JAKARTA, GRESNEWS.COM –  Pengusutan kasus cessie Bank Bali yang telah mangkrak selama 13 tahun di Kejaksaan Agung (Kejagung) kini kembali diungkit. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk meminta penyelidikan kasus tersebut dilanjutkan.

Gugatan praperadilan yang didaftarkan dengan Nomor 32/PID.PRAP/2016/PN.Jaksel itu juga dimaksudkan agar skenario besar (grand design) di balik pengendapan kasus oleh Kejagung itu diungkap. Koordinator MAKI Boyamin Saiman seusai persidangan dengan agenda pembuktian dan mendengar kesaksian ahli menyatakan, Kejagung seharusnya tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus Bank Bali.

"Kalau gugatan ini dipahami secara netral, bisa saja nanti kalau menurut jaksa tidak ada alat bukti atau bukan perbuatan pidana kemudian dihentikan, jangan digantungkan," ujar Boyamin kepada wartawan di PN Jakarta Selatan Jl Ampera, Jakarta Selatan, Rabu (6/4).

Kasus cessie atau pengalihan piutang dari Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang merugikan negara senilai Rp904,64 miliar itu terjadi pada tahun 1999 dan sudah ditangani Kejagung sejak tahun 2001. Namun dalam pengusutan itu, dua tersangka, yakni Tanri Abeng dan Rudi Ramli, perkaranya tak pernah dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan tersangka lainnya, seperti Syahril Sabirin dan Pande Lubis sudah divonis bersalah dan menjalani hukuman penjara. Sementara Djoko Tjandra meskipun sudah divonis dua tahun penjara sampai saat ini belum bisa dieksekusi karena berstatus buron.

Sementara itu, dalam pertimbangan hakim pada putusan Peninjauan Kembali (PK) atas terdakwa Syahril Sabirin menyertakan nama Tanri Abeng dan Setya Novanto secara bersama-sama dan berlanjut melakukan tindak pidana korupsi.

Boyamin menilai Kejagung masih setengah hati menyelesaikan kasus cessie Bank Bali. Dalam penilaiannya, ada ketakutan pihak tertentu karena akan mengungkap skenario besar politik para pihak yang "bermain" di balik kasus tersebut.

Menurut Boyamin, kalau kasus ini terbongkar semua jadi terungkap skenario besar politiknya. Bisa saja ada penggalangan dana menjelang Pilpres 1999. Demikian juga dalam kasus Bank Century. "Makanya saya gugat, supaya tidak main-main pemerintah ke depan. Dan Djoko Tjandra belum ditangkap, artinya pemulihan kerugian negara belum maksimal," kata Boyamin.

Selain menyoroti soal tersangka yang masih belum tentu kejelasannya, Boyamin juga menilai pengembalian kerugian negara senilai Rp904,04 miliar belum sepenuhnya selesai. Dari total kerugian itu, baru separuhnya yang bisa dirampas oleh negara. Sedangkan selebihnya sampai sekarang belum ada kejelasan ke mana uang tersebut.

Terkait materi gugatan MAKI soal mandegnya kasus Tanri Abeng selama 13 tahun, pihak termohon melalui kuasa hukumnya, Rudi Prabowo, masih enggan berkomentar. "Itu materi, kita tidak komentari. Besok akan kita jawab," kata Rudi.
PERKARA HARUS DILANJUTKAN - Sementara itu saksi ahli hukum pidana dari Universitas Tarumanegara Hery Firmansyah menyatakan Kejaksaan sudah cukup bukti untuk melanjutkan proses hukum Tanri Abeng yang selama 13 tahun masih menggantung. Menurut Hery, justu menjadi aneh jika dalam kasus pidana yang sama, ada tersangka yang telah divonis, sedangkan tersangka lain tidak.  

"Kalau bicara soal tersangka bersama dalam putusan menyinggung deelneming menjadi aneh ada pelaku tindak pidana lebih dari satu. Satunya bersalah lainnya ada yang di-SP3 (penghentian penyidikan), ada pula yang sampai sekarang tersangkanya tidak diteruskan," kata Hery,  usai persidangan.

Proses ini, lanjut Hery,  tinggal dilanjutkan hanya menunggu "urut kacang" saja siapa selanjutnya. Jika tidak memenuhi, sesuai Pasal 76 KUHP atau Pasal 9 dan Pasal 140  tentang hak menghentikan penuntutan maka penyidik bisa saja menghentikan. Tapi karena terdakwanya ada, tidak nebis in idem dan tidak daluarsa juga,  maka seharusnya kasus tersebut ditindaklanjuti oleh Kejagung bukan menghentikan.

Meskipun Kejagung tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dengan sikap Kejagung yang tidak menindaklanjuti, ia menyimpulkan  Kejagung telah menghentikan penyidikan secara materil.

"Kalau selama 13 tahun Kejagung tidak melanjutkan maka dapat ditafsirkan menghentikan secara materil dan subjektif. Selama 13 tahun diambangkan tanpa ada upaya menjelaskan kepada publik," ujarnya.

Selain itu, Hery juga menyebut terbuka kemungkinan untuk kembali mempersoalkan SP3 terhadap Setya Novanto. Menurut Hery, jika ada pelaku dinyatakan bersalah dalam konteks tindak pidana yang mengikutsertakan dapat dipastikan diproses secara hukum. "Jangan sampai penegakan hukum menjadi transaksional. Dan tugas kita mengawal itu karena korban dari kerugian negara itu adalah masyarakat," jelas Hery.

Saksi ahli lainnya, mantan kepala Penyidik Bareskrim Polri Simson Munthe, juga menodorong Kejaksaan Agung berani mengambil sikap dalam kasus cessie Bank Bali. "Kalau memang tidak ada tindak pidana Kejagung harus berani mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan, SP3," ujarnya.

Meski begitu, Simson menilai,  mengacu pada pertimbangan hakim pada putusan PK Syahril Sabirin sebenarnya sudah tidak ada alasan untuk tidak menindaklanjuti kasus tersebut. Sebab dalam pertimbangan itu juga disebutkan perbuatan pidana bersama-sama dengan perannya masing-masing.

"Orang dia bersama-sama diajukan ke dalam dakwaan perannya masing-masing ada. Kurang bukti apa? Lengkap semua buktinya," kata Simson.

Simson juga sepakat,  terbuka kemungkinan untuk menggugat SP3 Setya Novanto. "Harus dibuka lagi. Mereka harus disidang lagi," tutur Simson.

BACA JUGA: