JAKARTA, GRESNEWS.COM - Para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia resah atas meningkatnya tarif layanan jasa peti kemas. Kadin meminta PT Pelindo II (Persero) untuk mencabut Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II (Persero) Nomor HK.568/23/2/1/PI.II tentang kenaikan tarif pelayanan jasa peti kemas pada terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok karena mengakibatkan kenaikan biaya logistik. Sementara pihak Pelindo II menegaskan kenaikan tarif ini untuk memperbaiki waktu tunggu bongkar muat kapal alias dwelling time.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi menjelaskan pengenaan tarif yang diberlakukan dalam kebijakan tersebut adalah pengenaan tarif progresif sebesar 900 persen kepada pengguna jasa pelabuhan. Pengenaan tarif progresif tersebut dikenakan pada hari kedua dalam pengerjaan bongkar muat kapal. Pada hari pertama tidak dipungut tarif pelayanan jasa, baru ketika memasuki hari kedua dan seterusnya, dihitung per hari sebesar 900 persen dari tarif dasar.

Dia mengungkapkan sebelum pemberlakuan tarif progresif sebesar 900 persen, Pelindo II menerapkan kebijakan untuk tiga hari pertama masih dikenakan bebas biaya, hari keempat dikenakan 500 persen, hari ketujuh dipungut 750 persen. Menurutnya kebijakan tersebut tidak dipermasalahkan oleh pengguna jasa, namun dengan adanya kebijakan tarif progresif sebesar 900 persen sangat membebani para pengguna jasa.

Apalagi dalam pekerjaan bongkar muat peti kemas oleh Pelindo II memakan waktu selama 4 sampai 5 jam. Rata-rata waktu kedatangan kapal pukul 22.00 sampai 23.00, ketika melewati pukul 00.00 maka pengguna jasa sudah dikenakan tarif progresif. Ketika sudah dikenakan tarif progresif, para pengguna jasa juga akan dikenakan penalti atas penumpukan barang.

"Jadi sudah naik tinggi tarifnya, lalu kita juga dikenakan penalti atau denda," kata Rico, Jakarta, Kamis (17/3).

Dia menjelaskan kebijakan Direksi Pelindo II tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117 Tahun 2015 tentang Relokasi Barang atau Peti Kemas di Tanjung Priok. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pemilik barang atau importir mendapatkan kelonggaran menumpuk barang di pelabuhan selama tiga hari. Menurutnya dengan adanya peraturan tersebut, peraturan Direksi Pelindo II tidak sinkron dan tidak sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.

Jikalau Pelindo II ingin menurunkan masa waktu bongkar muat kapal (dwelling time) bukan dengan menaikan tarif karena akan membuat biaya logistik menjadi mahal. Dwelling time bisa turun dengan simplifikasi aturan, bangun infrastruktur dan lain-lain. Disatu sisi dengan adanya dominasi penguasaan infrastruktur pelayanan publik oleh satu perusahaan BUMN memicu persaingan tidak sehat. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan swasta dalam pengelolaan pelabuhan. "Dampak pemberlakuan tersebut sudah dirasakan pengusaha," kata Rico.

PENGUSAHA PROTES KERAS - Oleh karena itu, Rico mengatakan pihaknya akan mengambil langkah-langkah yang efektif dan melakukan pengaduan secara resmi kepada Presiden Joko Widodo. Protes keras tersebut dilayangkan setelah mendengar keluhan dan konsolidasi serta kajian mendalam dengan 15 aosiasi pengguna jasa pelabuhan. 15 asosiasi tersebut terdiri dari AISI, GAIKINDO, APBI-BAN, APRISINDO, API, GPEI, HKI, APINDO, GB-Elektronika, APJP, ALI, APSYFi, AMKRI, dan Gakeslab.

Menurutnya asosiasi-asosiasi tersebut sepakat bahwa penerapan tarif progresif 900 persen pada hari kedua setelah kapal sandar di pelabuhan akan mengakibatkan kenaikan biaya logistik. Kebijakan tersebut dinilai telah melukai rasa keadilan pengguna jasa di pelabuhan.

"Jangan demi mengejar dwelling time, lantas membuat peraturan kenaikan tarif tanpa memperhatikan daya saing kita di dalam negeri. Keputusan seperti ini sangat melukai keadilan ekonomi dan bukan win-win solution," kata Rico.

Sementara itu, CEO Cikarang Dry Port Benny Woernadi menambahkan saat ini tarif dasar storage peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok memang tergolong lebih murah hanya Rp27.200 per peti kemas untuk ukuran 20 feet dan Rp54.400 per peti kemas dengan ukuran 40 feet. Namun jika beleid tersebut diterapkan tentunya akan ada peningkatan biaya yang sangat fantastis.

Dia memperkirakan rata-rata penalti mencapai Rp244.000 per peti kemas per harinya untuk ukuran 20 feet. Sedangkan untuk ukuran 40 feet akan dikenakan biaya sebesar Rp489.600 per peti kemas per hari. "Angka tersebut belum termasuk biaya-biaya lainnya," kata Benny.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Perusahaan PT Pelindo II (Persero) Banu Astrini menjelaskan tarif progresif dikenakan pada pelayanan jasa penumpukan peti kemas isi impor pada terminal petikemas di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai tindak lanjut arahan pemerintah untuk turut mendukung usaha penurunan dwelling time. Dia menuturkan hari pertama, para pengguna jasa tidak dikenakan biaya jasa penumpukan. Sementara hari kedua sampai keempat dihitung per harinya 900 persen dari tarif dasar untuk petikemas 20 feet Rp27.200 dan peti kemas dengan ukuran 40 feet.

Menurutnya tarif tersebut ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk adanya kesepakatan dengan asosiasi pengguna jasa dan diketahui oleh Operator Pelabuhan Utama Tanjung Priok. Dia membantah bahwa tarif yang diberlakukan oleh Pelindo II masih tergolong mahal karena besaran tarif progresid tersebut masih lebih kecil daripada Rp5 juta per hari sesuai arahan salah satu menteri.

Dia mengatakan apabila atas kesepakatan tarif tersebut masih ada keberatan, pihak-pihak yang keberatan dipersilahkan berkomunikasi dengan Pelindo II dan OP Utama Tanjung Priok. Sebab tarif penanganan barang tidak bisa diberlakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan regulator. "Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan pemerintah," kata Banu kepada gresnews.com.

BACA JUGA: