JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah menerbitkan aturan kepemilikan rumah tempat tinggal dan hunian untuk orang asing dinilai tak akan efektif mendatangkan devisi bagi negara. Sebab alasan utama warga negara asing (WNA) membeli properti di suatu negara karena kondisi ekonomi dan prospek usaha di negara tersebut.
Jika negara memiliki prospek ekonomi yang baik WNA akan datang sendiri  dan tinggal di negara tersebut.

Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai meningkatnya minat warga asing membeli properti di suatu negara, tidak banyak didorong  adanya aturan kepemilikan asing. "Tanpa aturan kepemilikan asing yang baru, WNA akan datang bila ada kepentingan ekonomi dan usaha yang baik di Indonesia," katanya.

Menurutnya soal kepemilikan asing hanya masalah waktu, sebab Indonesia akan menjadi incaran investasi properti asing. Mereka pun telah bersiap untuk masuk ke Indonesia. Justru seharusnya pemerintah sebelum berpikir soal kepemilikan asing, pemerintah terlebih dahulu memikirkan nasib rakyat Indonesia yang saat ini belum mempunyai rumah.

"Jadi jangan dibolak-balik mindsetnya. Masih banyak pekerjaan rumah masalah perumahan rakyat," kata Ali, di Jakarta, Kamis (21/1).

Dia juga mengingatkan pemerintah tak membanding-bandingkan kondisi Indonesia dengan Singapura. Sebab, Singapura 80 persen penduduknya sudah memiliki rumah. Justru PP No 103/2015 tentang pemilikan hunian oleh orang asing seharusnya tidak hanya untuk WNA yang tinggal di Indonesia. Sebab bila seperti itu, maka yang menikmati keuntungan bukan orang Indonesia.

Pembatasan pembelian properti untuk tinggal di Indonesia, harusnya merupakan langkah proteksi negara untuk properti di Indonesia. Dia mencontohkan seperti properti di China dan Dubai, yang beberapa kali terjadi bubble sehingga harga properti riil turun karena ternyata banyak pembeli properti hanya mengejar keuntungan investasi, namun tidak dihuni. Hal ini malah akan memberikan masalah baru bagi Indonesia.

Ia menilai tanpa adanya pembatasan zonasi kepemilikan asing dikhawatirkan hanya  akan menimbulkan masalah.  Indonesia saat ini dipandang belum siap untuk bersaing dan membuka kepemilikan asing bila pemerintah tidak bisa mengendalikan dan menjamin ketersediaan lahan untuk rakyat Indonesia khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).  

Oleh karena itu sebelum berpikir untuk dibuka lebih luas kepada kepemilikan asing. Seharusnya pemerintah sudah siap dengan instrumen yang dapat mengendalikan harga tanah untuk rakyat MBR. Sebelum itu siap maka kepemilikan asing akan menjadi masalah baru, karena tidak ada yang menjamin harga tanah untuk rumah rakyat menjadi terjangkau.

"Seharusnya pemerintah segera membuat land banking terlebih dahulu sebelum berpikir dibuka untuk kepemilikan asing," kata Ali.

ATURAN TAK AKAN BERDAMPAK - Sementara itu, Regional Director Jones Lang LaSalle Vivin Harsanto mengatakan dengan dikeluarkannya peraturan kepemilikan warga asing ini seolah-olah pemerintah telah memberikan kepastian hukum soal kepemilikan rumah WNA di Indonesia. Namun dia menilai peraturan tersebut tidak akan berdampak secara signifikan terhadap penjualan properti khususnya di Indonesia.

Menurutnya  jika kepemilikan WNA yang diatur adalah satuan hak milik di bawah hak pakai, untuk itu pengembang menyediakan tanah untuk hak pakai. Artinya berbanding terbalik dengan kondisi para pengembang yang hanya menyediakan Hak Guna Bangunan (HGB).

Menurutnya WNA harus diturunkan statusnya menjadi hak pakai. Jadi para pengembang harus menyediakan gedung khusus untuk asing. Sebab jika dilihat kondisi pasar Indonesia lebih banyak pembeli dari dalam negeri. "Jadi peraturan itu masih belum akan memiliki dampak yang signifikan," kata Vivin.


ATURAN KEPEMILIKAN ASING - Seperti diketahui Presiden Jokowi pada 22 Desember 2015 lalu telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Penerbitan PP tersebut bertujuan untuk lebih memberikan kepastian hukum pemilikan rumah bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

Orang Asing yang berhak memiliki rumah tempat tinggal atau hunian dimaksud adalah orang asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam hal orang asing itu meninggal dunia, rumah tempat tinggal atau hunian dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Namun demikian ahli waris itu harus memiliki izin tinggal di Indonesia.

Selain itu PP juga mengatur WNI yang melakukan perkawinan dengan orang asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya.

Sedang rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki orang asing dimaksud merupakan: a. Rumah Tunggal di atas tanah: 1. Hak Pakai; atau 2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. b. Sarusun (satuan rumah susun) yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai.

PP membatasi pemberian hak atas rumah tunggal di atas tanah Hak Pakai kepada orang asing diberikan dalam jangka waktu 30 tahun, dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 tahun. Bila jangka waktu tersebut berakhir, masih bisa diperpanjang kembali untuk jangka waktu 30 tahun lagi. Namun perpanjangan dan pembaharuan dimaksud dilaksanakan sepanjang Orang Asing itu memiliki izin tinggal di Indonesia.

PP No. 103 Tahun 2015 ini juga menegaskan, apabila orang asing atau ahli warisnya memiliki rumah di atas tanah Hak Pakai tidak lagi berkedudukan di Indonesia, dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya  kepada pihak lain. Namun apabila dalam jangka waktu 1 tahun hak itu belum dilepaskan atau dialihkan rumah akan dilelang oleh negara. 

BACA JUGA: