JAKARTA - Kendati mendapat sorotan usulan Menteri BUMN Erick Thohir untuk penyertaan modal negara (PMN) untuk sejumlah BUMN tetap disetujui Komisi VI DPR-RI pada Rabu (14/7/2021) lalu. Jumlah PMN tambahan ini pada tahun anggaran 2021 sebesar Rp33,9 triliun dan PMN tahun anggaran 2022 yakni Rp72,449 triliun sehingga total mencapai Rp106,35 triliun.

"Kita tidak menolak 100 persen, PMN dalam konteks perusahaan negara masih 100 persen dimiliki sahamnya oleh negara. Itu harus diingat dan itu harus didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh terkait dengan kinerja perusahaan bersangkutan," kata pengamat BUMN Defiyan Cori kepada Gresnews.com, Jumat (16/7/2021).

Defiyan menjelaskan bahwa PMN ini harus dibedakan atas dua hal. Satu perusahaan negara yang betul-betul masih 100% milik negara, yang belum dijual di pasar bursa melalui initial public offering (IPO).

Kedua, perusahaan negara yang sudah di-stock split atau sahamnya sudah pecah dan dijual ke pasar bursa dan sebagian dimiliki oleh publik. Publik dalam pengertian ada swasta, ada lembaga, ada pribadi.

Menurut Defiyan, seharusnya tanggung jawab pengelolaan atas kinerja buruk BUMN itu menjadi tanggung jawab para direksi, manajemen, dewan manajemen dan dewan komisaris.

"Kenapa mereka berkinerja buruk dan sampai mengalami pengelolaan yang tidak profesional, efektif dan efisien. Itu yang harus dicatat," jelasnya.

Kedua, kata Defiyan, pemberian PMN itu harus dijaga oleh lembaga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) PMN tersebut.

"Apa benar itu dimanfaatkan untuk kepentingan penyehatan BUMN kita. Jangan sampai terjadi kongkalikong karena tahun 2024 kita akan memasuki tahun politik," ujarnya.

Apalagi, kata dia, PMN tersebut tidak menggunakan cash on hand melainkan berasal dari utang. Ini lebih fatal lagi bagi penyertaan BUMN.

Kemudian, terhadap BUMN yang sebagian sahamnya sudah dimiliki oleh publik, maka publik berhak meminta tanggung jawab pemegang saham publik untuk menyelamatkan BUMN.

Jangan kemudian dibebankan kepada negara seluruhnya karena ada tanggungjawab publik. Kalau mereka tidak mau menyelamatkan keuangan BUMN tersebut maka harus ada delusi terhadap kepemilikan saham yang mereka miliki saat ini di BUMN-BUMN yang bukan 100 persen lagi milik negara.

"Jangan mencari keuntungannya saja ketika BUMN ini jaya, tetapi ketika BUMN mengalami kesulitan keuangan mereka melepaskan tanggungjawabnya terhadap kebutuhan keuangan BUMN kita," terangnya.

Kegagalan Menteri BUMN

Defiyan berpendapat sebaiknya dana PMN itu digunakan untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Selama BUMN masih bisa beroperasi, berkinerja baik apalagi bila dikelola secara baik oleh manajemen yang profesional, akuntabel, transparan, maka tak ada alasan untuk mendapatkan PMN.

Menurut Defiyan, yang paling utama saat ini adalah menyelamatkan kehidupan ekonomi masyarakat menengah kebawah. "Saya menolak PMN terhadap BUMN," tegasnya.

Defiyan menuturkan, bila tetap terjadi adanya penyaluran PMN ini artinya Menteri BUMN yang diharapkan sebagai pengusaha berhasil, kredibel, yang selama ini dianggap punya prestasi tidak mampu mengelola BUMN.

Ia menjelaskan, kalau dia seorang Menteri BUMN yang profesional, seharusnya memiliki akal, strategi, siasat untuk menyelamatkan BUMN dan tidak meminta PMN kepada negara.

"Artinya ini kegagalan Menteri BUMN didalam menyelamatkan korporasi," tuturnya.

Dalam krisis pandemi seperti saat ini, publik menuntut keprofesionalan Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Menurut Defiyan, Erick adalah pengusaha sukses, yang berhasil mengembangkan perusahaannya dengan baik, maka publik menuntut tanggungjawab itu.

Bagaimana caranya Erick Thohir menyelesaikan berbagai permasalahan BUMN saat ini ketika dihadapkan pada krisis yang diakibatkan oleh Covid-19.

"Harus ada dong, seorang yang profesional, yang katanya berhasil bisa membeli klub inter milan dulu. Bagaimana kok bisa meminta, mengemis lagi kepada pemerintah. Sama aja bohong dong, setiap orang juga bisa menjadi Menteri atau menjadi Direksi, atau Komisaris BUMN kalau kemudian akhirnya hanya meminta bantuan kepada pemerintah. Apa bedanya dengan BLBI yang kemudian menyelamatkan korporasi swasta kalau semuanya minta," jelasnya.

Defiyan menilai, harusnya Presiden Joko Widodo mengevaluasi Menteri Erick Thohir, Sri Mulyani Indrawati dan beberapa menteri yang bertanggungjawab sebagai satgas covid-19. Karena mereka lah yang menjadi penyebab kerusakan ekonomi masyarakat dan utamanya adalah BUMN negara Indonesia.

Jangan Menjadi Parasit

Sementara itu Kepala Food Center Sustainable Food Development Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov mengatakan Indef menentang keras upaya untuk memberikan PMN secara membabi buta, memberikan dengan jumlah yang sangat bombastis kepada BUMN. Apalagi sampai Rp100 triliun lebih hanya untuk satu tahun pada tahun depan.

"Kalau kita komparasikan dengan era pemerintah sebelumnya yaitu Pak SBY itu untuk mendapatkan PMN lebih dari Rp10 triliun dalam 1 tahun aja itu udah telat. Rata-rata PMN nya itu Rp2 triliun, Rp1 triliun ada yang Rp3 triliun tahun 2014 itu," kata Abra kepada Gresnews.com, Jumat (16/7/2021).

Menurut Abra, sekarang ini semakin kesini semakin tidak tahu malu juga BUMN ini. BUMN yang berkinerja buruk menjadikan pandemi ini sebagai kambing hitam, sehingga mereka minta PMN seenak-enaknya.

"Jadi saya menolak keras lah usulan PMN yang nilainya sangat bombastis ini. Kalau pun ada kebutuhan PMN lagi-lagi jumlah yang ratusan triliun itu tadi harus diseleksi ulang, benar-benar selektif. Jadi selektif benar-benar BUMN yang dianggap persoalan itu murni dianggap karena pandemi," jelasnya.

Jadi kata dia, usulan PMN ini bukan karena persoalan sebelumnya, karena masalah di internal ataupun masalah beban yang berat bagi pemerintah. Tapi BUMN ini punya urgensi untuk penanganan Covid 19, dan juga BUMN punya kewajiban untuk bisa menyerap lapangan pekerjaan yang besar.

Abra berharap, BUMN menjadi penyelamat untuk masyarakat dan keuangan negara. Mereka harusnya memberikan kontribusi yang besar dari kinerja-kinerja yang sudah dicetak jauh dari tahun-tahun sebelumnya.

Tapi justru ketika terjadi krisis pandemi, BUMN justru menjadi parasit karena justru menggerogoti APBN negara, keuangan negara yang seharusnya dialokasikan lebih besar untuk penanganan covid untuk kesejahteraan masyarakat secara langsung.

"Karena yang terpukul akibat pandemi ini bukan hanya BUMN. Sektor swasta, UMKM masyarakat itu terpukul semua tapi mereka nggak bisa dapat pertolongan dari siapa pun, dari keuangan negara," tuturnya.

Tetapi kenapa BUMN, kata Abra, yang karena semata-mata menjadi perusahaan milik negara, malah mendapatkan privilege, keistimewaan. Sehingga mereka tanpa sungkan, tanpa malu minta PMN yang sangat besar.

Ia melihat ada beberapa PMN itu sifatnya tidak urgent. Proyek-proyek itu bukan proyek yang benar-benar dibutuhkan saat ini untuk masyarakat. Seperti proyek infrastruktur, proyek kereta cepat, proyek pariwisata.

"Itukan nggak urgent. Istilahnya pandemi pun belum tentu selesai 2 tahun kedepan, " tuturnya.

Abra menilai, proses seleksi ini harus lebih ketat lagi. Nanti akan dibahas lagi di DPR bulan Agustus 2021 setelah penyampaian nota keuangan oleh presiden. Disitu mungkin momen untuk publik mengawal DPR dan pemerintah untuk menyerukan supaya alokasi anggaran harus lebih banyak untuk masyarakat.

Selain itu, dalam usulan PMN sebenarnya DPR baru menyetujui untuk dibawa ke proses selanjutnya, yaitu di dalam rencana nota keuangan APBN 2022. Jadi belum final usulan PMN di DPR tapi menyetujui dalam konteks usulan dari pemerintah PMN itu yang akan dibawa dan dimasukkan kedalam dokumen usulan APBN 2022.

Menurutnya penyelesaian masalah-masalah BUMN itu harus didorong, harus dilakukan secara profesional oleh BUMN. BUMN harus berfikir kreatif bagaimana menyelesaikan persoalan yang mereka sebabkan sendiri.

"Jangan semuanya langsung cuci piringnya ke negara melalui APBN," ujarnya.

Menurut Abra, kinerja Menteri BUMN Erick Thohir menghadapi tantangan besar ketika dia memimpin tahun terakhir, kondisi BUMN-nya juga praktis sudah bermasalah pada tahun-tahun sebelumnya dari 5 tahun sebelumnya. Ada biaya penugasan, proyek-proyek di BUMN banyak terjadi penyimpangan, proyeknya tidak sesuai dengan ekspektasi, terjadi mark up dan sebagainya.

"Artinya ketika dia masuk di BUMN banyak pasien yang menghadapi penyakit berat. Lantas Pak Erick kebagian cuci piringnya, tinggal persoalannya Pak Erick harus secara obyektif menyelamatkan BUMN. Jangan sampai karena masalah yang sudah akut sebelum ini, menjadikan semuanya menjadi manja," katanya.

Erick Thohir harus mendorong BUMN itu supaya survive secara mandiri, mengetatkan ikat pinggang dulu, melakukan efisiensi secara proporsional. Pangkas biaya-biaya operasional di internal tapi bukan memberhentikan karyawan, bukan dengan mem-PHK karyawan sehingga kedepannya semakin efisien.

"Saya pikir juga melakukan efisiensi dalam struktur organisasi. Erick Thohir jangan lagi mengakomodir pihak-pihak yang punya background tidak ada sama sekali dibidangnya, seperti relawan, dan sebagainya," tegasnya.

Sebelumnya Komisi VI juga menyetujui PMN tunai untuk tahun anggaran 2022 senilai Rp 72,449 triliun dan konversi Rekening Dana Investasi (RDI) dan Perjanjian penerusan pinjaman atau SLA dan eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menjadi PMN non tunai dalam bentuk ekuitas untuk 2022 menjadi usulan RAPBN 2022.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan untuk tahun 2021 ini kebutuhan PMN Tambahan 2021 yakni mencapai Rp 33,9 triliun, yaitu untuk PT Waskita Karya Tbk (WSKT) sebesar Rp7,9 triliun, PT KAI (Persero) Rp7 triliun dan PT Hutama Karya (Persero) atau HK sebesar Rp19 triliun.

"Semuanya, termasuk Kereta Api [KAI] dan HK ini adalah penugasan penyelesaian (proyek pemerintah)," kata Erick.

Adapun untuk PMN tahun 2022, sudah disampaikan juga dalam Raker Kamis pekan lalu bahwa totalnya mencapai Rp72,44 triliun untuk 12 perusahaan BUMN.

Berikut detailnya:

1. Hutama Karya Rp 1,35 T, untuk Jalan Tol Trans Sumatera;

2. BUMN Pariwisata in Journey (Aviasi Pariwisata Indonesia/Aviata) Rp9,318 T, permodalan dan restrukturisasi, proyek Mandalika;

3. PLN Rp8,231 T, transmisi gardu induk dan listrik perdesaan;

4. BNI Rp7 T, penguatan modal tier 1 dan CAR (rasio kecukupan modal);

5. KAI-KCJB Rp 4,1 T, PSN Kereta Cepat;

6. Waskita Karya Rp3 T, penguatan modal, restrukturisasi;

7. IFG Rp2 T, restrukturisasi Jiwasraya;

8. Adhi Karya Rp2 T, jalan tol Solo-DIY, Bawen dan proyek SPAM Karian-Serpong;

9. Perumnas Rp2 T, perumahan rakyat berpenghasilan menengah rendah (MBR);

10. Bank BTN Rp2 T, penguatan modal tier 1 dan CAR;

11. RNI Rp1,2 T, penguatan industri pangan;

12. Damri Rp250 miliar, penguatan modal dan penyediaan armada;
(G-2)

BACA JUGA: