.

"Saya minta negara bergerak cepat untuk segera memenuhi hak-hak korban. Kasus Kediri ini saya harap membuat pemerintah lebih cepat lagi menerbitkan Perppu Kebiri, segera merevisi UU Perlindungan anak, dan segera merampungkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," kata Fahira.

KEJAHATAN KEMANUSIAAN - Dalam kasus kekerasan seksual di Kediri yang melibatkan pengusaha Sony Sandra Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kediri memvonis Sony Sandra dengan hukuman penjara selama sembilan tahun dan denda Rp250 juta.

Ia dinilai bersalah melakukan tindak pidana, tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan membujuk anak melakukan persetubuhan. Terdakwa telah melanggar UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Jika denda Rp250 juta itu tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama empat bulan.

Fahira menyayangkan putusan tersebut. Menurutnya kasus dugaan perkosaan terhadap 58 anak sudah masuk kategori kejahatan kemanusiaan. Karena ada 58 anak yang hak asasinya sebagai manusia diinjak-injak.

"Ini sudah perbudakan seksual, tidak hanya diperkosa, anak-anak ini dan keluarganya diancam keselamatan, dibuat takut, psikologisnya ditindas oleh pelaku dengan kekuasaannya. Ini sudah pelanggaran HAM berat, kejahatan kemanusian," kata Fahira dalam keterangannya yang diterima gresnews.com.

Menurut Fahira, apa yang dilakukan pemerkosa anak ini sudah melecehkan negara karena dilakukan dengan mudah, berulang-ulang, dan dengan cara yang biadab karena diduga setiap anak yang diperkosa dipaksa memakan obat memberi efek pusing, mual, gemetar sampai dengan pingsan, serta mencabuli dua sampai tiga korban secara bergantian di dalam satu kamar. Korban dan keluarganya yang hendak melapor juga diduga diancam keselamatannya oleh pelaku. Bahkan banyak korban yang putus asa dan dikeluarkan dari sekolah.

"Andai ada hukuman yang lebih berat dari hukuman mati, orang kayak gini pantas menerimanya. Saya lebih memilih HAM pemerkosa-pemerkosa anak seperti ini yang dilanggar demi keselamatan anak-anak kita," tegas Wakil Ketua Komite III DPD ini.

BACA JUGA: