URUGUAY - Sebuah kebijakan kontroversial akan diambil oleh Uruguay dengan mengizinkan perempuan melakukan aborsi dengan batas maksimal 12 minggu kehamilan. Legalisasi aborsi sebelumnya dilarang di semua negara Amerika Latin, kecuali Kuba, yang memperbolehkan aborsi sebatas permulaan masa kehamilan.

Kompromi antara eksekutif dan legislatif pun terjadi melalui Kongres. Perdebatan tentang aborsi telah menelan banyak waktu. Parlemen Rendah menginginkan aturan dikembalikan ke Senat untuk kemudian dilakukan perubahan, sedangkan Presiden Jose Mujica telah menyatakan setuju.

Anggota sayap kiri Partai Independen Ivan Posoda, Selasa (25/9), seperti dikutip guardian.co.uk, mengatakan, dalam kasus pemerkosaan, aborsi dilegalkan selama 14 minggu pertama. "Tujuannya adalah untuk mengurangi angka aborsi ilegal di Uruguay," kata Posada. "Mereka membicarakan angka 30 ribu per tahun, sebuah angka hipotesa, tapi bagaimanapun, ini sangat dramatis untuk sebuah negara dengan angka kelahiran 47 ribu anak per tahun."

Menurut Posada, aturan yang kemungkinan akan ditetapkan adalah keharusan bagi perempuan untuk melakukan wawancara dengan setidaknya tiga ahli - Ginekolog, Psikolog, dan Dinas Sosial Pemerintah - sebelum aborsi. "Untuk menjelaskan permintaannya dan mendengarkan saran tentang kemungkinan lain, seperti adopsi dan dukungan pelayanan agar ia bisa mempertahankan bayinya. Selanjutnya, ia harus menunggu selama lima hari untuk berpikir kembali atas konsekuensi pilihannya, sebelum ia memasuki prosedur resmi," ujarnya.

Posada menegaskan sangat penting bagi seorang wanita yang ingin melakukan aborsi untuk menghadiri pertemuan tersebut, di mana ia akan mendapat informasi, di mana mereka akan menjelaskan semua kemungkinan.

Sesi wawancara itu juga bisa berlaku juga bagi ayah dari si bayi, tentu saja jika perempuannya setuju. Perempuan di bawah umur 18 tahun harus menunjukkan persetujuan orang tua, tapi mereka juga bisa meminta persetujuan dari hakim jika memang tidak menginginkan orang tuanya terlibat.

Aturan tersebut juga mengizinkan seluruh institusi kesehatan pribadi, sama halnya dengan pelayanan kesehatan perseorangan, untuk menolak melakukan aborsi.

"Ini bukanlah aturan yang kita tentang selama 25 tahun terakhir," kata Marta Aguni, yang mewakili LSM Wanita dan Kesehatan di Uruguay.

Aturan itu ditentang oleh Gereja Katolik Uruguay dan Lembaga Evengelican, yang bersama dengan RS Umum telah banyak menyediakan layanan kesehatan di Uruguay.

Banyak negara memang melarang aborsi dalam situasi apapun. Meski demikian, pembuat hukum di Uruguay tidak memiliki keinginan menjadikan negaranya sebagai negara tujuan para wanita pencari aborsi. Sebab dalam aturan itu dikatakan juga, hanya warga dan wanita Uruguay yang bisa membuktikan telah tinggal setidaknya selama satu tahun yang boleh mengajukan permohonan aborsi.


BACA JUGA: