JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menghadapi gugatan praperadilan mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali terlihat lebih siap. KPK sepertinya tak ingin dipermalukan seperti saat menghadapi gugatan-gugatan sebelumnya.

KPK bahkan harus memaparkan dasar-dasar hukum penetapan tersangka RJ Lino untuk membantah dalil-dalil yang disampaikan tim kuasa hukum RJ Lino. Sebab KPK meyakini penetapan RJ Lino telah sesuai prosedur.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan (KPK), Basaria Panjaitan, yang ikut hadir,  menyatakan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan 3 unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, tidak ada masalah karena sesuai prosedur.

"Setelah semua alat bukti cukup kita tingkatkan ke penyidikan. Harusnya kalau bukti nanti kita bisa tunjukan di pengadilan," kata Basaria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/1).

Sementara tentang penyelidik dan penyidik KPK yang dipermasalahkan tim kuasa hukum RJ Lino, karena bukan dari anggota Polri yang ditugaskan di KPK, Basaria mengatakan, semua tidak ada masalah.

"Sekarang penyidiknya kebetulan dari Polri, deputi penyidik-nya juga dari Polri, direkturnya juga dari polisi. Jadi enggak ada masalah. Penyelidiknya juga," tandasnya.

Sementara Kepala Biro Hukum KPK Setiadi dalam jawabannya atas gugatan Lino menyampaikan, penetapan tersangka RJ Lino melalui proses penyelidikan yang tak sebentar. Ada 18 orang yang dimintai keterangan untuk menemukan terjadinya pidana. Termasuk meminta keterangan ahli ITB terkait spesifikasi barang berupa tiga unit Quay Container Crane  (QCC).

Selain itu, penyelidik juga telah memeriksa 159 dokumen dan ahli melakukan kunjungan teknisi ke sejumlah tempat untuk melakukan pengecekan fisik QCC yakni Palembang, Pontianak dan Lampung.

"Ditemukan perbedaan signifikan dari biaya 40 ton menjadi 61 ton. Dan negara berpotensi mengalami kerugian sekitar US$3,6 juta," ungkap Setiadi saat membacakan jawaban KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalil lain yang disampaikan Setiadi bahwa penyelidik KPK menemukan indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Lino ketika menunjuk langsung perusahaan pengadaan QCC. Lino diduga melakukan intervensi saat memutuskan PT Wuxi Huadong Heavy Machinery Co Ltd (HDHM) sebagai pemenang. Saat itu ada perusahaan Shanghai Zhenhua Heavy Industry Co Ltd (ZPMC). Namun Lino mengubah spesifikasi syarat QCC untuk memudahkan HDHM masuk kualifikasi.

Ada disposisi dari Dirut PT Pelindo II kepada Direktur Teknik untuk menyelesaikan penunjukan HDHM. Setelah dilakukan ekspose dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, pada 7 Desember 2015. Ekspose dilakukan bersama pimpinan KPK.

"Jadi dalil pemohon tidak benar dan tidak berdasar," kata Setiadi.

Sementara pihak Lino mengatakan penunjukan langsung dibolehkan dengan sejumlah alasan. Pertama, bila terjadi dua kali gagal lelang. Sementara ini sudah sepuluh kali lelang. Kedua, penunjukan langsung bisa dilakukan untuk bisnis kritis. Syarat penunjukan langsung itu diperkuat dengan payung hukum Peraturan Kementerian BUMN Nomor 5 Tahun 2008 tentang Critical Asset.

Dan direksi diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Karenanya hal itu akan dibuktikan dengan menghadirkan sejumlah saksi dan ahli. "Besok kami akan buktikan bagaimana kondisi di lapangan menghadirkan saksi dan ahli. Apakah ini sesuai kebutuhan atau tidak," kata Maqdir.

KERUGIAN NEGARA - Maqdir Ismail, kuasa hukum RJ Lino sebelumnya menyampaikan, pengadaan QCC PT Pelindo II tidak ditemukan kerugian negara. Hal tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilakukan pada 2011 silam. Dan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Nomor 10/ AUDITAMA VII/PDTT/02/2015.

Dalam rekomendasi BPK, kata Maqdir, BPK hanya merekomendasikan PT Pelindo II (Persero) agar memberikan sanksi sesuai kebutuhan kepada kepala Cabang Pontianak yang tidak melaksanakan pembangunan power house berdirinya QCC. Kemudian, memerintahkan kepala Cabang Pontianak dan Palembang untuk melaksanakan pengoptimalan penggunaan QCC dan segera menyelesaikannya.

Maqdir mengatakan, pengadaaan 3 QCC tidak mengakibatkan kerugian pada keuangan negara, malah sebaliknya telah menguntungkan keuangan negara. PT Pelindo II memilih Wuxi HuaDong Heavy Machinery Co (HDHM) saat itu karena perusahaan asal Cina itu menawarkan harga paling rendah  dibanding perusahaan lain yakni Shanghai Zhenhua Heavy Industry Co Ltd (ZPMC).

Menurut Maqdir, harga penawaran dari HDHM untuk twin lift dengan kapasitas kemampuan pengangkatan sebesar 50 ton yang mana dalam hal ini memiliki kemampuan 2 kali kapasitas single lift. Sehingga dinilai  lebih murah kurang US$ 5,120,000 dari penawaran ZPMC untuk single lift dengan kapasitas kemampuan pengangkatan hanya sebesar 40 ton.

Selain itu, sejak penggunaan 3 QCC pada tahun 2010 di tiga pelabuhan, yaitu Panjang, Palembang, dan Pontianak, produktivitas masing-masing pelabuhan menjadi meningkat.

Maqdir pun mencontohkan kinerja Pelabuhan Pontianak, Kalimantan Barat, mengalami peningkatan setelah menggunakan QCC. Sebelum pengunaan QCC, Berth Occupancy Rate (BOR) atau tingkat penggunaan dermaga di pelabuhan Pontianak sebesar 91,3% pada tahun 2010 dengan biaya sebesar Rp 6,5 juta per kargo.

"Sedangkan BOR terbaik menurut international best practice atau standar praktik terbaik internasional adalah BOR di bawah 65% hingga 70%," ujarnya.

Sejak penggunaan twin lift QCC pada tahun 2014, tingkat BOR di Pelabuhan Pontianak turun menjadi 43,2%, sehingga biaya per kargo turun sebesar Rp 4 juta menjadi Rp 2,5 juta, sehingga berdasarkan tingkat penggunaan Pelabuhan Pontianak pada tahun 2014 sebesar 219.700 dan pada tahun 2015 sebesar 227.130, maka negara menghemat biaya sekitar Rp 1,8 milyar.

"Dengan demikian, dugaan termohon (KPK) perihal pemohon (RJ Lino) telah merugikan keuangan negara yang merupakan unsur delik utama yang harus dibuktikan terhadap pasal yang disangkakan terhadap pemohon, senyatanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," tandasnya.

Sementara kuasa hukum KPK Nur Chusniah pun membantah, bahwa  dari penyelidikan ditemukan potensi kerugian negara. Hal itu telah di dalami dan diteliti penyelidik KPK. Berdasar audit awal BPKP pada 2015 ditemukan ada potensi kerugian negara sebesar US$3,6 juta. "Kerugian itu tidak harus secara nominal. Hanya berupa potensi aja sudah dapat dijadikan dasar tersangka," kata Nur.

BACA JUGA: