JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Pertamina melakukan distribusi gas elpiji ukuran 3 kilogram secara tertutup semakin dipertanyakan. Pasalnya, dalam sistem distribusi terbuka seperti sekarang ini saja, pengawasan Pertamina dinilai lemah. Salah satu indikasinya adalah maraknya gas elpiji oplosan yang membuat konsumen, khususnya kalangan bawah dirugikan.

Yang terbaru adalah kasus pengoplosan elpiji 3 kilogram yang membuat resah warga Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis, Depok. Mereka merasa dirugikan dengan gas elpiji 3Kg yang dioplos dengan air. Gas-gas tersebut dijual oleh seorang tak dikenal dengan menggunakan sepeda motor.

Tak tanggung-tanggung orang tersebut telah menjual puluhan tabung elpiji 3 kg bercampur air tersebut. Pembelinya tal hanya konsumen rumah tangga, tetapi juga para pengecer gas di sekitar di Kelurahan Tugu, Cimanggis,Depok. Pihak Polres Depok pun turun tangan untuk mengusut dalam penjualan gas oplosan ini.

Sejauh ini, polisi telah menyita 10 tabung gas elpiji 3 kg yang dicampur air tersebut. Selain itu polisi juga telah meminta keterangan beberapa saksi  atau warga yang tertipu dengan membeli elpiji 3 kg yang berisi air dari oknum yang menggunakan sepeda motor itu.

Terungkapnya kasus ini, semakin membuka bobroknya sistem pengawasan dalam distribusi gas elpiji, khususnya elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah. Sebelumnya, polisi juga mengungkap kasus serupa di Bogor, Tangerang Selatan, bahkan di wilayah Sidoarjo, Semarang dan Blitar.

Minimnya pengawasan sehingga marak kasus pengoplosan gas elpiji, khususnya ukuran 3 kg ini menjadi sorotan DPR. Maklum, pemerintah justru ingin melaksanakan sistem distribusi gas elpiji 3 kg secara tertutup dengan dalih mengurangi subsidi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, subsidi untuk elpiji tabung 3 kg memang tinggi, mencapai Rp20 triliun.

Hanya saja, menurut anggota Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah, pelaksanaan pengawasan sistem tertutup ini harus lebih ketat lagi. Pasalnya selain pengoplosan, bisa saja ada penyelewengan daftar mereka yang berhak membeli gas elpiji 3 kg jika pengawasan distribusi sistem tertutup yang berdasarkan database jumlah penduduk miskin, lemah pengawasannya.

"Pengawasan elpiji 3 kg dan 12 kg selalu sulit, oleh karena itu harus ada perubahan dan harus ada tindakan tegas Pertamina," kata Inas kepada gresnews.com, Rabu (23/11).

Inas mengaku kecewa karena Pertamina masih lemah dalam mengawasi peredaran as elpiji, khususnya elpiji 3 kg. Akibatnya, selain pengoplosan juga kerap terjadi kelangkaan akibat rantai distribusi yang terlalu panjang depo ke SPBE, ke agen, ke pangkalan, ke warung-warung. "Ini terlalu panjang, jadi sangat rawan permainan," ujarnya.

Inas mengatakan, pengoplosan sering terjadi ketika terjadi kelangkaan gas di pasaran. "Ketika langka, oplosan ini juga semakin marak dan gak terkontrol. Contoh, modus yang selain dicampur dengan air (seperti yang ditemukan di Depok), yang lebih marak terjadi adalah gas 3 kilogram dipindahin ke 12 kilogram. Jadi, lebih mahal kan," ujarnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Inas setuju dengan sistem distribusi tertutup, namun pengawasan juga harus lebih diperketat karena nantinya gas elpiji 3 kg tidak beredar secara bebas. "Perlu ada kontrol dari pemerintah dan memberdayakan BPH Migas. Kan dia (BPH Migas) pengawasan hilir. Nah, ini perlu dimanfaatkan," ujarnya.  

Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas BungKarno (UBK) Salamuddin Daeng. Menurutnya, distribusi gas elpiji 3 kilogram memang sangat kacau. "Pertamina tidak mengontrol distribusi sampai tingkat pengecer dan konsumen. Ini membuka peluang terjadi penambahan dan pengoplosan," katanya kepada gresnews.com, Rabu (23/11).

Kemudian pemerintah tidak memiliki mekanisme pengawasan atau pengamanan dari praktik pengoplosan baik dari sisi kebijakan maupun teknis pelaksanaan. Selain itu, gas subsidi 3 kg menjadi ajang bisnis atau ajang mencari keuntungan, padahal ini merupakan barang bersubsidi yang harga jauh lebih rendah.

"Ini jelas rawan disalahgunakan pebisnis. Pemerintah tidak memiliki mekanisme untuk memastikan penyaluran gas subsidi 3 kg tepat sasaran," kata Salamuddin kepada gresnews.com.

Akibatnya banyak orang berhak tapi tidak bisa mendapatkan. Padahal gas 3 kg disubsidi sangat besar. "Banyak orang mulai dari politisi, birokrat, terlibat mengambil keuntungan dalam perdagangan gas termasuk gas subsidi 3 kg. Akibatnya banyak terjadi KKN," jelasnya.

SUDAH MAKSIMAL - Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro membantah tudingan jika selama ini pendistribusian gas elpiji 3 Kg ke agen-agen resmi kurang pengawasan, sehingga sering terjadi pengoplosan.Wianda memastikan, Pertamina mendistribusikan gas 3 kg kepada masyarakat dalam kondisi pas isinya yang didistribusikan hingga ke agen dan pangkalan resmi serta SPBU.

"Pertamina mengontrol aktivitas pendistribusian di jalur resmi Pertamina dan kami tidak segan segan memberikan sanksi kepada agen resmi apabila terbukti melakukan tindak kriminal pengoplosan gas elpiji," kata Wianda kepada gresnews.com, Rabu (23/11).

Dia mengungkapkan, pihak Pertamina selalu melakukan monitoring ketat terhadap pendistribusian elpiji 3 kg yang dilakukan agen dan pangkalan resmi secara harian. Pertamina juga telah membangun Sistem Monitoring Penyaluran LPG 3 kg atau yang disebut juga SIMOL3K untuk memonitor penyaluran harian dari agen ke pangkalan secara real, serta melakukan pengecekan dan registrasi bagi pangkalan resmi.

"Setiap pangkalan yang resmi terdaftar di Pertamina diwajibkan memasang identitas berupa Papan Pangkalan yang mencantumkan nomor registrasi dan Harga Eceran Tertinggi setempat," jelasnya.

Selain itu, kata dia, Pertamina senantiasa berupaya untuk menjaga kualitas produk yang diterima oleh masyarakat dan mencegah terjadinya pengoplosan. Pada produk elpiji 3 kg, Pertamina mewajibkan pemasangan seal cap sebagai identitas stasiun pengisian, serta plastic wrap sebagai identitas dari agen penjual produk LPG 3 kg tersebut untuk mempermudah pengawasan di lapangan.

Dia menjelaskan, sanksi yang diberikan berupa PHU atau pemutusan hubungan usaha bagi penyalur resmi yang melakukan kejahatan pengoplosan. Kasus-kasus yang ditemui selama ini pada prinsipnya terjadi di luar jalur distribusi resmi Pertamina. "Karena itu Pertamina senantiasa bekerja sama dengan aparat terkait dalam menuntaskan kasus-kasus yang ditemukan dan selalu berkomunikasi aktif dengan pemerintah setempat yang berwenang dalam pengawasan untuk menjaga ketertiban tata niaga elpiji 3 kg yang baik," kilahnya.

Soal ditemukannya gas elpiji oplosan, kata Wianda, tentu saja itu merupakan tindak kejahatan yang tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga membahayakan. Karena itu Pertamina mengimbau masyarakat agar tidak segan melaporkan jika di sekitarnya ada tindakan oknum yang mencurigakan atau sering mencium bau gas bocor di luar kewajaran untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian.

"Apabila ditemukan produk LPG 3 kg dengan seal cap dan plastic wrap yang tidak sesuai, masyarakat dapat melaporkannya ke Call Center Pertamina di nomor telepon 1-500-000," ujarnya.

Soal motif, kata Wianda, karena produk gas elpiji 3 kg merupakan produk bersubsidi, maka harga jual di pasaran jauh lebih murah dibandingkan produk elpiji lain yang tidak disubsidi. Keadaan disparitas harga yang tinggi antara elpiji 3 kg dan produk elpiji lain yang tidak bersubsidi ini memicu motif ekonomi dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Wianda percaya, Pertamina akan bisa memperbaiki masalah ini jika sistem distribusi elpiji 3 kg secara tertutup dilaksanakan. "Sekarang masih terbuka, sehingga semua orang dapat membeli elpiji 3 kg tanpa batasan, karena belum ada pembatasan kriteria masyarakat yang berhak membeli elpiji 3 kg," pungkasnya.

BACA JUGA: