JAKARTA,GRESNEWS.COM - Pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid IX. Paket Kebijakan ini difokuskan pada upaya mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Upaya ini untuk mendorong terpenuhinya target rasio kelistrikan hingga 97,2 persen pada 2019.

Menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, sampai tahun 2015, kapasitas listrik terpasang mencapai 53 GW dengan energi terjual mencapai 220 TWH. Sementara rasio elektrifikasi saat ini baru sebesar 87,5%.

Sehingga untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2% pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur  ketenagalistrikan sekitar 8,8% per tahun. "Ini berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6% per tahun dengan asumsi elastisitas 1,2," kata Darmin kepada wartawan saat peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/1) petang seperti dilansir setkab.go.id.

Oleh karena itu mengejar target tersebut, diperlukan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa penugasan kepada  PT PLN (Persero). Penugasan itu diperkuat melalui  Peraturan Presiden untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi IX. Sehingga PT PLN akan memiliki dasar hukum kuat mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Untuk itu, kata Darmin, pemerintah akan mendukung segala langkah PLN, melalui jaminan penyediaan energi primer, kebutuhan pendanaan dalam bentuk PMN dan lainnya. Termasuk fasilitas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), penyederhanaan perizinan melalui PTSP, penyelesaian konflik tata ruang, penyediaan tanah serta penyelesaian masalah hukum, serta pembentukan badan usaha tersendiri yang menjadi mitra PLN dalam penyediaan listrik.

Kendati demikian pemerintah memberi catatan kepada PLN untuk wajib mengutamakan penggunaan barang/jasa dalam negeri melalui proses pengadaan yang inovatif. Misalnya pengadaan secara openbook, pemberian preferensi harga kepada penyedia barang / jasa dengan  tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi, serta penerapan pengadaan yang memungkinkan pabrikan-pabrikan dalam negeri memasok komponen untuk sistem pembangkit listrik.


STABILISASI HARGA DAGING - Selain listrik dalam Paket ini juga luncurkan aturan dan kebijakan soal pasokan ternak dan produk hewan. Sejauh ini harga dan pasokan daging kerap mengalami fluktuasi yang berakibat pada gejolak harga di pasaran. Oleh karena itu dalam paket kebijakan ekonomi ke IX pemerintah memasukkan poin penting ini.  

"Kebijakan ini didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2016 ini, misalnya, kebutuhan nasional adalah 2,61 per kapita sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi,” ungkap Darmin.

Diakui Menko Perekonomian, Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi peternak dalam negeri, Sebab produksi sapi dalam negeri hanya 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. "Jadi kekurangan pasokan mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor," jelasnya.

Diungkapkan Darmin, sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai langkah dan upaya untuk meningkatkan pasokan dan produksi daging sapi dalam negeri. Langkah itu dilakukan melalui upaya peningkatan populasi, pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi, dan penguatan kelembagaan melalui Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Hanya saja upaya itu memerlukan waktu, sehingga untuk mengamankan pasokan daging harus dibarengi pasokan dari luar negeri.

Sejauh ini jumlah negara pemasok daging, kata Darmin,  masih terbatas, untuk itu pemerintah harus memperluas akses ke negara lain yang memenuhi syarat kesehatan hewan sesuai ketentuan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE) sebagai alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.

Dalam hal ini menurut Darmin, Menteri Pertanian akan menetapkan negara atau zona suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE.

Sehingga dalam kondisi tertentu, seperti bencana dan kekosongan persediaan, pemasukan ternak dan produk hewan dapat cepat dilakukan. Sehingga tidak memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas harga.


DEREGULASI LIMA USAHA - Menteri Perekonomian juga mengungkapkan tak hanya dua persoalan tersebut isi paket kebijakan ekonomi jilid IX. Paket  juga berisi kebijakan pembenahan di sektor logistik, untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan koneksitas ekonomi desa dan kota.  Untuk itu dilakukan deregulasi terhadap lima jenis usaha, yaitu;

a. Pengembangan Usaha Jasa Penyelenggaraan Pos Komersial.

Hal ini mengingat adanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri  Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 yang menetapkan besaran tarif jasa pos komersial harus lebih tinggi dari tarif layanan pos universal yang ditetapkan pemerintah. Ketentuan ini dinilai membatasi persaingan pelaku penyelenggara pos komersial.

Perubahan ini diharapkan mendorong daya saing dan perluasan layanan usaha jasa kiriman yang dapat meningkatkan kegiatan logistik desa-kota secara efisien.

b. Penyatuan Pembayaran Jasa-jasa Kepelabuhanan Secara Elektronik (Single Billing)

Selama ini, pelaku usaha pengguna jasa kepelabuhanan melakukan pembayaran secara parsial dan belum terintegrasi secara elektronik. Hal ini berdampak, pada lamanya pemrosesan transaksi di pelabuhan. Dengan penyatuan pembayaran secara elektronik, ada efisiensi biaya dan waktu demi  memperlancar arus barang di pelabuhan.

c. Sinergi BUMN bangun Agregator/Konsolidator Ekspor Produk UKM, Geographical Inidications, dan Ekonomi Kreatif.

Pemerintah melalui perusahaan BUMN, membuka peluang lebih besar kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebab sejauh ini beragam produk UKM, produk khas daerah, dan produk kreatif masyarakat sulit memenuhi ketentuan dan dokumen yang diperlukan saat hendak diekspor keluar negeri.

Produk-produk ungggul seperti furnitur, baju muslim, makanan tradisional siap saji, perhiasan, geographical indications (akar wangi, gambir dan sejenisnya), dan ekonomi kreatif (film, musik, tenun, rajutan, dan sebagainya) kesulitan ekspor. Untuk itu perlu ada sinergi, terutama di BUMN, yang bertindak sebagai agregator/konsolidator ekspor hingga ke tingkat eceran.

Dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan berupa penugasan Menteri BUMN, terutama BUMN logistik agar bersinergi dengan BUMN lainnya untuk membangun agregator/konsolidator bagi produk/komoditi ekspor UKM, geographical indications, dan ekonomi kreatif.

upaya ini diharapkan mampu mendorong kreativitas dan perluasan kegiatan ekonomi masyarakat dalam menciptakan nilai tambah produk UKM dan produk unggulan daerah. Sehingga berdampak langsung terhadap ekonomi pedesaan. Sekaligus untuk meningkatkan konektivitas ekonomi desa-kota serta ekspor Indonesia ke pasar ASEAN dan global.

d.  Sistem Pelayanan Terpadu Kepelabuhan Secara Elektronik

Indonesia telah memiliki Portal Indonesia National Single Window (INSW) yang menangani kelancaran pergerakan dokumen ekspor impor. Portal Indonesia National Single Window (INSW) sudah diterapkan di 16 (enam belas) pelabuhan laut dan 5 (lima) bandar udara di Indonesia.

Hanya saja efektivitas INSW dalam rangka penyelesaian dokumen kepabeanan belum didukung sistem informasi pergerakan barang di pelabuhan yang terintegrasi (inaportnet). Diantaranya  seperti yard planning system, kepabeanan, delivery order, trucking company, hingga billing system. Belum terpadunya  pergerakan barang dan dokumen di pelabuhan, berpengaruh terhadap lead time barang yang berdampak pada dwelling time di pelabuhan  “Maka perlu pengembangan-pengembangan port system menjadi inaportnet yang terintegrasi ke dalam INSW,” tutur Darmin.

e. Penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi.

Proses pembayaran sejumlah kegiatan logistik seperti transportasi laut dan pergudangan saat ini masih menggunakan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah, dengan besaran kurs yang ditentukan oleh masing-masing pemberi jasa. Untuk itu harus ada kepastian tarif dalam rupiah, karenanya akan ada revisi Instruksi Menteri Perhubungan nomor 3 tahun 2014.

BACA JUGA: