JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino makin tersudut terkait dua kasus dugaan korupsi. Pertama kasus pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua kasus pengadaan mobile crane yang disidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Pada kasus QCC, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK. Putusan gugatan dibacakan hakim tunggal Udjiati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dengan demikian tak ada lagi sandungan KPK untuk menyeret Lino ke pengadilan. Bahkan dalam pekan ini, penyidik akan segera memanggil Lino untuk diperiksa sebagai tersangka.

"Minggu ini akan kita ekspose untuk melakukan pemeriksaan kepada tersangka RJL," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/1).

Basaria juga mengungkapkan, jika pertimbangan penyidik perlu dilakukan penahanan terhadal Lino maka hal tersebut akan dilakukan. Penahanan dilakukan jika tersangka tidak kooperatif dan menghambat penyidikan.

Dalam putusannya, hakim tunggal Udjiati menolak seluruh seluruhnya gugatan Lino. Penetapan tersangka yang dilakukan KPK dianggap sah. Tidak ada alasan untuk menggugurkan penetapan tersangka Lino.

"Dalam pokok perkara, tidak dapat diterima seluruhnya dan membebankan biaya kepada pemohon sebanyak nihil," kata hakim Udjiati membacakan putusan.

Hakim Udjiati mengenyampingkan semua keterangan ahli baik dari pihak Lino dan KPK. Keterangan ahli nilai hakim telah masuk pokok perkara.

RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan 3 QCC pada tahun 2010. Lino dianggap menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi.

Menanggapi putusan praperadilan, Kuasa hukum Lino, Maqdir Ismail menilai putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Udjianti mengancam sistem peradilan pidana di Indonesia karena memungkinkan semua orang bisa ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada bukti permulaan yang cukup.

Maqdir berpendapat putusan tersebut mengesampingkan hal-hal yang menunjukkan penetapan Lino sebagai tersangka tidak sah secara hukum. Salah satunya hakim mengesampingkan fakta soal tidak adanya penghitungan kerugian negara sebelum penetapan RJ Lino sebagai tersangka.

Menurut Maqdir penghitungan kerugian negara adalah bukti ada atau tidaknya unsur pidana. Sementara, dalam perkara kliennya, pihak KPK belum memiliki penghitungan kerugian negara sebelum penetapan tersangka.

"Menurut hemat kami, orang itu tidak sah ditetapkan sebagai tersangka apabila tidak ada bukti permulaan berkenaan dengan unsur-unsur dari pasal yang ingin ditersangkakan. Jadi putusan ini tidak tepat," ujar Maqdir.

Maqdir mengaku masih akan mendiskusikan putusan praperadilan dengan kliennya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Maqdir menyatakan tak takut untuk membuktikannya di pengadilan nanti.


KASUS MOBILE CRANE - Lino memang kian terhimpit. Setelah KPK makin mantap menyeret Lino dalam kasus QCC setelah gugatan praperadilannya ditolak, Bareskrim juga kian pede mengungkap kasus pengadaan mobile crane. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan hasil audit investigatif kerugian negara kasus mobile crane.

Hasilnya, BPK menemukan kerugian negaranya pengadaan mobile crane sebesar Rp37 miliar. Hal tersebut disampaikan Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Kombes Agung Setya.

"BPK RI telah mengirimkan hasil audit investigatif perkara Pelindo II dengan total kerugian negara atas pengadaan 10 Mobil Crane sebesar Rp37.970.277.778," katanya di Bareskrim Polri.

Dalam kasus ini, Bareskrim telah menetapkan satu tersangka Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Noerlan. Agung mengungkapkan hasil audit ini merupakan temuan perbuatan melawan hukum pengadaan mobile crane di Pelindo II. Penyidik akan segera melengkapi berkas tersangka untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Penyidik masih membidik tersangka lain. Termasuk Lino. Dalam kasus ini Lino masih berstatus saksi meskipun empat kali dimintai keterangan. Dalam kesaksiannya Lino mengatakan, pengadaan tersebut sesuai prosedur dan tidak ada kerugian negaranya. Namun dengan hasil penghitungan kerugian negara dari BPK ini menegaskan jika pengadaan ini bermasalah. Membantah apa yang disampaikan Lino.

BIKIN GADUH - Upaya penegak hukum membongkar korupsi Pelindo II ini sempat membuat gaduh. Penggeledahan kantor RJ Lino mendapatkan penentangan. Bahkan Lino mengancam mundur saat menelpon  Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil.

Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan saat itu meminta penegak hukum untuk tidak gaduh. Pemberantasan korupsi, menurutnya, mesti dilakukan tapi tanpa membuat gaduh. Luhut pun pernah mengingatkan Polri, sebagai lembaga penegak hukum untuk tidak sembarangan dan berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam kasus ekonomi.

Namun Bareskrim tak mundur. Bahkan pejabat Pelindo II ditetapkan tersangka. Tak lama kemudian, Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso digeser menjadi Kepala BNN. Budi Waseso diganti Komjen Anang Iskandar.

BACA JUGA: