JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengangkatan sejumlah direksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh Menteri BUMN Rini Soemarno menuai kritik. Pengangkatan tersebut dilakukan melalui proses tertutup dan tanpa melibatkan peran serta masyarakat.

Gerakan Dekrit Rakyat yang digawangi beberapa aktivis seperti Ray Rangkuti, Arif Susanto, Dede Nugroho dan Riza Damanik meminta Menteri Rini lebih terbuka dalam proses seleksi para direksi perusahaan plat merah tersebut. Hal itu sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas kepada publik.

"Betapa tidak transaparannya menteri BUMN untuk memberikan uji calon direksi BUMN justru kepada swasta. Jangan sampai negara ini berubah dari republik ke corporaturasi," ujar Arif Susanto di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (16/11).

Selain itu ia juga mengkritik direksi BUMN yang mempunyai gaji cukup besar sekitar Rp100-200 juta dan memperoleh pendapatan rata-rata Rp5-7 miliar per tahun namun tak mampu membawa keuntungan bagi BUMN. Bahkan hanya menimbulkan kerugian negara karena membuat BUMN yang dipimpinnya merugi. Hal ini, menurut Arif, justru berlawanan dengan visi BUMN sebagai tonggak perekonomian nasional.

Ia mengkhawatirkan, gaji besar tersebut justru dimanfaatkan oknum tertentu untuk menyetor kepada sejumlah partai politik. "Jangan-jangan direksi BUMN diberi gaji besar memang untuk beri suap ke parpol, BUMN jadi sapi perah," tudingnya.

Arif meminta, BUMN harus dikembalikan kepada fungsi aslinya yaitu sebagai penghasil keuntungan negara. Dan Menteri Rini, harus memilih para direksi yang memiliki kredibilitas dan rekam jejak yang mumpuni agar bisa menambah keuangan negara.

Sementara itu Riza Damanik menyoroti rekam jejak salah satu perusahaan besar BUMN yang bergelut di dunia maritim yaitu Pelindo II. Menurut Riza, perusahaan tersebut dalam lima tahun terakhir menghabiskan anggaran cukup besar Rp10 triliun. Namun, anggaran itu tidak digunakan secara maksimal, hal ini terbukti masih ada beberapa proyek di pelabuhan yang mangkrak.

Selain itu, Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) ini juga mengkritik kinerja keuangan Pelindo II. Sebab, pada 2013 lalu mereka memperoleh keuntungan diatas Rp2 triliun, namun untuk tahun ini ia mensinyalir jumlah tersebut sulit diperoleh.

"Pelindo II 2013 lalu labanya diatas Rp2 triliun, tapi tahun ini peluangnya tidak sampai disitu. Kinerja keuangan mereka buruk. Ditambah lagi September 2014 ini mereka dapat pinjaman US$1,25 juta atau Rp15 triliun dari Deutsche Bank dalam 5 tahun. Gimana mereka bisa bayar itu?" tandasnya.

Rizal menambahkan, jika ingin menjadi poros maritim dunia, Indonesia harus membangun kemitraan yang kuat untuk memperbaiki sektor industri kelautan, termasuk merevisi seluruh jajaran direksi Pelindo II. Hal itu dilakukan agar perusahaan tersebut menjadi penggerak untuk meraup keuntungan negara dari sektor kelautan.

BACA JUGA: