JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah tengah berencana menerapkan distribusi tertutup elpiji 3 kilogram. Namun penerapan distribusi tertutup elpiji 3 kg dinilai lumayan berat. Karena penyediaan infrastruktur tabung gas dan kartu pembayaran menjadi satu pertimbangan utama.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mengatakan, distribusi tertutup elpiji 3 kg harus berjalan sesuai aturan yang ditentukan, agar semua masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi menerimanya dengan merata. "Harus diusahakan tepat sasaran. Harus dimulai, bisa menggunakan data dari TNP2K yang dipakai untuk mendata penerima susbsisi listrik 900 VA," kata Satya kepada gresnews.com, Minggu (13/11).

Politisi Golkar itu mengaku mendukung dan bahkan ikut menganjurkan dilakukannya distribusi tertutup atas gas elpiji 3 kg. Tujuannya agar penyaluran gas 3 kg benar-benar sampai ke konsumen rumah tangga menengah ke bawah. Hal ini penting lantaran pemerintah sudah menaikkan harga gas elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 per kg.

Kenaikan harga elpiji 12 kg ini dinilai akan memicu terjadinya perpindahan konsumsi ke elpiji 3 kg. Selain itu, distribusi tertutup penting untuk memaksimalkan Peraturan Bersama Menteri ESDM dan Menteri Dalam Negeri No. 17 dan No. 5 tahun 2011 mengenai peruntukan elpiji 3 kg hanya disalurkan kepada rumah tangga menengah ke bawah dan usaha mikro.

"Saat ini DPR akan merekomendaikan pada Pemerintah. Distribusi tertutup kan bukan Cuma wacana tertulis. Harus benar-benar diimplementasikan. Menurut saya inilah solusi paling tepat," kata Satya.

Distribusi tertutup harus dilakukan karena tanpa itu, migrasi dari elpiji 12 Kg ke 3 Kg menjadi tidak terkendali. "Anggaran subsidi bakal membengkak," tegas Satya.

Sebelumnya, Direktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja menyatakan tantangan penerapan distribusi tertutup elpiji 3 kg lumayan berat. Penyediaan infrastruktur tabung gas dan kartu pembayaran menjadi satu pertimbangan utama.

"Jadi saat ini yang bisa membeli elpiji 3 kg hanya 15,5 juta rumah tangga, yang sudah kami bagi paket perdana. Tetapi nantinya sebanyak 54 juta rumah tangga yang lain, mereka harus beli apa? Makanya kami harapkan tabung 5,5 kg sudah tersebar dimana-mana," kata Wiratmaja.

Dia mengungkapkan, pada saat distribusi tertutup elpiji 3 kg diterapkan di semua wilayah Indonesia, maka hanya 15,5 juta rumah tangga yang berhak membeli 3 kg. Selain itu, terdapat 2,29 juta usaha mikro yang juga berhak mengkonsumsi elpiji tabung
melon tersebut.

Disamping tantangan infrastruktur tabung gas, infrastruktur kartu untuk pembelian elpiji 3 kg juga harus disiapkan. Pemerintah di saat ini menggandeng salah satu bank milik BUMN untuk membangun dan mengoperasikan sistem pembayaran non tunai distribusi tertutup ini.

BALI JADI PERCONTOHAN - Sementara ini, Bali dipilih menjadi daerah percontohan penyaluran elpiji tabung 3 kg secara tertutup. Skema penyaluran ini akan menggunakan kartu khusus untuk masyarakat yang dikategorikan miskin sesuai data pemerintah.

"Tahap awal sepakat dengan Dirjen Migas bahwa pulau Bali (untuk distribusi tertutup)," kata Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (8/11).

Rencana awal memang diimplementasikan di Tarakan, Kalimantan. Akan tetapi, banyak persoalan teknis yang sulit diselesaikan dalam waktu singkat.

"Tarakan itu kan komunikasinya masih berat. Jadi pakai kartu, nggak online-online. Sementara ini akan menjadi (kebijakan) nasional," terangnya.

Penyaluran akan memanfaatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Dana dari pemerintah diberikan langsung kepada masyarakat yang berhak untuk digunakan pembelian elpiji tabung 3 kg. "Ini yang akan ditempuh menjadi subsidi langsung seperti penyaluran beras miskin (raskin)," kata Ahmad.

Dari data pemerintah, masyarakat yang berhak menerima subsidi adalah 25,2 juta rumah tangga. Akan tetapi, pengguna elpiji tabung 3 kg mencapai 59 juta rumah tangga. "Jadi Pertamina harus memotong separuh dari pembeli elpiji," imbuhnya.

Untuk menjadikan program nasional, Ahmad menilai perlu waktu yang cukup panjang, kecuali langsung menghapuskan subsidi. Subsidi elpiji diketahui menjadi beban yang cukup berat untuk anggaran negara. "Ini memang sulit dilakukan dengan sistem apapun. Makanya kita butuh waktu," terangnya.

RAWAN KEBOCORAN - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono mengatakan, program distribusi secara tertutup gas elpiji 3 kg subsidi berisiko mengalami banyak "kebocoran". Selain itu, diprediksi juga akan banyak penyelewengan yang terjadi.

"Misalnya gas elpiji subsidi 3 kg disuntikkan atau dipindahkan ke tabung ukuran 12 kg yang non subsidi oleh banyak agen elpiji dan pemilik stasiun pengisian bahan bakar elpiji. Juga bisa terjadi kongkalikong antara oknum Pertamina yang mengurus distribusi domestik dengan pemilik SPBE dan agen elpiji," kata Arief kepada gresnews.com, Minggu (13/11).

Dia menyebutkan, jika distribusi dilakukan tertutup, ada kesulitan yaitu karena tidak akuratnya data penerima gas tersebut. Arief mengungkapkan, banyak gas elpiji subsidi ukuran 3 kg dipakai oleh rumah tangga yang masuk kategori masyarakat menengah ke atas.

"Yang seharusnya tidak berhak membeli gas ukuran 3 kg, serta banyak digunakan oleh sektor usaha restoran mewah dan menengah yang akhirnya warteg dan pedagang kecil justru memakai gas elpiji ukuran 12 kg," jelasnya.

Menurutnya, kendalanya adalah akan banyak meyebabkan kelangkaan kelangkaan gas elpiji ukuran 3 kg jika distribusinya dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan. Kendala lainnya juga dari sisi kontrol dipastikan akan kesulitan. "Jika distribusinya tertutup yang jelas yang dirugikan adalah negara bukan Pertamina karena Pertamina tinggal menagih saja ke negara jumlah gas elpiji subsidi ukuran 3 kg yang didistribusikan," ungkapnya.

Dia menegaskan, agar pemerintah dan Pertamina harus berpikir ulang untuk melakukan distribusi gas elpiji 3 kg secara tertutup dan harus mencari sistem baru agar distribusinya tepat sasaran kepada yang masyarakat yang berhak. "Jangan sampai akibat distribusi tertutup kemauan pemerintah jika ada kelangkaan elpiji 3 kg yang disalahkan manajemen Pertamina padahal aturan mainnya yang menentukan pemerintah," ujarnya.

SUBSIDI MENGUAP - Ketua Asosiasi Ekonomi Politik (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, masalah subsidi elpiji 3 kg ini memang merupakan masalah yang aneh. Pasalnya, jumlah subsidi yang diberikan besar, tetapi rakyat miskin sering tidak dapat gas. "Kemana dana subsidi menguap?" kata Salamuddin kepada gresnews.com.

Dia megaskan, seharusnya subsidi elpiji 3 kg sebesar Rp31,984, triliun dalam APBN 2017 memadai untuk mensubsidi 28 juta jiwa penduduk miskin Indonesia atau sekitar 7 juta rumah tangga miskin di Indonesia. Terkait rencana melakukan distribusi tertutup elpiji 3 kg, kata Salamuddin Daeng, sebaiknya tidak dilakukan.

Dia menyarankan sebaiknya pemerintah langsung menyalurkan ke masyarakat miskin, sehingga rumah tangga miskin berhak menerima Rp4,5 juta per rumah tangga sebagai bagian dari subsidi gas. "Mengingat pemerintah belum memiliki data yang jelas mengenai jumlah rumah tangga miskin berdasarkan nama dan alamat mereka," kata Salamuddin kepada gresnews.com, Sabtu (12/11).

Akibat data tak akurat, banyak masyarakat yang berhak justru tidak mendapatkan jatah elpiji 3 kg bersubsidi. "Banyak terjadi pengoplosan elpiji yang dilakukan oleh para pedagang dan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Bahkan elpiji 3 kg kerap dijadikan alat politik dan bisnis para politisi. Selain itu, dana subsidi rawan dikorupsi. "Pertamina seringkali dirugikan dan dibebani keuangannya untuk mendistribusikan elpiji 3 kg," ucapnya.

Menurut Salamuddin, mekanisme distribusi elpiji 3 kg bersubsidi seharusnya dapat meniru mekanisme penyaluran dana BLT atau beras raskin. Dana subsdi langsung diberikan kepada masyarakat miskin.

"Mekanisme ini akan lebih efektif dan menghindari terjadi penyimpangan dan salah sasaran subsidi. Tentu saja dengan syarat seluruh kelemahan raskin dan BLT harus diperbaiki untuk menyempurnakan mekanisme subsidi langsung LPG 3 kilogram," tegasnya. (dtc)

BACA JUGA: