JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rapat panitia khusus hak angket kasus Pelindo II DPR RI menyinggung ketidakberdayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi penerbitan Global Bond oleh Pelindo II. Global Bond senilai US$1,6 miliar atau setara Rp20,8 triliun itu sendiri diterbitkan Pelindo II untuk pembangunan pelabuhan New Priok, Sorong dan lain-lain. Namun proses penerbitannya ternyata bermasalah dan berpotensi rugikan negara.

Obligasi global itu diterbitkan dalam dua seri. Seri pertama obligasi berjangka waktu 10 tahun dengan nilai US$1,1 miliar atau setara Rp14,3 triliun. Obligasi global ini diklaim Pelindo II memiliki yield sebesar 4,375% dengan bunga 4,25%.

Sementara seri kedua berjangka waktu 30 tahun dengan nilai US$500 juta atau setara Rp6,5 triliun. Seri kedua ini memiliki yield 5,5% dengan bunga 5,375%.

Hanya saja, penerbitan Global Bond ini dinilai bermasalah, dan hal itu dipersoalkan oleh Pansus Angket Pelindo II. Anggota pansus Nurdin Tampubolon mengatakan, OJK jelas memiliki kewajiban mengawasi semua proses terkait penerbitan Global Bond.

Pasalnya, ternyata Deutsche Bank sebagai penerbit juga terlibat sebagai advisor bagi Pelindo II saat perpanjangan kontrak pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT) dengan Hutchinson Port Holding (HPH).

"Apa ini? Masak Deutsche bank berfungsi sebagai kreditor dan advisor secara bersamaan? Saya bingung kalau OJK tak mengawasinya. Itu jelas-jelas melanggar UU OJK. Bahkan saat penerbitan global bonds, Deutsche Bank juga sempat mau ikut," ujar Nurdin dalam rapat Pansus Pelindo II, Selasa (26/1), seperti dikutip dpr.go.id.

Ketua Pansus Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka juga mempertanyakan penerbitan Global Bonds untuk membayar utang ke sindikasi perbankan asing sebesar US$ 491,38 juta. Pelindo II memang pernah meminjam uang sekitar Rp 4 triliun dari sindikasi Bank Mandiri dan Bank BNI.

Menurut informasi yang berkembang, uang itu disebut untuk pembiayaan pembangunan Pelabuhan New Tanjung Priok yang tidak kunjung selesai. Utang baru dicairkan sebesar US$492 juta dari sindikasi tujuh bank asing, termasuk Deutsche Bank yang menjanjikan kredit sebesar US$ 1,25 miliar.

"Apakah ada informasi terkait pembelian Global Bond PT Pelindo II ? Di dalam konsensus ditemukan bahwa PT Pelindo II mengandalkan cash flow dari perpanjangan JICT dan Koja yang telah ditandatangani untuk membayar bunga. Bagaimana menurut anda? Sementara saat ini belum ada kepastian status terkait perpanjangan tersebut," tanya Rieke.

Menurut Politisi PDI Perjuangan ini persoalan dibalik penerbitan Global Bond harus jelas. Alasannya karena ada indikasi manipulasi evaluasi kelayakan pinjaman Global Bond yang dikaitkan dengan kemampuan pembayaran serta risiko default yang berdampak kepada kerugian keuangan negara.

Menanggapi cecaran pertanyaan pihak Pansus, pihak OJK yang diwakili anggota Komisioner OJK bidang pasar modal Nurhaida mengaku tidak mengetahuinya. "Mungkin harus kami lihat. Detail kami tak punya. Kami akan lihat dulu betul apakah ada atau tidak. Sehingga secara kredit, kami akan mengecek lagi," ujar Nurhaida

Nurhaida mengatakan sudah mempelajari dan menemukan bahwa persoalan ini bukan menjadi bagian dari tanggung jawab OJK.

"Terkait dengan penerbitan Global Bond, maka sesuai dengan UU No 8 tahun 1995 tentang pasar modal, pernerbitan Global Bond tidak masuk dalam yurisdiksi penguasaan OJK. Sehingga OJK tidak pernah memproses terkait penerbitan Global Bond ini. Kami tidak tahu secara detail apa saja yang ada dalam perjanjian," papar Nurhaida.

Dia mengatakan, OJK tak bisa masuk dalam pengawasan penerbitan Global Bond Pelindo II. Alasannya hal tersebut menyangkut bank asing dan pasar asing, sehingga OJK tak memiliki yurisdiksi ke sana.

"Karena kegiatan Pelindo II adalah penawaran global bonds kepada pihak di luar Indonesia, maka dari awal prosesnya tak (disupervisi) OJK sesuai UU," kata Nurhaida.

Terkait penerbitan Global Bond ini, Direktur Bahana Andi Sidharta memaparkan, penerbitan surat utang itu diatur oleh Bahana dan Danareksa. Prosesnya sendiri dimulai pada Oktober 2014 dan mulai berjalan pada Mei 2015.

Per tanggal 5 Mei tahun itu, Pelindo II mendapatkan pendanaan global bonds dari Bank ANZ, BNP Paribas, Citibank, Daiwa Capital Markets, Mizuho, OCBC, Standard Chartered, dan Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ. Bila dana dari penerbitan Global Bond itu terkumpul hingga sebesar US$491,38 juta, dana itu akan digunakan untuk pelunasan fasilitas pinjaman sindikasi tertanggal 12 September 2014.

"Sisanya digunakan untuk rencana ekspansi dan pemenuhan kebutuhan umum perseroan," kata Andi.

Terkait jawaban itu, Nurdin Tampubolon menegaskan OJK secara jelas memiliki kewajiban mengawasi semua proses itu. Alasannya, DB juga ternyata terlibat sebagai advisor bagi Pelindo II saat perpanjangan kontrak pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT) dengan Hutchinson Port Holding (HPH). Diduga perpanjangan itu merugikan negara sebesar lebih dari Rp20 triliun berdasarkan hitungan Pansus.

TAK ADA IZIN - Pansus Pelindo II memang tengah memfokuskan sorotan terkaiot penerbitan Global Bond Pelindo II ini. Pasalnya, selain berpotensi merugikan negara, penerbitan surat utang ini juga dinilai ilegal karena tak ada izin.

Pihak Bahana dan Danareksa yang terlibat dalam penerbitan bond itu pun ternyata tak bisa menunjukkan bukti syarat-syarat perizinan yang dibutuhkan Pelindo II untuk menerbitkan global bonds di luar negeri. Dalam penjelasannya di depan Pansus, Andi Sidharta mengaku untuk menerbitkan bond di luar negeri memang membutuhkan beberapa izin.

Diantaranya adalah izin dari dari Biro Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (PKLN) Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia. Dia mengaku Pelindo II sudah memperoleh seluruh izin yang diperlukan.

Hanya saja, ketika ditanya soal dokumen perizinannya, Andi mengaku belum pernah melihatnya. Dia mengatakan, tahu soal perizinan itu dari telaah konsultan hukum yang terlibat dalam proses transaksi.

Ada dua konsultan hukum yang terlibat dalam proses ini yaitu Hadiputranto, Hadinoto and Partners untuk di dalam negeri. Sementara itu di luar negeri, konsultan yang terlibat adalah Baker and McKenzie.

"Saya pribadi tak pernah melihat langsung. Tapi kami sangat rely on keterangan konsultan hukum," kata Andi.

Mengetahui hal itu, pihak Pansus Pelindo II pun meminta Bahana dan Danareksa untuk menyerahkan semua dokumen terkait tugas sebagai arranger penerbitan bond Pelindo II.

Rieke menegaskan, semua dokumen itu harus diserahkan kepada Pansus dalam 2x24 jam. "Kita tunggu data-data itu. Termasuk dokumen-dokumen perizinan," tegas Rieke.

MENGUNTUNGKAN - Sebelumnya, Direktur Pelindo II RJ Lino berdalih penerbitan obligasi ini menguntungkan. Menurutnya, obligasi berjangka 10 tahun ini punya yield lebih tinggi 52,5 basis poin (bps) dibandingkan surat utang pemerintah yang berada di 4,125%.

Sementara untuk yang berjangka waktu 30 tahun 65 bps lebih tinggi dari surat utang pemerintah 5,125%. Dana dari penerbitan bond itu bakal digunakan menggarap beberapa proyek pelabuhan tahun ini.

Pelabuhan itu ada di Sorong, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta. Proyek-proyek tersebut rencananya akan mulai dilakukan pada triwulan III-2015, dan akan selesai dalam 2-2,5 tahun ke depan.

Hal senada juga disampaikan Direktur Keuangan PT Pelindo II Orias Petrus Moedak beberapa waktu lalu. "Kita ada beberapa proyek pengembangan pelabuhan dan konstruksi pelabuhan baru, terbesar terserap di Kalibaru yang nilai investasinya mencapai Rp 8 triliun," kata Orias.

Orias mengungkapkan, kendati nilai utangnya hampir menyamai total aset, dia memastikan likuiditas kas perusahaan tidak akan terganggu dan bisa melunasi seluruhnya dalam 10 hingga 30 tahun.

"Kita sudah pertimbangkan, pendapatan tetap kita setiap tahun dari operator pelabuhan saja sudah US$170 juta, sementara penerimaan dari kapal asing mencapai US$120 juta. Jadi kita bayar cicilan bunga dari pendapatan tetap kita tadi," terangnya.

Selain itu, sambung Orias, ada potensi peningkatan pendapatan perseroan dari pelabuhan baru dan peningkatan kapasitas pelabuhan yang direvitalisasi. "Jadi saya kira keuangan kas kita cukup kuat untuk membayar bunga cicilan dan hutang pokok saat jatuh tempo," tutur Orias. (dtc)

BACA JUGA: