JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Tarif progresif kini tak hanya diberlakukan di PT Pelindo II (Persero). PT Pelindo III (Persero) dan PT Pelindo IV (Persero) juga mulai memberlakukan tarif serupa untuk proses bongkar muat dan penyimpanan peti kemas. Pemberlakuan tarif progresif itu juga untuk memaksa pemilik barang segera mengeluarkan barangnya dari pelabuhan, agar tidak menumpuk dan mengganggu kelancaran arus barang.

Sekretaris Perusahaan PT Pelindo III (Persero) Eddy Priyanto menegaskan kebijakan tarif progresif harus dilakukan otoritas pelabuhan. Sebab jika tidak maka barang cenderung menumpuk di pelabuhan. Akibatnya bisa mengurangi kinerja bongkar muat pelabuhan.  Semakin banyak penumpukan peti kemas maka semakin buruk kinerja pelabuhan. Sebaliknya jika semakin cepat barang keluar, maka akan semakin baik bagi kinerja pelabuhan dalam bongkar muat barang.

Eddy mengatakan kebijakan tarif progresif yang diberlakukan di seluruh pelabuhan itu merupakan kemauan pemerintah agar tidak terlalu banyak barang yang menumpuk. Sebab kecenderungannya pemilik barang enggan segera mengeluarkan barangnya dari pelabuhan, padahal barang sudah melewati tahap clearence. Salah satu alasannya karena menumpuk barang di luar pelabuhan lebih mahal daripada di dalam pelabuhan.

"Tarif progresif itu dalam rangka memaksa pemilik barang segera mengeluarkan barangnya dari pelabuhan," kata Eddy kepada gresnews.com, Jakarta, Senin (21/3).

Eddy menegaskan terjadinya dwelling time tidak hanya karena lamanya barang keluar dari pelabuhan,  tetapi ada unsur kesengajaan dimana saat barang sudah clearence,  namun tidak segera dikeluarkan dari pelabuhan. Untuk itu, salah satu cara agar pengguna jasa mengeluarkan barang dari pelabuhan adalah dengan diberlakukannya  tarif progresif.

Kendati demikian, pemberlakuan tarif progresif berbeda-beda tergantung ramainya barang masuk ke pelabuhan. Jika tidak terlalu ramai, maka tarif progresifnya tidak terlalu besar seperti yang diberlakukan oleh Pelindo II. Namun perlu diketahui bahwa pihak yang bertanggung jawab atas bongkar muat bukan hanya Pelindo, tetapi ada instansi lain terkait bongkar muat tersebut.

"Pelindo hanya bertugas untuk bongkar muat," kata Eddy.

Sementara itu, General Manager PT Pelindo IV (Persero) Yusuf Yunus mengatakan dasar pemberlakuan tarif progresif adalah agar memberikan penekanan kepada pemakai jasa untuk tidak terlalu lama dalam menumpuk barang. Jika pemberlakuan tarif hanya 100 persen, bagi pengusaha tarif tersebut masih sangat murah dan mereka masih sanggup membayarnya. Akibatnya pelabuhan kondisinya semakin semrawut.

Menurutnya dengan pemberlakuan tarif progresif murah, terkadang pengguna jasa malah sengaja menumpukkan barangnya hingga 10 hari sampai 10 bulan di pelabuhan. Untuk itu, pelabuhan menerapkan jika pengguna jasa ingin menumpukan barangnya maka harus membayar mahal kepada otoritas pelabuhan.

"Kita masih mengakomodir pengguna jasa dan tarif kita masih lebih murah jika dibandingkan dengan Pelindo lainnya," kata Yusuf kepada gresnews.com.

Namun adanya pemberlakuan kebijakan itu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno justru menuding Pelindo II telah menipu pengusaha. Sebab telah mengatasnamakan seluruh pengusaha untuk menyetujui kenaikan tarif penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok. Ia mengaku akan mengadukan penipuan itu kepada pemerintah.

Menurutnya akibat kenaikan tarif 900 persen, pengusaha terpaksa membebankan penyesuaian harga barang atau produk menjadi lebih mahal kepada konsumen. Menurutnya dengan pembebanan harga kepada konsumen, justru akan mengancam daya saing produk Indonesia dengan negara lainnya.

"Kalau begini yang ada malah menurunkan daya saing kita," kata Benny.

BANYAK BEBAN BIAYA - Sementara itu, Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia Redma Gita mengatakan saat ini pengusaha justru tengah dibebani banyak biaya. Selain dikenakan tarif progresif, para pengusaha juga dikenakan pelayanan jasa peti kemas baik ekspor maupun impor  antara Rp65000 per box sampai Rp75000 per box yang dipungut oleh pihak terminal di pelabuhan. Lalu untuk pemindahan lokasi kontainer sekitar Rp3 juta per kontainer dengan ukuran 40 feet dengan rincian biaya trucking, lift off lift on dan biaya lainnya tetapi belum termasuk biaya cost recovery.

Menurutnya dengan biaya-biaya  tambahan tersebut, maka bisa dibayangkan betapa mahalnya biaya yang ditanggung pengusaha. Oleh karena itu, dia meminta Pelindo II dapat mengajak pengusaha duduk bersama memecahkan permasalahan tarif yang dinilai memberatkan para pengusaha.

"Selama ini beleid tersebut tidak tersosialisasi dengan baik. Apalagi aturan ditetapkan disaat kursi Dirut Pelindo II dan otoritas pelabuhan mengalami kekosongan," kata Gita.

BACA JUGA: