JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi III DPR meminta Kejaksaan Agung lebih trengginas memburu buronan kasus korupsi khususnya obligor BLBI yang ada di luar negeri, menyusul ditangkapnya Samadikun Hartono. Rekomendasi itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung Mohammad Prasetyo, Kamis (21/4).

Setelah ditangkap aparat otoritas Tiongkok atas permintaan Badan Intelijen Negara (BIN), Samadikun dipastikan akan tiba dari Tiongkok pada Kamis (21/4) malam. Sebelumnya terjadi negosiasi antara pemerintah dengan otoritas Tiongkok. Salah satunya soal barter tahanan teroris dari Suku Uighur meskipun akhirnya tidak dipenuhi oleh Indonesia.

Hampir semua fraksi menyampaikan apresiasi atas langkah pemerintah mengejar para buronan koruptor yang selama beberapa periode pemerintahan tak tersentuh. Salah satunya datang dari Golkar yang diwakili Bambang Soesatyo. Bambang yang juga Ketua Komisi III itu berharap perburuan buronan koruptor yang puluhan tahun berada di luar negeri itu lebih diintensifkan.

"Kami ingin kejaksaan terus tancap gas memulangkan para buronan yang sudah puluhan tahun di luar negeri, terutama debitur BLBI," kata Bambang di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).

Dia menyebut meski buron dan bermukim di luar negeri, ternyata para terpidana korupsi itu masih bisa membangun dan memiliki tangan-tangan di Indonesia. Mereka membangun imperium bisnis di dalam negeri. Jaksa diharapkan jeli menelisik keberadaan mereka. Bahkan jejaring bisnis mereka telah banyak diketahui masyarakat.

"Kami dan rakyat tahu bahwa mereka punya jaringan untuk membangun imperium bisnis di Indonesia yang dikendalikan dari luar. Untuk itu saya minta jaksa agung tidak sering-sering tutup mata," sindir Bambang.

Para obligor BLBI memang terus menancapkan bisnisnya di Indonesia meskipun tidak berada di Indonesia. Salah satunya Sjamsul Nursalim yang merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Bisnisnya tetap menggurita di Indonesia meski buron dan keberadaannya tak diketahui.

Kasus itu bermula adanya dugaan penyalahgunaan dana BLBI yang dikucurkan kepada sejumlah bank di Indonesia. Dalam proses penyidikan, Kejagung menetapkan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus penyalahgunaan dana BLBI dan bahkan telah diterbitkan surat penahanan.

Namun upaya penahanan Sjamsul gagal, karena Jaksa Agung Marzuki Darusman kala itu mengabulkan permohonan izin berobat Sjamsul ke Kokura Memorial Hospital, Osaka, Jepang, selama tiga minggu. Usai berobat, Sjamsul malah bersembunyi di Singapura sampai Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk Sjamsul.

Penangkapan Samadikun memang jadi pecut Kejaksaan Agung untuk kembali mengejar para buronan lain. Prasetyo  langsung menebar ancaman kepada buronan kasus BLBI yang belum menyerahkan diri. Mereka bakal diburu di mana pun dan sampai kapan pun.

Kata Prasetyo, ketika buronan divonis bersalah dan dipidana maka hukuman harus dilaksanakan. Mereka harus dipulangkan ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkannya.

Prasetyo pun menegaskan, Tim Pemburu Koruptor akan menggunakan segala cara, mulai dari meminta bantuan Interpol hingga kerjasama hukum (ekstradisi) dengan negara yang diduga jadi tempat pelarian. "Kita akan kejar tapi bertahap. (Samadikun) Ini kita eksekusi dulu," jelas Prasetyo.

Beberapa nama buronan BLBI yang saat ini masih berada di luar negeri diantaranya Eko Adi Putranto selaku eks komisaris Bank Harapan Sentosa (BHS) dan Sherly Konjogian sebagai bekas Direktur Kredit BHS, divonis 20 tahun penjara. Eko melarikan diri ke Australia dan masih buron. Untuk Sherly telah ditangkap Kejaksaan Agung, pada 2012.

Lalu ada Bambang Sutrisno, bos Bank Surya. Dia bersama Adrian Kiki Ariawan dihukum penjara seumur hidup. Namun Bambang melarikan diri ke Singapura dan masih buron. Sementara Januari 2014, Adrian Kiki yang sempat kabur ke Australia akhirnya diekstradisi dan ditahan di LP Cipinang.

Buronan lainnya adalah bekas pemilik Bank Pelita Agus Anwar dan Alexander PP. Keduanya melarikan diri saat kasus ini masih dalam proses pengadilan. Kemudian Atang Latief dari Bank Indonesia Raya (Bank Bira). Dia melarikan diri ke Singapura tahun 2000 sebelum kasusnya disidangkan. Dia diduga menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp351 miliar.

Lainnya adalah Edy Tansil dan Joko Tjandra yang ditengarai telah menjadi warga negara setempat. Edy Tansil keberadaannya pada 2013 terdeteksi di Tiongkok. Lalu Joko Tjandra terdeteksi di Papua Nugini.

ASETNYA DISITA - Prasetyo telah memerintahkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) untuk melakukan penelusuran aset-aset milik Samadikun yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Apalagi terpidana ini ditengarai tinggal di Apartemen Beverly Hills Singapura dan punya pabrik film di China dan Vietnam.

Semua aset nantinya akan disita oleh jaksa eksekutor. "Tentunya seperti itu, itu bagian dari eksekusi karena kerugian negaranya Rp169 miliar," jelas Prasetyo.

Seperti diketahui, Pengadilan telah memvonis Samadikun bersalah menyalahgunakan dana talangan BLBI sekitar Rp2,5 triliun untuk Bank Modern saat krisis keuangan terjadi pada 1998. Samadikun adalah komisaris utama PT Bank Modern Tbk. Samadikun divonis empat tahun penjara. Namun Samadikun belum menjalani hukuman tersebut karena berhasil melarikan diri sejak 2003 dan lolos dari kejaran Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Aset Terpidana.

Samadikun diduga selalu berpindah-pindah tempat, di antaranya Malaysia, Singapura, Tiongkok, hingga Australia agar tidak terendus kejaran aparat yang memburunya. Akhirnya Samadikun ditangkap saat hendak menonton balapan jet darat F-1 di Shanghai.

BACA JUGA: