JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemulangan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono dari Tiongkok diprediksi bakal alot. Sebab beredar informasi pemerintah Tiongkok tak akan menyerahkan begitu saja buronan yang telah kabur 13 tahun lamanya itu kepada pemerintah Indonesia. Tiongkok disebut-sebut memberikan sejumlah syarat untuk menyerahkan Samadikun. Salah satu yang diduga akan diminta pihak Tiongkok sebagai barter adalah terpidana terorisme dari Suku Uighur Tiongkok.

Meski adanya proses barter buronan ini tidak diakui secara terbuka oleh pemerintah Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly menyebut ada syarat yang diajukan pemerintah Tiongkok sehubungan dengan permintaan ekstradisi buronan Samadikun. Namun Yasonna enggan menyebutkan permintaan yang diajukan Tiongkok kepada Indonesia untuk segera mengekstradisi Samadikun yang saat ini dalam pengamanan Tiongkok.

Yasonna meminta wartawan menanyakannya kepada Jaksa Agung Mohammad Prasetyo, soal syarat yang diminta pemerintah Tiongkok itu. Namun Prasetyo sendiri menyatakan bahwa pemulangan Samadikun tidak ada barter terpidana dari Indonesia. Menurut Prasetyo, ekstradisi terhadap mantan Presiden Komisaris Bank Modern itu masih dalan proses. Dia hanya menegaskan, ekstradisi Samadikun dari Tiongkok memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Kita punya (perjanjian) ekstradisi dengan mereka, dengan adanya perjanjian tentunya tidak ada pilihan lain bagi siapa pun untuk tidak memberikan bantuan bila diperlukan kepada kita," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Selasa (19/4).

Hanya saja gelagat tukar menukar tahanan itu tampak jelas. Sebab sejak awal penangkapan warga Uighur pihak pemerintah Tiongkok telah meminta pemerintah menyerahkan warga negaranya itu. Namun saat itu pemerintah Indonesia berdalih akan menyerahkan sejumlah warga Uighur setelah mereka menjalani proses peradilan di Indonesia.

Seperti diketahui Kepolisian Indonesia pada September 2014 menangkap empat orang Suku Uighur yang mencoba bergabung dengan jaringan teroris kelompok Santoso.  Mereka ditangkap di Kabupaten Moutong Parigi, Sulawesi Tengah, pada September 2014.

Setahun kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memutus bersalah empat warga etnis Uighur itu karena melakukan tindak terorisme dengan bergabung ke kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso. Namanya Ahmed Bozoglan. Dia dihukum enam tahun penjara. Tiga rekannya yaitu Ahmet Mahmut, 20, Altinci Bayram, 29, dan Tuzer Abdul Basit, 23, sebelumnya telah dihukum enam tahun penjara setelah dinyatakan bersalah melakukan "konspirasi jahat".

Pemerintah Tiongkok sejatinya memahami jika Samadikun tersangkut hukum dan harus segera menjalani proses hukum di Indonesia. Prasetyo juga mengaku belum bisa memberikan kepastian Samadikun dipulangkan ke Indonesia. Saat ini Tim Pemburu Koruptor dibantu Kementerian Luar Negeri terus melakukan komunikasi.

"(Tiongkok) sudah koordinasi dengan kita membicarakan secara intensif  bagaimana mekanisme pemulangannya," jelas Prasetyo.

LACAK ASET - Seperti diketahui, Samadikun merupakan salah satu buronan paling dicari oleh pemerintah Indonesia setelah dinyatakan bersalah. Pengadilan telah memvonisnya bersalah menyalahgunakan dana talangan BLBI sekitar Rp2,5 triliun untuk Bank Modern saat krisis keuangan tahun 1998. Samadikun adalah Komisaris Utama PT. Bank Modern Tbk.

Akibat ulah Samadikun tersebut negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp169 miliar sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA), tanggal 28 Mei 2003, dengan vonis 4 tahun penjara. Namun Samadikun belum menjalani hukuman tersebut karena berhasil melarikan diri sejak tahun 2003 dan lolos dari kejaran Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Aset Terpidana.

Samadikun ditenggarai selalu berpindah-pindah tempat, di antaranya Malaysia, Singapura, Tiongkok, hingga Australia agar tidak terendus kejaran aparat yang memburunya. Akhirnya Samadikun ditangkap saat hendak menonton balapan Formula 1 di Shanghai.

Samadikun harus menjalani proses hukum. Selain menjebloskannya ke dalam penjara, aset-aset Samadikun harus disita oleh Kejaksaan Agung. Apalagi terpidana ini ditengarai tinggal di Apartemen Beverly Hills Singapura dan punya pabrik film di China dan Vietnam.

Jaksa Agung mengaku Tim Pemburu Koruptor Kejaksaan tengah mengidentifikasi dan menelusuri sejumlah asetnya. Diharapkan Samadikun kooperatif untuk menjelaskan soal aset-asetnya. "Kita minta dia (Samadikun) jujur dan berikan keterangan sehingga tidak menyulitkan penyelesaian perkaranya," kata Prasetyo.

Prasetyo juga berjanji akan memastikan Samadikun menjalankan semua proses hukum sesuai putusan MA. Termasuk menyita semua asetnya jika dia tidak membayar uang pengganti.

BURONAN LAIN  -  Selain Samadikun masih ada buronan BLBI lainnya di luar negeri. Mereka adalah Eko Adi Putranto selaku eks komisaris Bank Harapan Sentosa (BHS) dan Sherly Konjogian sebagai bekas Direktur Kredit BHS, divonis 20 tahun. Eko melarikan diri ke Australia dan masih buron hingga saat ini. Untuk Sherly telah ditangkap Kejaksaan Agung, pada 2012 lalu.

Lalu ada Bambang Sutrisno, bos Bank Surya. Dia bersama  Adrian Kiki Ariawan  dihukum seumur hidup. Namun Bambang yang merupakan bos bank tersebut melarikan diri ke Singapura dan masih buron hingg kini. Sementara Januari 2014, Adrian Kiki sebagai bekas Direktur Utama yang sempat kabur ke Australia akhirnya diekstradisi dan saat ini ditahan di LP Cipinang.

Buronan lainnya adalah bekas pemilik Bank Pelita Agus Anwar dan Alexander PP. Keduanya melarikan diri saat kasus ini masih dalam proses pengadilan. Kemudian Atang Latief dari Bank Indonesia Raya (Bank Bira). Dia melarikan diri ke Singapura sejak tahun 2000 sebelum kasusnya disidangkan. Dia diduga menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 351 miliar.

Nama dalam daftar DPO  Interpol lainnya adalah Edy Tansil dan Joko Tjandra yang kabur ke Papua Nugini ditenggarai telah menjadi warga negara setempat. Sementara Edy Tansil keberadaannya pada 2013 terdeteksi di Tiongkok.

Prasetyo menyatakan tertangkapnya Samadikun bakal jadi pemicu semangat Tim Pemburu Koruptor untuk menemukannya. "Buronan kita masih banyak di luar negeri itu ada Edi Tansil, Djoko Tjandra. Semuanya sedang dicari, ini perlu waktu karena ada negara yang sudah ada perjanjian ekstradisi dengan kita, ada yang tidak, ini kan perlu waktu," kata Prasetyo.

BACA JUGA: