JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan akhirnya memutus perkara mantan dua pejabat PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), yaitu mantan Direktur Utama Sherman Rana Krishna, dan Direktur PT BBJ Muhammad Bihar Sakti Wibowo pada Senin (10/8). Walaupun pada sidang terpisah, tetapi masing-masing Ketua Majelis Hakim sepakat bahwa keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi memberi suap kepada penyelenggara negara.

Uang suap yang dimaksud yaitu sebesar Rp7 miliar yang ditujukan kepada Syahrul Raja Sampurnajaya yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Pemberian suap tersebut untuk memuluskan penerbitan izin usaha lembaga kliring berjangka, PT Indokliring Internasional.

Oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor, Ibnu Basuki Widodo, Sherman dihukum penjara selama tiga tahun empat bulan dan denda sebesar Rp150 juta subsider empat bulan kurungan. Ia dianggap bersalah dan melanggar dakwaan primair Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

"Menimbang bahwa terdakwa Sherman Raja Krishna, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam dakwaan primer, yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," kata Hakim Ketua, Ibnu Basuki, saat membacakan surat putusan, Senin (10/8).

Pada sidang perkara Bihar, Hakim Ketua Aswijon juga berpendapat yang sama, yaitu menyatakan Bihar Sakti Wibowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama memberi suap kepada Syahrul Raja Sampurnajaya. Ia pun dihukum dengan masa waktu yang tidak jauh berbeda, yaitu pidana penjara tiga tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam dakwaan primer," ujar Hakim Ketua, Aswijon, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/8).

TERKENA JERAT HUKUM - Baik Sherman maupun Bihar terkena jerat hukum yang sama. Majelis hakim menilai Sherman dan Bihar terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Namun tanggapan Sherman dan Bihar berbeda terkait putusan ini. Sherman akan berfikir dahulu selama waktu yang ditentukan yaitu tujuh hari sebelum memutuskan apakah akan menerima putusan, atau mengajukan banding.

"Saya akan pikir-pikir dahulu," ujar Sherman. Hal yang sama juga dikatakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sedangkan Bihar, memilih untuk menerima putusan ini dan tidak akan melakukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum yang mengatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.

Dalam memberikan putusan, masing-masing majelis hakim juga mempunyai berbagai pertimbangan yang hampir sama. Untuk pertimbangan yang meringankan, para terdakwa dianggap kooperatif di persidangan, berlaku sopan dan mempunyai tanggungan keluarga.

Sedangkan hal yang memberatkan, perbuatan para terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi yang merupakan salah satu dari kejahatan luar biasa atau disebut extra ordinary crime.

Usai sidang, Bihar enggan berkomentar banyak terhadap putusan ini. Ia memilih diam dan menyatakan menerima vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor.

Berbeda dengan Sherman yang bersikukuh tidak terkait kasus ini. Ia pun mengkritik dakwaan Jaksa yang menurutnya cukup janggal. Yaitu pada 20 Juli 2012 yang menurut Jaksa ada pertemuan antara mantan Direktur Keuangan PT BBJ, Roy Sembel dengan Komisaris Utama, Hasan Wijaya.

Menurut Sherman, pada kurun waktu 20 Juli - 5 Agustus 2015, Roy Sembel sedang berada diluar negeri. Sehingga, tidak mungkin ada pertemuan mantan Dekan Universitas Pelita Harapan itu dengan Hasan Wijaya di Jakarta.

"Jadi sesungguhnya pertemuan tanggal 27 juli itu tidak seperti itu. Saya tidak pernah ketemu Roy Sembel dan Hasan Wijaya pada tanggal 27 juli itu. Sehingga tadi perkataaan yang cengli (di putusan) bukan saya, tapi Hasan (Wijaya). Dia memberikan kesaksian yang tidak pernah," kata Sherman.

Pada proses penyidikan, Sherman pun mengatakan tidak pernah mengakui adanya pertemuan itu. Ia pun mengklaim tidak pernah berbicara dengan Hasan Wijaya melalui telepon seluler mengenai uang suap kepada Syahrul.

Sebab, ketika itu ia tidak menjabat apapun, dan hanya mewakili PT Valbury Asia Futures. Ia pun mengaku hanya memegang sedikit saham dan tidak mungkin menyuruh Hasan Wijaya yang merupakan salah satu pemegang saham terbesar PT BBJ.

Selanjutnya, ia ditulis dalam dakwaan sebagai Direktur Utama PT BBJ, padahal ia baru menjabat posisi tersebut pada 17 April 2013 jauh sebelum peristiwa itu terjadi. Untuk itu pun ia heran mengapa bisa ikut terjerat kasus ini.

"Dan nyata-nyata sudah dibantah saksi-saksi. Contohnya, selanjutnya pada akhir bulan Juni 2012 bertempat di kantor PT BBJ lantai 20 Jakarta, Bihar Sakti Wibowo menyampaikan saham 10 persen atau sekitar Rp10 miliar rupiah dari Syahrul Raja kepada terdakwa Sherman, Hasan Wijaya, Yazid Kanca surya (Komisaris BBJ), dan Hendra Gondawijaya. Tiga nama itu betul adalah komisaris PT BBJ. Saya waktu itu posisinya pemegang saham, saya tidak ada dalam pertemuan itu," terang Sherman.

ADA REKAYASA - Sherman pun menganggap bahwa keterlibatannya ini direkayasa, sebab ia sama sekali tidak terkait perkara suap ini. "Menurut saya ini direkayasa. Mungkin mereka ditekan sama penyidik sehingga keluar karangan seperti ini. Kalau saya sebagai orang yang tidak kepentingan dalam penyuapan seharusnya saya tidak disini," lanjut Sherman.

Kasus suap ini dimulai ketika PT BBJ ingin memiliki Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional. Untuk mendirikannya, perusahaan tersebut membentuk tim pada Mei 2012 yang salah satu tugasnya adalah mengajukan administrasi pendirian PT Indokliring ke Syahrul Raja Sempurnajaya selaku Kepala Bappebti.

Syahrul sepertinya tergiur pendirian PT Indokliring. Ia meminta bagian saham sebesar 10 persen dari perusahaan itu. Permintaannya disampaikan melalui Kepala Biro Hukum Bappebti yaitu Alfons Samosir.

Bihar menyampaikan permintaan Syahrul itu dalam rapat Dewan Komisaris dan Direktur PT BBJ pada 10 Juli 2012, yang dihadiri Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel, Komisaris PT BBJ Kristanto Nugroho, Direktur Utama PT BBJ Made Sukarwo, Kadiv Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintan dan Corporate Secretary PT BBJ Aulia Shina.

Pada pertemuan itu, Roy Sembel mengusulkan agar diberikan dalam bentuk uang tunai dengan pertimbangan berbagai pertimbangan dan tidak mudah ditelusuri sumbernya. Komisaris PT BBJ Hendra Gondowidjaya pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS) PT BBJ kemudian meminta agar Hasan Widjaja yang melakukan lobi ke Bappebti, melalui Syahrul.

PT Indokriling Internasional akhirnya terbentuk pada 27 Juli 2012 yang berasal dari modal patungan PT BBJ sebesar Rp20 miliar, PT Valbury Asia Futures sebesar Rp2,5 miliar dan PT Solid Gold sebesar Rp2,5 miliar sehingga total modal adalah Rp25 miliar. Setelah pendirian, Hasan pun bertemu dengan Syahrul dan disepakati pemberian dalam bentuk uang tunai sebesar Rp7 miliar.

Setelah berhasil melobi Syahrul, Hasan meminta Bihar menyiapkan uang sebesar Rp7 miliar yang diambil dari modal awal PT Indokliring Internasional. Untuk mencairkan uang tersebut, Bihar memerintahkan Kepala Divisi Keuangan PT BBJ, Stephanus Paulus Lumintan pergi ke Bank Windu cabang Rawamangun untuk mencairkan uang dalam bentuk dua cek senilai Rp2 miliar dan Rp4 miliar ditukarkan dalam bentuk dolar AS.

Kemudian,  pada 2 Agustus 2012 Stephanus membawa tiga lembar cek masing-masing Rp500 juta, Rp250 juta dan Rp250 juta yang berjumlah total Rp 1 miliar dan uang US$ 600 ribu dan menyerahkan ke Bihar dan dimasukkan dalam tas warna abu-abu strip biru bertulis JFX.

Pada tanggal yang sama, di Kafe Lulu Kemang Arcade, Bihar menemui Syahrul Raja Sempurnajaya dan menyerahkan uang tersebut di dalam mobil yang di parkir di samping mobil Bihar. Setelah itu, Bihar pun melaporkan pemberian uang itu ke kantor PT BBJ.

Keesokan harinya, pada 3 Agustus 2012, Sherman dan Hendra mengajukan permohonan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka kepada Kepala Bappepti yang dijabat Syahrul. Selanjutnya Syahrul pun memerintahkan Kepala Biro Perniagaan Bappebti Robert James Bintaryo memproses izin tersebut.

BACA JUGA: