JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama Wakil Presiden Jusuf Kalla disebut-sebut dalam kasus korupsi penjualan kondensat bagian negara oleh PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI). Gresnews.com mendapatkan dokumen yang menggambarkan peran dari Jusuf Kalla yang ketika itu mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam surat bernomor B.1172/Seswpres/05/2008 tertanggal 15 Mei 2008, Wapres Jusuf Kalla melalui sekretaris wapres mengundang sejumlah pihak dalam rapat tentang Pengembangan Pusat Industri Petrokimia Tuban yang dipimpinnya pada Rabu, 21 Mei 2008.    

Rapat yang dihadiri Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri Keuangan yang diwakili oleh Dirjen Anggaran dan Dirjen Kekayaan Negara, Kepala BPH Migas, Direktur Pertamina dan Komisaris Utama dan Wakil Direktur TPPI.

Wapres Jusuf Kalla berinisiatif mengadakan rapat ini dengan tujuan membahas pemanfaatan kapasitas produksi dan optimalisasi peran dari PT TPPI dalam penyediaan suplai bahan bakar minyak (BBM) jenis premium RON 88 untuk kawasan Jawa Timur. Dalam awal rapat disebutkan kondisi TPPI saat ini dalam kondisi berhenti berproduksi karena harga outputnya (produk jadi) lebih murah dari harga inputnya (bahan baku).

Dari dokumen risalah rapat yang diperoleh Gresnews.com disebutkan Jusuf Kalla saat itu memberikan empat arahan. Yakni, pertama, PT TPPI sebagai perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai pemerintah (kurang lebih 60%) perlu dioptimalkan perannya dalam penyediaan BBM, khususnya di Jawa Timur. Oleh karena itu kapasitas yang idle ini harus dapat dioperasikan.

Kedua, Pertamina menyediakan kebutuhan kondensat bagi TPPI dengan harga yang menguntungkan Pertamina maupun PT TPPI. Ketiga, Pertamina membeli output mogas TPPI tetapi harga beli Pertamina tidak boleh lebih mahal dari harga impor yang selama ini dibayar Pertamina. Yakni landed price di Surabaya: MOPS plus 1,5% sampai dengan 2%.

Arahan Jusuf Kalla yang terakhir meminta BPH Migas, Pertamina, dan PT TPPI menyelesaikan pembahasan mengenai skema bisnis yang saling menguntungkan bagi PT TPPI dan Pertamina, termasuk harga jual kondensat Pertamina kepada PT TPPI dan harga jual output PT TPPI ke pada Pertamina, serta skema penyelesaian hutang-hutang PT TPPI. Pembahasan harus diselesaikan dalam waktu paling lama 1 (satu) minggu terhitung sejak rapat ini.

Nama wapres Jusuf Kala muncul setelah Direktorat Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kementerian Keuangan. "Ada rapat yang dilakukan wakil presiden waktu itu, Pak JK, yang secara jelas membahas menyelamatkan TPPI dengan menunjuk Pertamina memberikan kondensat ke TPPI," ujarnya Senin malam (8/6).

Sri Mulyani mengatakan adanya penerbitan surat nomor 011/BPC0000/2009/S2 tertanggal 12 Januari 2009 mengenai penunjukkan langsung TPPI sebagai pelaksana penjualan kondesat dengan beberapa persyaratan terkait tata kelola pembiayaan.

Atas dasar itu, Sri Mulyani menandatangani persetujuan tata cara pembayaran kondensat yang telah diserahkan ke TPPI melalui BP Migas (saat ini berubah menjadi SKK Migas). Kendati saat itu sudah diketahui TPPI memiliki persoalan finansial.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri menyatakan kasus dugaan korupsi kondensat PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) sebenarnya sudah jelas terkait dengan jerat hukum pidananya. "Masalah itu, sudah jelas," kata Wapres Jusuf Kalla di Solo, Kamis (11/6). Wapres menjelaskan, rapat itu telah diadakan agar PT Pertamina dan TPPI bekerja sama, serta memang ada pengaturan dan keputusan yang diambilnya dalam rapat tersebut.

Ia mempermasalahkan, uang pengganti gagal "lifting" kondensat yang dikerjakan oleh pihak TPPI, namun tidak dibayarkan atau dikembalikan kepada Pertamina. "Soalnya adalah kenapa tidak dikembalikan atau dibeli Pertamina, ini masalah sebenarnya. Bukan masalah diperlakukannya, bukan. Masalahnya kenapa tidak dijual kembali ke Pertamina atau dibayar," katanya.

Untuk itu, ujar dia, pihak yang tentu bertanggung jawab adalah yang berbuat ingkar, sehingga bisa dijerat pidana. Kalla menjelaskan lagi, dalam rapat diputuskan hasil pengolahan kondensat di TPPI itu harus diberikan atau dijual kembali ke Pertamina. "Selain itu pihak Bareskrim juga harus melihat bagaiman proses pengiriman kondesatnya, siapa yang mengirim, bagaimana dokumennya dan PT TPPI menjualnya kemana," ucap dia.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak sebelumnya mengatakan penyidiknya menemukan dokumen salinan rapat Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait aktivitas penjualan kondensat.

"Ada kebijakan Wakil Presiden saat itu, kalau memang PT TPPI yang ditunjuk, hasil minyak, seperti premium, solar, dan minyak tanah itu prioritasnya dijual ke Pertamina," ujar Victor di Kompleks Mabes Polri, Selasa (26/5).

Tapi, pada pelaksanaannya PT TPPI itu tidak menjual ke Pertamina. TPPI malah menjualnya ke pihak lain, ada yang di luar negeri ke PT Vitol, ada yang di dalam negeri. "Jadi PT TPPI ini tidak sesuai dengan kebijakan Wapres saat itu," lanjut dia.

Kesimpulan sementara Wapres JK tidak ada kaitan langsung dengan penjualan kondensat ke PT TPPI. "Saya pikir tidak ada kaitannya dengan Wapres. Karena Wapres ambil kebijakan, tapi tidak dilaksanakan PT TPPI," kata Victor.

Ia melanjutkan, saat itu kebijakan Wapres JK sementara ini dinilai tidak bermasalah. Yang menjadi persoalan adalah mereka atau oknum yang diduga telah menjual kondensat bagian negara itu yang tidak melaksanakan instruksi Wapres JK. (dtc)

BACA JUGA: