JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hari ini dijadwalkan melakukan pembahasan bersama Kementerian Koordinasi Perekonomian tentang penentuan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti premium dan solar. Penentuan harga tiga bulanan  ini diterapkan pada April hingga Juni 2016.  

Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan belum bisa mengumumkan penurunan atau kenaikan harga BBM tersebut.  "Harga baru BBM itu akan dibahas lebih dulu bersama Kementerian Koordinator (Kemenko)  Perekonomian Rabu (23/3)," kata Sudirman.

Menurutnya, sampai saat ini Kementerian ESDM belum bisa memutuskan harga baru BBM untuk jenis premium dan solar. Walaupun harga minyak dunia belakangan ini berada di bawah level yang telah ditetapkan. "Kita belum bisa putuskan BBM masih akan dibahas lebih dulu," jelasnya.

Namun sebelumnya Sudirman memastikan bahwa harga BBM penugasan akan kembali diturunkan. Jenis BBM yang dipastikan turun per 1 April 2016 antara lain premium dan solar.

"Penurunannya berapa kita tunggu tanggal 31 Maret, sedang dihitung," tutur Sudirman di kantornya, Jumat (18/3).

Sudirman menegaskan bahwa pemerintah akan menetapkan harga baru BBM pada akhir Maret 2016 dan berlaku efektif pada bulan berikutnya. Menurutnya, ada dua faktor utama yang akan menyebabkan harga BBM turun yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan tertekannya harga minyak dunia.

"Kalau melihat seluruh aspek, baik rupiah yang menguat kemudian harga minyak dunia yang turun, (harga BBM) itu sudah pasti akan ada penurunan," katanya.

NASIB PENGEMBANGAN ENERGI BARU - Menanggapi rencana evaluasi harga BBM itu, Direktur Eksekutif Energy Wacth Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahean menilai formula penetapan harga BBM oleh pemerintah yang semi liberal karena mengacu pada mekanisme pasar sudah saatnya diubah, karena sudah tidak relevan. Mengingat Indonesia tak lagi mampu memenuhi kebutuhan nasional dari produksi dalam negeri. Indonesia sudah menjadi importir murni minyak.

Dengan kondisi tersebut, menurut Ferdinand, tidak tepat jika penetapan harga jual BBM mengacu kepada harga pasar. Bahkan berkaca kepada beberapa negara produsen minyak terbesar pun seperti Arab, penetapan harga jual minyaknya tidak mengacu pada harga pasar.

"Mekanisme penetapan harga jual BBM yang mengacu kepada harga pasar justru lebih banyak membuat ketidakpastian publik bahkan di internal pemerintah sendiri," kata Ferdinand kepada gresnews.com, Selasa (22/3).

Pengamat energi ini menegaskan, harga jual yang mengacu pada pasar di tengah merosotnya harga minyak dunia justru tidak sejalan dan bertolak belakang dengan program internal Kementerian ESDM dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Di satu sisi pemerintah melalui Kementerian ESDM ingin menggalakan pengembangan EBT. Namun ironisnya harga jual BBM fosil yang semakin rendah justru mengubur program pengembangan EBT

Menurutnya, pengembangan EBT tidak akan meningkat bila harga jual BBM fosil makin rendah. Ini, menurutnya, harus jadi perhatian besar  pemerintah dalam rangka menyusun kebijakan penetapan harga BBM. Sebab BBM fosil adalah satu keniscayaan yang akan segera habis dan dunia wajib berpindah ke energi baru terbarukan. "Maka tidak ada pilihan meski sudah terlambat, pemerintah harus membuat kebijakan komprehensif antara harga jual BBM dengan pengembangan EBT," ujarnya.

Pada bulan April awal, pemerintah harus mengevaluasi harga jual BBM untuk periode bulan April hingga Juni 2016 mengacu pada rata rata MOPS bulan Januari sampai dengan Maret 2016, dimana harga minyak dunia jatuh pada titik terendah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Artinya jika mengacu pada harga minyak tersebut, maka harga jual BBM akan turun pada kisaran yang sangat murah bahkan lebih murah dari seliter air mineral. Namun harga jual BBM murah tersebut juga belum tentu mampu menggerakkan turunnya harga bahan kebutuhan pokok, karena pemerintah tidak punya instrumen yang bisa memaksa harga barang turun ketika harga BBM turun.

Sementara ketika harga BBM kembali naik, maka harga barang naik secara otomatis. Ini artinya penurunan harga BBM sia-sia saja karena tidak dinikmati oleh rakyat akan tetapi dinikmati pemilik kendaraan yang kelas sosial ekonominya menengah ke atas. "Selain harga BBM murah juga akan menghambat pengembangan energi baru terbarukan," tambahnya.

Berkaca dari dua hal itu, pemerintah harus menjadikan hal itu sebagai faktor utama untuk menentukan harga jual BBM. Pemerintah harus mengubah regulasi di sektor ini, dengan menetapkan harga BBM flat mengacu pada perhitungan yang berbasis kepentingan nasional dan tidak berbasis pada harga minyak dunia. Sebab pengembangan energi baru sangat penting sebagai pengganti energi fosil yang akan habis. Ferdinand mengusulkan pemerintah sebelum memutuskan penurunan harga BBM untuk April nanti, sebaiknya memperbaiki regulasinya. Serta menetapkan harga BBM yang menguntungkan dan di dalam koridor kemampuan daya beli masyarakat.

Selain itu, yang penting, pemerintah menempatkan keuntungan tersebut pada pos stabilisasi harga BBM dan pengembangan energi baru. "Tidak perlu latah mengikuti harga pasar yang justru buruk bagi bangsa," katanya.

BACA JUGA: