JAKARTA, GRESNEWS.COM - Malang benar nasib Hadi Sugianto, maksud hati ingin meraih untung dengan berinvestasi di perusahaan bursa berjangka komoditi, apa daya nasibnya malah buntung. Duit sebesar Rp34 miliar yang dia tanamkan di PT Monex Investindo Futures (MIF) mendadak raib.

Hadi pun mencium adanya dugaan kecurangan yang dilakukan pihak MIF dan PT Surya Anugrah Mulia (PT SAM) sebagai pedagang berjangka dibalik lenyapnya duit puluhan miliar rupiah miliknya itu. Karena itu, melalui kuasa hukumnya, Hadi pun melaporkan kedua perusahaan itu ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Hadi juga melaporkan mereka ke Kementerian Perdagangan. Bahkan lima kali Hadi melapor ke Menteri Perdagangan sejak Rahmat Gobel dan Thomas Lembong. Sayangnya, semua pengaduan itu tak ditanggapi serius.

Kuasa hukum Hadi, Rocky Nainggolan, pun menyayangkan lambannya Kementerian Perdagangan, khususnya Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapebbti) menyelesaikan kasus ini. Raibnya dana sebesar Rp34 miliar hanya dalam hitungan hari dinilai mencurigakan.

"Klien kami, Hadi yang berprofesi sebagai pengusaha, telah mempercayai PT MIF untuk menyetorkan uangnya ke rekening yang dikelola pialang (MIF), namun baru 16 hari transaksi, kliennya mengalami kekalahan (kerugian) sebesar Rp34 miliar. Atas kejanggalan tersebut, kami telah melaporkan ke Bappepti. Namun, menurut hasil pemeriksaan Bappepti tidak ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi," kata Rocky Nainggolan kepada gresnews.com, Kamis (17/9).

Rocky mendesak Bappebti agar lebih serius menindaklanjuti laporan adanya dugaan kecurangan yang dilakukan oleh MIF selaku pialang berjangka dan PT Surya Anugrah Mulia (PT SAM) selaku pedagang berjangka yang mengakibatkan habisnya seluruh dana nasabah sebesar Rp34 miliar.

Jika Bappepti tetap tidak serius menindaklanjuti laporan kliennya, kata Rocky, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. "Tidak menutup kemungkinan kami akan melaporkan ke pihak kepolisian," tandas Rocky.

Baik pihak Bappebti maupun MIF belum merespons kasus raibnya dana milik Hadi. Saat gresnews.com mencoba mengkonfirmasi kepada Bappebti hanya diterima bagian resepsionis. Saat disambungkan kepada bagian hukum Bappebti, telepon tidak diangkat.

Begitu juga pihak MIF belum memberikan penjelasan kasus yang menimpa nasabahnya itu. Surat elektronik yang dikirimkan gresnews.com kepada Head of Corporate Communication & PR MIF, Megawati, belum dijawab hingga saat ini.

KRONOLOGI RAIBNYA DANA - Kasus dugaan raibnya dana nasabah ini, berawal dari masuknya Hadi sebagai nasabah PT MIF pada tanggal 13 november 2014. Hadi menandatangani 1 bundel perjanjian amanat yang disiapkan PT MIF. Hadi pun resmi menjadi nasabah PT MIF dan kemudian menyetorkan uang awal ke rekening yang dikelola PT MIF senilai Rp10 miliar.

Selanjutnya, nasabah melakukan transaksi secara bilateral dengan pedagang yang ditentukan PT MIF yakni PT SAM, dengan komoditi FOREX dan Locco London. Transaksi melalui internet online dengan sistem Meta Trader.

Cara transaksi seperti ini dikenal sebagai "sistem perdagangan alternatif" atau SPA. Seluruh kegiatan pialang dan pedagang terkait transaksi SPA diawasi pemerintah melalui Bappebti, yang dipimpin seorang pejabat eselon 1 dari Kementerian Perdagangan.

Belakangan, Hadi merasakan adanya hal yang mencurigakan. Pasalnya, hanya dalam waktu 16 hari transaksi, Hadi selaku nasabah sudah mengalami kekalahan alias kerugian sebesar Rp34 Miliar. Hadi mencium ada kejanggalan selama transaksi tersebut.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan khususnya pada waktu mengambil posisi untuk memasuki pasar (entry market) dan strategi menutup posisi untuk keluar dari pasar (exit market).

Masalah ini sudah berulangkali dikeluhkan dan dipermasalahkan kepada pialang (PT MIF) selaku perantara. Namun keluhan nasabah itu hanya ditanggapi sebagai angin lalu oleh pialang dengan berbagai alasan, utamanya koneksi internet nasabah yang bermasalah.

Kejanggalan-kejanggalan inilah yang menurutnya menjadi penyebab habisnya uang yang ditransaksikan. Dalam kasus ini, Hadi menduga, ada orang tertentu yang sangat piawai memainkan sistem yang terhubung langsung dengan gadget nasabah untuk mengawasi ketat gerak-gerik nasabah dalam melakukan transaksi.

"Tidaklah mungkin sistem Meta Trader mengetahui nasabah menang, lalu sistem itu sendiri yang secara otomatis melakukan kecurangan-kecurangan. Kuat dugaan bahwa semuanya adalah perbuatan curang dari orang-orang yang ditugaskan untuk itu," tegas Rocky.

Sistem tersebut dengan mudahnya dimainkan karena terdapat pada mesin transaksi (matching engine) yang hanya dimiliki oleh pedagang dan hanya berada di kantor mereka. Akibat masalah tersebut, Hadi melaporkan ke Bappebti pada 30 Januari 2015, yang dicatat dalam laporan Pengaduan No.9/BAPPEBTI.2.1/01/2015.

Sebulan kemudian, 25 Februari 2015, Bappebti meminta nasabah untuk melakukan mediasi di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) melalui surat No.65/BAPPEBTI.2/SD.02/2015. Pada 9 Maret 2015, Bursa mulai melakukan mediasi nasabah dengan pialang PT MIF.

Namun, nasabah hanya sekali melakukan mediasi dengan pialang yakni pada 24 Maret 2015, karena pialang tidak bersedia mengungkapkan data baik kepada mediator, terutama kepada nasabah. Dan hingga kini raibnya dana Hadi sebesar Rp34 miliar menjadi tak jelas.

KORBAN SISTEM BURUK - Rocky berharap Menteri Perdagangan Thomas Lembong memberikan perhatian atas kasus yang menimpa kliennya. Jika tetap tidak direspons, kliennya akan melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo.

Rocky meminta Mendag tegas untuk mengganti oknum–oknum pejabat yang tidak independen mengawasi perdagangan berjangka ini. Sistem SPA yang dibangun untuk mengawasi transaksi pialang dan pedagang digunakan untuk kepentingan tertentu.

"Apalagi Pak Hadi ini sudah dikorbankan oleh perusahaan pialang, tapi Bappebti adem ayem saja," kata Rocky.

Dari data yang diperoleh gresnews.com, diketahui PT Monex Investindo Futures didirikan sejak tahun 2000. Perusahaan ini merupakan unit usaha paling berpengaruh bagi Ravindo Group. Sampai saat ini, Monex diakui sebagai perusahaan pialang berjangka terpercaya di Indonesia yang menyediakan layanan transaksi keuangan pada produk perdagangan berjangka termasuk Forex, Indeks Saham, Komoditi dan CFD.

Saat ini MIF dipimpin Samuel Semarun sebagai Direktur Utama, Ferhad Annas dan Liu Lie Tjoe sebagai Direktur. Dan duduk sebagai komisaris adalah Hera Simanhadi.

MIF beberapa kali mendapat anugerah sebagai perusahaan berjangka terbaik. Pada 2013 didaulat sebagai Pialang Berjangka Terbaik oleh Majalah Investor. Sebelumnya yang diraih pada tahun 2011 dan 2012, MIF menduduki tingkat teratas pada kategori volume lot transaksi untuk transaksi produk mata uang dan emas di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).

Hanya saja entah kenapa sederet prestasi mentereng itu, kemudian seolah raib dengan munculnya kasus yang menimpa salah satu nasabah mereka yaitu Hadi Sugianto.

BAPPEBTI PERNAH DIGUGAT - Pada 2013, kasus yang dialami Hadi juga pernah terjadi. Nasabah perusahaan pialang berjangka PT Danagraha Futures (DGF) juga mengalami hal sama. Dananya raib sebesar miliaran rupiah. Waktu itu nasabah menggugat Bappebti ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan dilakukan menyusul dugaan kerugian nasabah akibat pelanggaran hukum PT DGF yang melaksanakan transaksi ilegal senilai US$1,24 juta atau sekira Rp13-14 miliar.

Kuasa Hukum penggugat, Roni Pandiangan waktu itu menuturkan, masalah ini berawal pada 4 November 2011 silam saat PT DGF memberitahukan kepada nasabah bahwa dana mereka di suspensi lantaran broker PT DGF, yakni MF Global dinyatakan bangkrut di Amerika Serikat (AS).

Merasa dirugikan, para nasabah kemudian meminta uang mereka dikembalikan. Namun PT DGF berkilah dana itu ada di luar negeri. Saat dikonfirmasi ke PT Bursa Berjangka Jakarta selaku penyelenggara bursa berjangka dan Bappebti, ternyata DGF tidak punya izin bertransaksi di luar negeri.

Pada Maret 2012 silam, nasabah melaporkan PT DGF ke Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dan pencucian uang. Dan penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus menemukan adanya dugaan tindak pidana di bidang perdagangan berjangka komoditi sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Penyidik lalu melimpahkan kasus ini kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) Bappebti pada 20 September 2012. Namun hingga kini kelanjutan kasus itu belum jelas. Selain menggugat Bappebti, ke-22 nasabah juga menggugat Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan, Kementerian Perdagangan, dan Hardi Sentosa selaku Dirut PT DGF.

Penggugat pun meminta pengembalian dana senilai US$1,24 juta beserta tuntutan immateril terhadap 22 nasabah sejumlah Rp22 miliar.

BACA JUGA: