JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah berdasarkan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk mengubah status SKK Migas dinilai masih perlu kajian yang lebih mendalam. Pasalnya dalam opsi perubahan status SKK Migas seperti pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus dan SKK Migas digabung dengan PT Pertamina (Persero) memiliki kelemahan dan kelebihan.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan jika pemerintah menginginkan perubahan SKK Migas menjadi BUMN Khusus tentunya akan membutuhkan modal yang lebih besar. Alasannya karena secara ketenagakerjaan dan infrastruktur, SKK Migas akan membutuhkan modal yang lebih dari dua perusahaan BUMN.

"Namun pembentukan BUMN secara khusus juga pun dapat mengadopsi ilmu yang diterapkan oleh Norwegia, Rusia, dan Cina, dimana negara-negara tersebut memiliki lebih dari satu BUMN Migas," kata Komaidi kepada Gresnews.com, di Jakarta, Kamis (5/3).

Lalu untuk pembagian tugasnya antara Pertamina dengan BUMN khusus hasil dari perubahan SKK Migas harus jelas dan terukur. Komaidi pun mencontohkan BUMN khusus tersebut bertugas untuk berkontrak dengan mitra asing, dimana Pertamina pun tidak bisa menjangkaunya.

Kemudian tugas dari Pertamina mengerjakan lapangan-lapangan migas di dalam negeri.  "Seperti Norwegia, Cina dan Rusia itu membentuk masing-masing BUMN pun hasilnya bagus," kata Komaidi menegaskan.

Sementara terkait opsi peleburan dengan Pertamina, Komaidi mengatakan, jika SKK Migas dilebur dengan Pertamina tentunya pemerintah akan efisien. Baik aspek permodalan dan aspek pengawasan pemerintah menjadi lebih mudah. Dia juga mencontohkan seperti Malaysia yang memiliki satu BUMN yaitu Petronas yang sukses melakukan ekspansi bisnis, lalu Arab Saudi yang memiliki satu BUMN yaitu Saudi Aramco.

"Jadi artinya tergantung dari obyektif pemerintah. Tentunya jika membentuk BUMN Khusus perlu perangkat UU yang mengatur kinerja BUMN tersebut," kata Komaidi.

Sementara itu, Pengamat energi Tri Widodo mengatakan jika pemerintahan Joko Widodo ingin menciptakan ketahanan energi nasional, maka Jokowi harus membubarkan SKK Migas. Menurutnya tata kelola migas harus dikembalikan ke Pertamina. Jika tidak dikembalikan ke Pertamina, maka SKK Migas harus dikelola dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurutnya SKK Migas merupakan bagian dari negara, jika terjadi dispute (sengketa) maka aset-aset negara yang ada di luar negeri dapat dibekukan oleh negara terkait. Selain aset diluar negeri, Tri mencontohkan suatu blok migas yang diberikan kepada Chevron, kemudian dibatalkan oleh SKK Migas dengan tanpa alasan. Artinya, negara harus berhadapan dengan Chevron dan hukum akan digunakan adalah hukum internasional.

"Itu malah berbahaya bagi negara. Kalau misalnya negara kalah, kan asetnya bisa dibekukan dan diambil alih," kata Tri kepada Gresnews.com.

Dia mengatakan jika SKK Migas berbentuk perusahaan BUMN atau diserahkan ke Pertamina, kemudian terjadi sengketa dengan perusahaan migas asing maka perusahaan tersebut akan berhadapan dengan perusahaan BUMN atau dengan Pertamina. Sengketa perusahaan migas tersebut tidaklah berhadapan dengan negara.

Disatu sisi, Tri mengungkapkan jika SKK Migas berbentuk perusahaan BUMN atau diserahkan kepada Pertamina maka pemerintah dapat melakukan audit terhadap penjualan minyak. Berbeda jika saat ini dalam bentuk lembaga khusus, SKK Migas bebas menjual hasil minyak kepada perusahaan migas.

"Kan sekarang SKK Migas bebas menjual hasil minyaknya, tidak harus ke Pertamina. Dia (SKK Migas) bisa tawarkan ke Chevron, kan dia (Chevron) punya refinary di Singapura," kata Tri.

Bahkan, Tri mengungkapkan keberadaan SKK Migas bisa melanggengkan keberadaan mafia migas. Menurutnya dengan hasil bagi minyak bisa menimbulkan korupsi di sektor migas, sebab dalam hasil bagi minyak tersebut SKK Migas mendapatkan bagian 85 persen sebagai wakil negara. Artinya, SKK Migas mendapatkan bagian minyak mentah setelah menghitung cost recovery. Kemudian SKK Migas memiliki kewenangan untuk menunjuk pembeli.

"Disitulan rawan feenya dijual ke Singapura. Kenapa tidak dijual ke Pertamina untuk diolah. Padahal refinary Pertamina hanya untuk minyak jenis di Indonesia. Itu dia korupsinya," kata Tri.

BACA JUGA: