JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah didesak segera mengambil keputusan terkait nasib pasokan minyak mentah untuk kilang mini milik PT Tri Wahana Universal (TWU) di Bojonegoro. Akibat ketiadaan pasokan minyak mentah, operasional kilang dengan kapasitas 16.000 barel per hari itu telah berhenti sejak dua bulan lalu.

Sebab sejak perjanjian awal pengoperasian kilang berakhir pada Akhir Desember lalu,  pemerintah melarang perusahaan tersebut mengambil minyak secara langsung dari mulut sumur pengeboran. Karena pemerintah belum memutuskan formula harga di mulut sumur dan volume minyak mentah yang harus dialokasikan ke kilang mini TWU.

Akibatnya ribuan pekerja yang terlibat dalam operasional kilang tersebut menganggur. Anggota Komisi VII DPR RI, Dito Ganinduto, mengatakan kilang mini TWU memiliki dampak terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Selain itu dengan tidak beroperasinya  kilang tersebut dalam waktu lama akan berdampak bagi iklim investasi di tanah air.

"Jadi pemerintah harus ambil tindakan tegas, terkait kepastian hukum dan iklim investasi. Tidak bagus kalau TWU lama berhenti operasi.  TWU juga tidak ada kaitannya dengan rencana penerbitan Permen. Mereka sudah jalan  atau eksisting hanya kendala dikesepakatan saja," kata Dito dalam acara diskusi di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (7/3).

Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (SKK) Minyak dan Gas Bumi Migas Zikrullah mengakui saat ini kilang TWU yang dibangun pada 2008 dan beroperasi setahun kemudian telah berhenti beroperasi sejak awal tahun lalu. Hal itu terjadi karena adanya larangan bagi perusahaan tersebut untuk mengambil minyak secara langsung dari mulut sumur.

Zikrullah menjelaskan dalam perjanjian awal dengan TWU, alokasi minyak mentah memang disepakati hingga akhir Desember 2015. Sementara untuk awal 2016 belum ada kesepakatan baru dan hal tersebut menjadi kewenangan pemerintah untuk menentukan, baik soal harga maupun besaran pasokannya.

Menurutnya pada dasarnya alokasi minyak untuk kilang mini tersebut menjadi kewenangan pemerintah. Sementara saat ini pemerintah tengah mengkaji persoalan tersebut, termasuk kesepakatan mengenai harganya.

"Kewenangan alokasi ada di pemerintah. Hulu, kita siap buka keran. Jika pemerintah sudah memastikan alokasi dan soal harganya. Kita siap, infrastruktur juga sudah tersambung," ujar Zikrullah.

DAMPAK EKONOMI MASYARAKAT - Zikrullah menambahkan keberadaan kilang mini tersebut, memberikan dampak terhadap perekonomian di wilayah Bojonegoro.  Bukan hanya itu, kilang mini juga meningkatkan efisiensi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) untuk daerah yang terpencil.

"Apakah urgent jika memberikan dampak ke hulu, jadi harus disupport. Tapi yang harus diperhatikan masyarakat  sekitar, misalnya Bojonegoro ada 5.300 an tenaga kerja, ini memberikan dampak positif, namun jika industrinya kurang, maka bisa tingkatkan aktivitas ekonomi," jelasnya.

Menurut Zikrullah dihentikannya operasi kilang TWU, maka jatah pasokan minyak dari Lapangan Banyu Urip di Bojonegoro, Jawa Timur yang dioperasikan Chevron yang semula untuk pasokan TWU  dialihkan ke kilang Gagak Rimang milik PT Pertamina.  "Sekarang ke Gagak Rimang, ke kilangnya Pertamina. Enggak ada masalah," ujarnya

Selain itu, alokasi ini hanya berlaku sementara. Nantinya, jika kesepakatan harga baru telah diputuskan minyak akan kembali disalurkan ke TWU. Kendati, alokasi untuk Gagak Rimang harus berkurang.

TUNGGU AUDIT - Sementara itu Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Setyorini Tri Hutami, membenarkan pihaknya masih melakukan kajian mengenai alokasi dan harga  yang akan disepakati  untuk memasok kilang mini  TWU  di Bojonegoro.

"Alokasi dan harga ditentukan pemerintah, harga pasokan minyak untuk kilang mini TWU tengah diaudit, kalau sudah selesai  kita buka," ujarnya di lokasi yang sama.

Seperti diketahui sejak tanggal 20 Januari 2016, PT Tri Wahana Universal menutup operasi kilang minyaknya yang berada di Desa Sumengko, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Penutupan kilang minyak dilakukan menyusul terbitnya peraturan baru yang mengharuskan TWU membeli minyak dengan harga di FSO (floating storage and offloading). Sementara sebelumnya PT TWU membeli minyak langsung dari mulut sumur. Atas ketentuan itu TWU keberatan, alasanya kebijakan baru itu TWU harus menanggung biaya ekstra untuk transportasi.

Rudy Tafinos, selaku Founder dan CEO TWU  mengatakan selama ini TWU membeli minyak langsung dari mulut sumur. Dengan diubahnya  ketentuan itu TWU mesti membeli dengan harga di FSO dan menanggung cost transportation. "Ini sangat tidak logis," katanya, saat mengadu kepada BUpati Bojonegoro, Kamis lalu.

PAYUNG HUKUM KILANG MINI - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun rancangan peraturan menteri (permen) tentang kilang mini. Peraturan ini akan menjadi panduan pembangunan kilang mini yang diprakarsai pihak swasta dalam negeri. Seperti yang telah berdiri di Bojonegoro yang dioperasikan oleh PT TWU.

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Migas Kementerian ESDM) I Gusti Ngurah Wiratmaja Puja peraturan menteri (permen) tentang kilang mini diharapkan terbit pertengahan semester ini atau pada Juni 2016.  "Nantinya, permen akan menjadi payung hukum bagi pengelolaan kilang-kilang mini lainnya," kata Wiratmaja, dalam kesempatan yang sama.  

Ia  menambahkan, beberapa catatan yang masih di bahas dalam calon permen itu adalah kapasitas maksimal, lapangan minyak marjinal, pembangunan kilang skala kecil, pelaku pembangunan, prioritas Pertamina, seleksi badan usaha, dan Pertamina selaku offtaker.

Wiratmaja juga mengungkapkan di seluruh Indonesia terdapat sejumlah titik potensial dibangunnya kilang mini. Titik-titik itu diantaranya di Sumatera Utara (Rantau dan Pangkalan Susu), Selatan Panjang Malaka (EMP Malacca Strait & Petroselat), Riau (Tonga, Siak, Pendalian, Langgak, West Area, & Kisaran), Jambi (Palmerah, Mengoepeh, Lemang, & Karang Agung), Sumatera Selatan (Merangin II dan Ariodamar), Kalimantan Selatan (Tanjung), Kalimantan Utara (Bunyu, Sembakung, Mamburungan & Pamusian Juwata), serta Maluku (Oesil & Bula).  

TAK MILIKI CADANGAN MINYAK - Anggota Komisi VII DPR dari fraksi Golkar, Dito Ganinduto mengatakan cadangan minyak Indonesia kritis dan sangat memprihatinkan. Jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa,  namun cadangan BBM-nya hanya sampai 22 hari. Sementara negara lain, seperti, China, Singapura atau Amerika Serikat ( AS) cadangan minyaknya bisa sampai 90-200 hari.

"Kalau di Singapura penduduknya 4,7 juta jiwa, cadangan BBM  sampai 90 hari, Malaysia penduduknya 28 juta jiwa, cadangan BBM-nya 25 hari, China penduduknya 1,3 miliar jiwa, cadangan BBM-nya hingga 260 hari. " Kata Dito, Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (7/3/16).

"Jika Indonesia harus menghadapi peperangan dalam lima hari pasti akan kalah karena tidak ada BBM," ujarnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dan energi Febby Tumiwa mengatakan, pembangunan kilang memang dibutuhkan untuk menjamin distribusi pasokan minyak ke wilayah Indonesia bagian timur dan daerah-daerah terpencil.

"Pemerintah perlu menghitung benar keekonomian dan efektivitas rantai pasok bahan bakar minyak ( BBM)" kata Feby kepada gresnews.com, Senin (7/3).

Febby menjelaskan, jika memang di daerah dekat Halmahera ada sumur produksi, bisa saja dipasok ke kilang mini ini ketimbang dibawa ke Bontang atau Cilacap. Namun soal rencana ini, menurutnya,  harusnya sudah ada kajian pre feasibility study (FS), jika tujuannya menjamin pasokan dan distribusi BBM serta secara ekonomis layak dilakukan maka kilang mini tersebut bisa saja dibangun.

Menurutnya secara teknologi saat ini sudah tidak ada kendala. Apalagi sudah ada contoh kilang mini yang dibangun TWU di Bojonegoro dengan kapasitas 6000 bpd.

BACA JUGA: