JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini mulai melakukan pemeriksaan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II yang melibatkan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino.

Mereka yang diperiksa adalah Dedi Iskandar yang merupakan ASM Properto II Subdit Perencanaan dan Pengembangan Bisnis II PT Pelindo II, dan satu lagi Direktur Teknik dan Operasi PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia (JPPI) Pegawai PT Pelindo II Mashudi Sanyoto.

"Keduanya diperiksa sebagai saksi RJL (RJ Lino-red)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Senin (28/12).

Jika dilihat dari nama-nama yang diperiksa, kuat dugaan bahwa pemeriksaan kali ini tim penyidik akan terus menelisik tentang dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Lino. Dalam kasus ini Lino menunjuk langsung salah satu perusahaan China, Wuxi Huangdong Heavy Machinery dalam pengadaan itu.

Namun Yuyuk enggan membeberkan mengenai hal tersebut. "Kalau materi pemeriksaan itu urusan penyidik nanti," ujarnya.

Dedi Iskandar sendiri tiba pada 09.29 WIB sedangkan Mashudi Sanyoto tiba pada pukul 10.23 WIB. Tetapi keduanya enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaannya ini.

KERUGIAN NEGARA BELUM DITEMUKAN - Dalam beberapa kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penunjukkan langsung biasanya mengandung unsur merugikan diri sendiri, orang lain, maupun korporasi dan unsur lainnya yaitu merugikan keuangan negara.

Hal ini terlihat dari aturan hukum yang disematkan kepada Lino. Ia dijerat dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tetapi, satu pekan sejak ditetapkan sebagai tersangka, KPK belum juga mendapatkan informasi mengenai jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan Lino. Selain itu, lembaga antirasuah ini belum bisa menyampaikan berapa imbalan atau uang yang masuk baik kepada Lino maupun perusahaan lain.

Hal itu dikatakan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha. "Belum dapet informasinya, masih dalam perhitungan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan-red)," ujar Priharsa kepada gresnews.com.

Dari informasi yang dihimpun, KPK memang kesulitan untuk mencari tahu berapa kickback (imbalan) yang diperoleh Lino dari penunjukkan langsung tersebut. Begitupula dengan nilai kerugian negara yang diakibatkan dari proyek tersebut.

Sebab, penyidik tidak hanya mengusut tentang biaya pengadaan proyek senilai US$15 juta tersebut. Tetapi juga dalam hal perawatan QCC yang dilakukan PT Pelindo II.

Selain itu, penyimpangan juga diduga terjadi terkait spesifikasi barang yang dipesan. Diduga 3 unit QCC dari perusahaan Cina, Wuxi Huang Dong Heavy Machinery itu tidak sesuai dengan spesifikasi yang disetujui sebelumnya. 3 QCC yang kemudian ditempatkan di pelabuhan pada 3 kota yakni Palembang, Pontianak dan Lampung itu juga tidak seusai dengan kebutuhan.

LAPORAN PPATK - Terpisah, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku pihaknya sudah menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) transaksi keuangan mantan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sudah kami membuat LHA yang ke KPK soal pengadaan Quay Container Crane (QCC). Kita sudah selesaikan, yang jelas sudah saya sampaikan ke Bareskrim sudah (soal mobile crane), ke KPK sudah," kata Ketua PPATK M. Yusuf saat konferensi pers di kantornya, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Senin (28/12)

Namun Yusuf enggan menjelaskan lebih jauh apakah muncul dugaan transaksi mencurigakan yang mengarah pada tindak pidana pencucian uang. Sebab, proses tersebut sedang dalam proses penyidikan, dan pihaknya juga tidak mempunyai kewenangan untuk menyampaikan hal itu.

"Saya tak bisa jelaskan detail, karena pertama itu masih dalam penyidikan dan kedua tak etis kalo saya yang sampaikan," pungkas Yusuf.

BACA JUGA: