Naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah telah berimbas pada naiknya harga-harga termasuk kedelai yang sebagian besar masih diimpor. Kondisi itupun mengancam usaha pembuatan tahu dan tempe lokal di kawasan Duren Tiga Jakarta Selatan.

Endar, seorang perajin tahu mengatakan sejak nilai tukar rupiah terhadap dolar terus merosot, harga kedelai impor yang menjadi bahan baku pembuatan tahu, ikut merangkak. "Jadi Rp7.400 per kilo padahal dulu Rp7000 per kilogram," kata Endar.

Sialnya, meski ada kenaikan harga kedelai impor, Endar mengaku tidak bisa menaikkan harga atau memperkecil produksi tahu dan tempe yang diproduksinya seperti yang dilakukan oleh perajin lainya. "Tidak diperkecil karena takut diprotes pelanggan nanti mereka lari," tambahnya.

Selama rupiah terus merosot Endar juga mengaku mengalami penurunan omset usahanya. "Jelas itu karena biaya produksi naik tapi kita nggak bisa naikan harga jual, turun 50 persen dari biasanya," keluh Endar.

Menurut Endar, jika keadaan terus seperti ini atau dengan kata lain nilai tukar rupiah terus anjlok maka dikhawatirkan usahanya akan bangkrut karena tingginya biaya produksi tidak sebanding dengan keuntungan yang dihasilkan. "Nggak tahu nanti gimana kalau sampai tutup pabrik," keluh Endar.

Saat ini dia juga terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan lantaran tak sanggup membayar upah. Hilangnya omset akibat kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat ongkos karyawan juga ikut membengkak. PHK akhirnya menjadi pilihan yang ditempuh Endar. (Edy Susanto/Gresnews.com)

BACA JUGA: