JAKARTA - Kebijakan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus menuai kritikan. Kali ini rencana dari Kementerian BUMN memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) pada tahun 2022 sebesar Rp9 triliun dianggap janggal.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu menilai ide PMN ditengah krisis saat ini tidak bijaksana. "Ditengah kesulitan rakyat, kok ada ide untuk Penyertaan Modal Negara," kata Said Didu kepada Gresnews.com, Sabtu (10/7/2021).

Said Didu menjelaskan pertama mengenai PMN yaitu mengambil uang rakyat di APBN untuk dipindahkan ke BUMN untuk berbisnis. Ini disebut dengan prinsip penyertaan modal negara.

Kemudian ditengah kesulitan keuangan sekarang ini sangat kurang tepat untuk meminta penyertaan modal negara untuk apa pun.

"Karena tidak ada uang, membiayai Covid saja sudah berat, rakyat sudah nggak kuat, rumah sakit tidak dibayar, tertunda bayarannya, kemudian tenaga kesehatan tertunda (pembayarannya), oksigen langka, rumah sakit penuh," jelasnya.

Menurut Said Didu saat ini ada tiga kelompok kriteria perusahaan yang akan menerima PMN. Yakni sektor infrastruktur, perbankan dan restrukturisasi perusahaan dalam rangka mengurangi kerugian perusahaan.

"Itukan yang untuk infrastruktur juga agak tidak bijak. Masa mau mengambil uang rakyat untuk membangun jalan tol ditengah kesulitan sekarang," terangnya.

Kedua, perbankan. Ini menarik kalau melihat kinerja dan indikator-indikator BTN dan BNI tidak terlalu bermasalah. Apalagi kalau dibilang untuk mengembangkan usaha.

Apakah betul bahwa bank ini kesulitan uang untuk pengembangan. Karena permohonan kredit sekarang ini sangat rendah dan malah uang yang ada di Bank itu menumpuk.

"Jadi saya nggak mengerti, ataukah ada data disembunyikan sehingga sebenarnya kedua Bank ini, BNI dan BTN ada masalah besar didalam yang kita nggak tahu," ujar Mantan Sekretaris Kementerian BUMN tersebut.

Said Didu menduga bahwa pemberian PMN terhadap bank ini ingin digunakan sebagai pintu masuk untuk menyalurkan kredit kepada proyek yang tidak layak. Tapi belum diketahui pasti hal itu seperti BTN.

"Jangan sampai bank ini menjadi alat dengan diberikan modal agar menyalurkan kredit ke proyek-proyek yang tidak layak," tuturnya.

Said Didu menuturkan PMN itu diberikan melalui beberapa pertimbangan. Pertama, kalau ada perusahaan yang dipertimbangkan akan bangkrut dan kalau tidak dikasih PMN maka negara akan mengalami kerugian sangat besar.

Kedua, dalam rangka pengembangan usaha ketika kondisi normal. Dan ketiga, ada yang dikasih PMN ke Bahana Pengembangan Usaha Indonesia (BPUI).

"Itukan dalam rangka menutupi perampokan jiwasraya. Itu juga nggak masuk akal, perampok yang nggak mengembalikan uangnya sampai sekarang tapi kok diganti dari uang APBN," ungkapnya.

Itulah tujuan PMN yang pada intinya seperti itu dan juga diberikan untuk penugasan. Penugasan itu biasanya kalau ada penugasan yang tidak layak tapi modal BUMN tidak cukup maka dia dikasih modal agar bisa meminjam uang. Pada umumnya tiga hal itu yang utama dalam pemberian PMN.

"Tapi kalau kondisi normal itu seperti yang BUMN kontruksi kan dikasih uang karena proyek tol tidak layak dikasih PMN. Tapi kan apa si salahnya menunda dulu jalan tol. Kan tidak salah. BNI dan BTN nggak lagi mau bangkrut," cetusnya.

Kemudian, Said Didu menyatakan tidak tahu apakah ada sesuatu dibalik PMN atau memang itu bisnis murni.

"Saya tidak bisa menduga tetapi analisisnya demikian. Rasionalitas saya tidak masuk bahwa ditengah APBN yang hutang sangat besar, terus ada ide PMN. Tapi biasanya memang ada lobi-lobi khusus untuk mendapatkan PMN. Itukan analisisnya tidak terlalu terbuka," jelasnya.

Menurutnya, publik harus waspada ada apa dibalik pemberian PMN tersebut. Kalau yang untuk kontruksi itu jelas untuk melanjutkan pembangunan jalan tol yang tidak layak, berarti itu yang menjadi masalah.

"Terus ada yang untuk kereta api sangat jelas untuk membantu proyek cepat China. Royal sekali!" ujarnya.

Namun, Said Didu mengatakan tidak tahu persis seperti apa tujuan dibalik pemberian PMN ke perbankan.

"Biasanya kalau bank ini tidak normal dikasih PMN, indikator-indikator tidak ada masalah, tidak terlalu berat kenapa dikasih PMN. Saya nggak tahu ada apa dibalik agenda itu. Saya menduga siapa tahu Bank ini diminta menyalurkan suatu kredit yang tidak layak sehingga dikasih PMN," tukasnya.

Tak Tepat Sasaran

Sebelumnya Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan rincian PMN adalah Rp7 triliun pada Bank BNI dan Rp2 triliun ke BTN. Itu merupakan bagian dari usulan PMN kepada perusahaan BUMN pada tahun 2022 sebesar Rp72,45 triliun.

Penambahan modal pada kedua bank pelat merah itu ditujukan untuk untuk penguatan permodalan dengan peningkatan capital tier 1 dan capital adequacy ratio (CAR). Permodalan BNI saat ini mengalami tekanan dimana CAR Tier I perseroan hanya ada di kisaran 16%. Pertumbuhan aset maupun pinjaman BNI dalam beberapa tahun terakhir tidak didukung dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang memadai.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah menetapkan status BNI sebagai bank sistemik disebut telah meminta untuk memperkuat modal tier 1 BNI. Sedangkan terkait rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) bank tersebut ditargetkan bisa diselesaikan dalam satu dua tahun ke depan sejalan dengan restrukturisasi dan transformasi yang dilakukan BNI.

Untuk permodalan dalam jangka pendek, BNI akan meningkatkan modal tier 2 dengan penerbitan perpetual bond sebesar US$500 juta tahun ini. Sementara untuk tujuan jangka panjang, Kementerian BUMN menilai perlu diberikan PMN Rp7 triliun. "Kami ajukan rights issue total size Rp11,7 triliun dengan Rp7 triliun porsi pemerintah," kata Kartika dalam paparannya pada Komisi IV DPR, Kamis (8/7/2021).

Sedangkan BTN disebut sebagai salah satu yang paling rendah di antara bank-bank di antara peers industri. Bank ini lebih mengandalkan capital tier 2 dengan penerbitan bond sehingga penambahan modal dirasa perlu, apalagi mengingat bank merupakan penyalur KPR subsidi.

Ia itu menjelaskan, awalnya usulan rights issue BTN sebesar Rp5 triliun dengan PNM sekitar Rp3 triliun. Namun, Kementerian BUMN mempertimbangkan melakukan opsi rights issue Rp5 triliun dengan PNM Rp2 triliun atau dengan opsi right issue di Rp3,3 triliun dengan PNM tetap di kisaran Rp2 triliun.

Sementara itu, Anggota Komisi Vl DPR-RI Nusron Wahid melontarkan kritikan dengan menyebut BUMN perbankan merupakan sektor yang paling kokoh dan mapan sehingga pemberian PMN kepada perusahaan yang sehat ini dianggap tidak tepat.

Dia menilai pemberian PMN tersebut dengan dalih pengembangan bisnis sangat tidak sesuai dengan semangat negara saat ini untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini.

"Menurut hemat kami dalam situasi semacam ini sangat kurang pas. Melihat BUMN ini tidak pernah ada subsidi dan proteksi apapun itu adalah BUMN Perbankan. Nah salah satunya adalah BNI dan BTN. Saya paham betul bagaimana BNI dengan masuknya beberapa orang hebat seperti Komisaris Utamanya Pak Agus Marto itu mempunya ambisi dan misi," kata Nusron dalam rapat yang sama.

Selain itu, Nusron juga mengusulkan untuk penguatan BNI dan BTN seperti menempuh jalur right issue dan juga menahan dividen yang seharusnya disetorkan kepada pemegang saham yang kemudian dijadikan rekapitalisasi tambahan Capital Adequacy Ratio (CAR). Sehingga target Rp40 triliun dividen Kementerian BUMN tahun depan harus dikecualikan kepada BNI dan BTN.

"Genjot saja PLN, Pertamina, Mandiri, dan BRI, tetapi dividen atau keuntungan daripada BNI dan BTN diberikan untuk kepentingan rekapitalisasi supaya CAR-nya meningkat, supaya BNI dan BTN masuk menjadi Bank Tier I Capital tidak ketinggalan dengan yang lain," jelasnya.

Nusron menyatakan lebih setuju kalau uang yang diminta untuk PMN ke Bank BNI dan BTN itu dialokasikan untuk pembangunan rumah sakit dan industri farmasi sesuai kondisi pandemi yang dibutuhkan saat ini.

"Jadi ada Rp9 triliun. Kami lebih setuju usulan dalam sense of crisis seperti ini ada sinyal politik bahwa kita ingin membesarkan industri farmasi kita, ingin membesarkan rumah sakit kita, terutama yang dimiliki oleh BUMN," ujarnya. (G-2)

BACA JUGA: