JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah mengakui infrastruktur Indonesia sudah sejak lama tertinggal dengan negara-negara di ASEAN. Pembangunan infrastruktur Indonesia tertinggal jauh dengan negara seperti Vietnam, Thailand dan Filipina. Akibatnya Indonesia mengalami ketertinggalan ekonomi  dengan negara-negara tersebut.  

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan sudah sejak lama infrastruktur Indonesia terbengkalai. Dampaknya pembangunan ekonomi juga mengalami ketertinggalan dengan negara tetangga, misalnya ketertinggalan dalam tingkat elektrifikasi. Tingkat elektrifikasi Indonesia, menurut Darmin, hanya meningkat 84 persen. Sementara Thailand, Filipina dan Vietnam sudah mendekati 100 persen. "Artinya waktu tempuh perjalanan ekonomi Indonesia dua kali lipat lebih lama jika dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia," ungkapnya.

Menurut dia, pembangunan infrastruktur adalah pilar yang sangat penting bagi pembangunan suatu bangsa. Bahkan bukan hanya sebagai pilar, tetapi sebagai peningkatan kapasitas perekonomian. Lebih dari itu, Indonesia saat ini juga sedang memasuki perlambatan ekonomi global, sehingga berdampak ke semua perekonomian di dunia. Dalam situasi seperti ini, pilihan-pilihan untuk tidak terkena dampak perlambatan ekonomi global adalah mendorong pembangunan infrastruktur.

Untuk itu, selama setahun belakangan ini pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi dan berkomitmen untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun dalam menerapkan kebijakan-kebijakan untuk mempermudah pembangunan infrastruktur itu, diakuinya selalu menghadapi hambatan di lapangan.

Dia mengungkapkan persoalan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur, diantaranya regulasi yang tidak sederhana bahkan tumpang tinding, penyiapan proyek melalui skema yang rumit, apalagi pengerjaan proyek lewat kerjasama antara pemerintah dan swasta.

Darmin menambahkan dalam kapasitas perundang-undangan terutama peraturan pertanahan, saat ini Indonesia masih dalam penyempurnaan. Penyempurnaan tersebut, bukan hanya dilengkapi melalui paket-paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. "Tetapi, seluruh kementerian juga harus berusaha untuk melakukan perbaikan dalam prosedur maupun dalam proses," kata Darmin, Jakarta, Rabu (10/2).

JURUS ATASI PELAMBATAN EKONOMI - Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menuturkan setidaknya ada empat jurus yang bisa dilakukan pemerintah agar perekonomian kembali membaik dan bisa keluar dari krisis ekonomi.
Pertama, pemulihan daya beli masyarakat yang saat ini mengalami penurunan. Oleh sebab itu, harus ada upaya stabilisasi harga kebutuhan pokok dengan memperkuat lembaga buffer stock, serta memberikan sanksi yang tegas terhadap praktik-praktik persaingan yang tidak sehat.

"Mempercepat dan mengefisienkan jalur distribusi kebutuhan pokok dari produsen ke konsumen dengan memotong rantai distribusi, hal itu dapat dioptimalkan dengan pemberdayaan gudang-gudang Bulog dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah," ujar Enny.

Kedua, mengefektifkan stimulus fiskal yakni dengan meningkatkan peran fiskal, serta fokus belanja pemerintah harus memberikan dampak langsung pada peningkatan daya beli dan penciptaan lapangan kerja. Selanjutnya, fokus pembangunan infrastruktur diharapkan berdampak pada peningkatan produktifitas jangka pendek, utamanya pembangunan pedesaan seperti pembangunan irigasi, waduk/setu, konektifitas desa kota. Lalu, mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur menggunakan sumber pembiayaan dalam negeri sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal dan bahan baku lokal.

Lalu yang ketiga, menstabilisasi sektor moneter, dengan berkoordinasi antar otoritas moneter dan pemerintah untuk dapat menstabilisasikan nilai tukar rupiah, antara lain dengan mengoptimalkan masuknya Devisa Hasil Ekspor (DHE). Optimalisasi stimulus fiskal pemerintah yang diikuti oleh pelonggaran pengetatan likuiditas.

Sedangkan jurus yang keempat, mendorong bergeraknya sektor riil, dengan mempercepat penyediaan infrastruktur dasar, terutama penyediaan listrik dan sarana transportasi. Meningkatkan iklim investasi melalui birokratisasi perizinan seperti memberikan kemudahan dan percepatan pelayanan perizinan investasi serta mengharmonisasi regulasi yang tumpang tindih baik antar pusat dan daerah.

Menurutnya pemerintah harus menahan perlambatan kinerja sektor-sektor penyerap tenaga kerja (tradable) seperti sektor industri pengolahan. Kemudian, Pemerintah harus bergerak cepat dengan memberikan stimulus fiskal agar tidak terjadi gelombang PHK besar-besaran.

"Pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan PHK yang mengabaikan kewajiban memenuhi hak-hak pekerja," kata Enny.

BACA JUGA: