JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua buronan dalam kasus berbeda akhirnya dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat. Mereka adalah Samadikun Hartono, terpidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Hartawan Aluwi, terpidana kasus penipuan dan pencucian uang nasabah Bank Century.

Sama-sama berstatus buronan namun saat ditangkap dan eksekusi mendapat perlakuan berbeda. Perbedaan terlihat sejak tiba di Indonesia. Samadikun tiba dengan pesawat khusus dan mendapat "penyambutan hangat". Berbeda dengan perlakuan yang didapatkan Hartawan. Ia dibawa dengan pesawat komersial dengan tangan terborgol. Termasuk saat akan dieksekusi ke Rutan Salemba oleh jaksa eksekutor, Hartawan terlihat menunduk dan tidak merespons saat wartawan menanyakan kasus penipuan yang dilakukannya.

Kepada wartawan seusai serah terima terpidana, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rochmad mengatakan eksekusi terhadap Hartawan dilakukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis secara in absentia empat tahun penjara. "Sore ini juga jaksa eksekutor yaitu Kepala Seksi Pidana Umum dari Kejari Jakpus akan segera membawa ke Salemba untuk menjalani hukumannya," kata Noor Rochmad di Kejaksaan Agung, Jumat (22/4).

Perlakuan berbeda dua buronan ini sontak mendapat sorotan dari Komisi III DPR. Diantaranya dari politisi Gerindra Andi Atgas. Andi mengkritik perlakuan terhadap Samadikun yang diistimewakan itu.

Namun Kejaksaan Agung langsung menampiknya. Tidak ada yang mengistimewakan terpidana Samadikun. "Tidak, tidak ada keistimewaan apa pun karena dari sana yang membawa kan Badan Intelijen Negara (BIN) ya," ujar Kapuspenkum Kejagung Amir Yanto, di Kejaksaan Agung, Jakarta.

Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara, Dradjad Hari Wibowo, juga membantah ada perlakuan istimewa terhadap Samadikun. 

Drajad menyampaikan Samadikun tak diborgol karena BIN tidak memiliki kewenangan untuk menangkap. "BIN kan dilarang menangkap orang," kata Drajad dalam keterangannya tertulisnya kepada wartawan, Jumat (22/4).

DEPORTASI VS EKSTRADISI - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan alasan penangkapan Hartawan di Singapura. Salah satunya karena permanent resident Hartawan di Singapura dicabut pada Februari 2016.

"Dengan status permanent resident dicabut pada akhirnya Hartawan dari aspek kewarganegaraan dapat dikatakan ilegal," kata Boy.

Bareskrim Polri kemudian melakukan langkah-langkah koordinasi dengan otoritas Singapura. Pemerintah Singapura kemudian mendeportasi Hartawan dan diterima Bareskrim di pesawat menuju Jakarta.

Hartawan sejak 2008 sudah meninggalkan Indonesia dan tinggal di Singapura. Hartawan merupakan komisaris dan pemegang saham PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia. Pada 6 Agustus 2015, lewat sidang in absentia, ia divonis penjara 14 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dia dinyatakan terbukti melanggar Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan. Putusan tersebut teregistrasi dengan Nomor 1836/Pid-B/2015/PN JKT PST. Hartawan Aluwi juga didenda Rp10 miliar akibat perbuatannya atau subsider 6 bulan kurungan.

Hartawan menilep uang nasabah Bank Century Rp1,378 triliun. Uang itu masuk ke kantong tiga pemegang saham bank dan PT Antaboga Deltasekuritas. Hartawan Aluwi paling banyak mengantongi dana nasabah. Robert Tantular menikmati Rp276 miliar, Anton Tantular dan grup sebanyak Rp248 miliar dan Hartawan Aluwi sebanyak Rp853 miliar.

Jumlah nasabah Bank Century yang ditipu mencapai 5.000 orang yang membeli produk Antaboga dari 62 cabang bank di seluruh Indonesia.

Bagaimana dengan Samadikun? Samadikun merupakan salah satu buronan paling dicari oleh pemerintah Indonesia setelah kabur ke luar negeri. Perlu 13 tahun aparat pemerintah memburunya.

Samadikun ditenggarai selalu berpindah-pindah tempat, di antaranya Malaysia, Singapura, Tiongkok, hingga Australia agar tidak terendus kejaran aparat yang memburunya. Akhirnya Samadikun ditangkap saat hendak menonton balapan jet darat F-1 di Shanghai oleh otoritas Tiongkok. Samadikun kemudian diekstradisi ke Indonesia.

Seperti diketahui, pengadilan telah memvonisnya bersalah menyalahgunakan dana talangan BLBI sekitar Rp2,5 triliun untuk Bank Modern saat krisis keuangan tahun 1998. Samadikun adalah Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk.

Akibat ulah Samadikun tersebut negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp169 miliar sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA) pada 28 Mei 2003, dengan vonis 4 tahun penjara. Namun Samadikun belum menjalani hukuman tersebut karena berhasil melarikan diri sejak 2003 dan lolos dari kejaran Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Aset Terpidana.

BACA JUGA: