JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai tidak jujur dalam menetapkan harga harga bahan bakar minyak (BBM). Berdasarkan penurunan harga minyak dunia yang terus merosot dan patokan subsidi BBM dalam anggaran 2014,  seharusnya pemerintah tidak hanya menurunkan harga BBM subsidi,  tetapi menggratiskannya.

Pengamat dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengungkapkan saat ini harga minyak mentah sebesar US$48 per barel (1 barel=159 liter). Untuk Indonesia biaya lifting, kilang dan transportasi (LRT) sebesar US$24,1 dengan nilai tukar Rp12 ribu per USD dan pengenaan pajak 15 persen. Maka dengan demikian harga BBM per liter tepatnya Rp6.431. Jika ditambah dengan subsidi Rp81,8 triliun sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 maka harga jual BBM sebesar Rp4.700.

Menurutnya harga tersebut merupakan harga tertinggi karena Presiden Jokowi sudah mengurangi subsidi lebih dari Rp200 triliun lebih. Dia menilai jika Jokowi menggunakan UU APBN 2014 tentang APBN 2015, maka nilai subsidi BBM seluruhnya setara dengan 51 juta Kiloliter BBM.

"Artinya semua rakyat Indonesia bisa mendapatkan BBM subsidi secara gratis," kata Salamuddin kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (20/1).

Daeng menilai kebijakan harga BBM pemerintahan Jokowi masih lebih tinggi dibandingkan harga terakhir pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal harga minyak mentah sudah jauh merosot dibandingkan era SBY. Dia justru menuding pemerintahaan Jokowi malah bermain-main dengan harga BBM tanpa melihat dampaknya terhadap ekonomi dan sosial seperti harga-harga, upah, pendapatan, masyarakat dan keuangan perusahaan.

Menyinggung pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa kebijakan harus direalisasikan dulu lalu pemerintah akan melihat dampaknya. Dia menilai pernyataan JK membuat rakyat Indonesia telah menjadi kelinci percobaan dan berada dalam ketidakpastian.

"Sudah benarkah harga BBM Jokowi ? Sudah rasionalkah harga premium dan solar yang diputuskan pemerintah ? Jika tidak benar apakah pemerintah akan berubah lagi ? Lalu sampai kapan ketidakpastian akan berlangsung ?" kata Salamudin.

Sementara itu, pengamat dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean melihat langkah yang diambil pemerintah dengan menurunkan harga BBM jenis premium sudah masuk dalam tahap liberalisasi. Penetapan harga tersebut menurut dia, pemerintah sudah mendapatkan untung sekitar Rp800 per liternya.

Menurutnya dengan kondisi yang mendapatkan untung, pemerintah masih belum terbuka dan transparan tentang biaya produksi dan berapa keuntungan pemerintah, serta berapa total angka yang disubsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dia menilai kebijakan penurunan harga BBM merupakan bentuk kebijakan reaktif dan tidak punya konsep jelas untuk menuju kedaulatan energi.

"Memang saat ini terkesan pemerintah berbuat baik kepada rakyat dengan turunnya harga minyak dunia," kata Ferdinand kepada Gresnews.com.

Namun kebijakan harga BBM jenis premium yang disesuaikan dengan harga minyak dunia merupakan bentuk liberalisasi karena hanya beberapa pihak yang diuntungkan jika harga minyak dunia naik. Namun sebaliknya rakyat akan sengsara jika harga minyak dunia naik.

"Kami menyarankan sebaiknya pemerintah jangan reaktif terhadap harga minyak. Tetapkan harga dalam per satu tahun berjalan, supaya tidak terjadi gejolak di pasar," kata Ferdinand.

BACA JUGA: