-
BPJS Defisit Pelayanan Peserta Kena Imbas
Selasa, 31/07/2018 11:59 WIBICW Ungkap Pola Kecurangan Terkait Jaminan Kesehatan
Kamis, 14/09/2017 20:00 WIBICW menyebut kasus meninggalnya bayi Debora hanya salah satu contoh masalah terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tiara Debora meregang nyawa usai ditolak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres Jakarta Barat karena orangtuanya tidak sanggup membayar uang muka ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
ICW bersama 14 organisasi pemantau menemukan berbagai kecurangan (fraud) dari tingkat pasien, Rumah Sakit (RS), Puskesmas hingga penyedia obat. Penelitian itu dilakukan di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT dan NTB.
"Tujuan penelitian ini kami berharap bisa mendorong perbaikan layanan jaminan kesehatan dan layanan fasilitas kesehatan bagi peserta JKN, khususnya pagi peserta KIS maupun PIB. Kajian ini memberikan gambaran titik rawan kecurangan," kata koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Siti Juliantari saat konferensi pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (14/9).
Tari mengungkapkan pihaknya menemukan 49 kecurangan program JKN yang terdiri dari pelaku peserta BPJS sebanyak 10 temuan, BPJS Kesehatan 1 temuan, Fasilitas Kesehatan 36 temuan, dan penyedia obat sebanyak 2 temuan.
Tari mencontohkan kecurangan yang dilakukan RS Pemerintah atau Swasta salah satunya terkait dengan klaim tagihan BPJS Kesehatan. Tari mencontohkan untuk mendapat kelebihan bayar pihak RS mendiagnosa pasien tidak sesuai dengan penyakitnya.
"Potensinya lumayan besar karena hitungan klaim itu cukup besar. Kalau satu RS sakitnya hanya tipes diklaimnya DBD itu terus-terusan dibayarkan BPJS itu sebenarnya nilainya jauh lebih besar," jelasnya.
"Berdasarkan temuan audit BPK 2016 di JKN menyampaikan proses verifikasi belum optimal dan terdapat kelebihan klaim pembayaran pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan sebesar Rp 2,69 miliar," sambungnya.
Kecurangan-kecurangan itu juga ditemukan di daerah dengan modus yang beragam. Salah satu peneliti dari Pondok Keadilan Madura Fauzin menyampaikan di salah desa di Bangkalan ditemukan jumlah BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) lebih besar daripada jumlah penduduk di wilayah tersebut.
"Di kecamatan Kokop, Bangkalan, jumlah warga 71 ribuan sementara kapitasi tertulis 83 ribuan. Kemarin dari pihak BPJS-nya bilang ada kemungkinan penduduk kecamatan lain masuk ke situ. Masa iya jumlah total 71 ribu itu PBI semua, miskin semua. Kalaupun ada tambahan penduduk itu janggal," urai Fauzin.
Fauzin juga mengatakan masih banyak menemukan warga yang memiliki dobel kartu jaminan kesehatan seperti Jamkesda dan juga Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dia juga mengungkapkan di wilayahnya ada kepala desa yang memegang kartu BPJS Kesehatan milik warganya. Padahal, seharusnya kartu itu didistribusikan kepada yang berhak.
Sementara itu, peneliti Garut Government Watch, Yudi menemukan kecurangan yang dilakukan oleh oknum petugas BPJS. Bentuk kecurangan itu ialah peserta sudah rutin membayar iuran bulanan namun saat digunakan berobat kartu tidak bisa digunakan.
"Tiap bulan selalu bayar iuran tapi tidak dilayani karena kartu tidak aktif. Kenapa peserta dan saya tahu tidak aktif karena cek di e-KTP," jelasnya.
"Sementara pihak BPJS ketika dikonfirmasi mengaku sedang sibuk. Pihak Puskesmas juga mengatakan kejadian ini bukan hanya pihak bapak saja," sambungnya.
Lain halnya dengan kasus di Makassar. Peneliti lainnya, Hamka, menyebut pihak Pemkot mendaftarkan peserta PBI namun tidak semuanya diterima. Padahal pihak Pemkot sudah siap menanggung biaya iuran para warga miskin tersebut.
"Tapi di Makassar dari data yang diajukan tidak sampai 50 persen yang diterima sementara pemkot mengajukan nama yang pasti pembayaran sudah siap. BPJS-nya tertutup, tanpa alasan memberitahukan (penolakan) ke kita," ujar Hamka.
Peneliti lainnya, Rizky menyebut salah satu modus kecurangan yang dilakukan pihak RS di Samarinda adalah pembatasan rawat inap. Dia menemukan pasien BPJS selalu diberitahu jika ada pembatasan rawat inap hingga 4-5 hari.
"Biasanya masa perawatan lebih 4-5 hari dimintai biaya mereka akan membayar. Itu adalah lubang besar untuk terjadinya praktik fraud di RS," jelasnya.
Sementara itu di Blitar temuan kecurangan terjadi pada klaim palsu, penggelembungan tagihan obat dan alkes, pasien rujukan semu, memperpanjang masa perawatan bisa dilakukan beragam modus. Ada juga manipulasi kelas perawatan, penyimpangan prosedur dan meminta cost sharing tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Persoalan ini dilakukan dengan unsur kesengajaan di RS untuk mendaptkan kelebihan pembayaran. Hal-hal ini yang terjadi di 15 RS pemantauan di Blitar. Perilaku ini dilakukan dengan kelonggaran pihak BPJS, Dinas Kesehatan dan RS," ujar peniliti lainnya, Triyanto.
Sementara itu dari pihak penyedia obat seringkali tidak memenuhi kebutuhan obat dan atau alat kesehatan sesuai perundang-undangan. Seperti kasus yang terjadi di Medan.
"Jadi ada pengurangan jatah obat. Di dokter Medan menuliskan resep 3x1 untuk 10 hari ke depan. Tapi setelah resep ditukarkan ke apoteker malah dikurangi dengan jatah 2x1 digunakan untuk 7 hari," ujar Prasetya Hadi.
Data ICW periode 2010-2016 menunjukkan peringkat obyek korupsi dana jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS semakin meningkat. Hal itu terlihat dari 26 kasus dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 62,1 miliar.
"Dari data ICW 2010-2016 melihat tren meningkatnya objek korupsi menjurus ke dana kesehatan. Sebelumnya yang sering dikorupsi alat kesehatan, tapi setelah penerapan program JKN ini kita melihat penambahan kasus korupsi yang objeknya dana kesehatan," ujar Tari. (dtc/mfb)Ombudsman: Rumah Sakit Jangan Terlalu Komersil
Minggu, 10/09/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus meninggalnya seorang bayi bernama Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) di RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat, diduga akibat terlambat ditangani lantaran keluarga tak mampu membayar uang muka perawatan mengundang keprihatinan banyak pihak. Pihak Ombudsman Republik Indonesia menyayangkan sikap Rumah Sakit Swasta yang dinilai terlalu komersil
"Rumah sakit swasta jangan terlalu mengutamakan aspek komersil dibanding rasa kemanusiaan," kata Komisioner Ombudsman RI Dadan Suparjo Suharmawijaya Sabtu, (9/9).
Dia mengatakan, RS swasta memang bukan berada di bawah pengawasan langsung dari Ombudsman. Tapi bisa saja Ombudsman melakukan pengawasan jika ada aduan sesuai prosedur.
Terlepas dari prosedur pengawasan, Dadan menekankan pentingnya pekerja medis untuk mengutamakan aspek kegawatdaruratan. Administrasi semestinya bisa diurus belakangan jika ada kasus yang perlu penanganan cepat.
"Kalau di dunia kesehatan nggak bisa itu nggak ditolong. Di mana-mana mestinya dokter itu tahu apakah kondisinya memang gawat darurat," ujar Dadan.
Pasien yang datang dengan kondisi gawat darurat harus langsung ditangani. Perkara apakah RS tersebut bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah hal lain.
"Kegawatdaruratannya harus dilayani dahulu, setelah itu baru dirujuk ke RS yang bekerja sama dengan BPJS setelah 1x24 jam," tutur Dadan.
Seperti diketahui. Bayi Debora meninggal setelah orang tuanya berupaya agar anaknya itu dirawat di RS Mitra Keluarga Kalideres. Ibunda Debora, Henny Silalahi, menyanggupi biaya yang diminta oleh pihak RS. Namun memang dia baru bisa membayar Rp5 juta di pagi hari itu, Minggu (3/9).
Sementara itu pihak RS Mitra Keluarga memberi keterangan berbeda dalam situs resminya. Menurut pihak RS, orang tua Debora keberatan dengan biaya rumah sakit. (dtc/mag)
Peneliti UGM Ingatkan Pemerintah Tingkatkan Kesehatan Mental Masyarakat
Selasa, 25/07/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Peneliti bidang Psikologi Klinis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Putra Wiramuda mengingatkan pemerintah untuk segera meningkatkan kesehatan mental masyarakat Indonesia. Pasalnya, gangguan mental menjadi beban ekonomi terbesar di seluruh dunia dibanding isu kesehatan lain.
"Kami mengingatkan pemerintah Indonesia untuk memerhatikan masalah kesehatan mental masyarakatnya. Sebab, isu kesehatan mental di negara berkembang, masih menjadi topik yang terpinggirkan," kata Putra dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Selasa (25/7).
Masalah kesehatan mental memang menjadi sorotan pasca kematian pesohor musik Grunge dari Grup Linkin Park Chester Benington. Putra mengungkapkan, data WHO (World Health Organization) dan WEF (World Economic Forum) mencatat, gangguan mental menjadi beban ekonomi dunia dengan menghabiskan US$2,5 triliun pada tahun 2010 dan diperkirakan menjadi US$6 triliun pada tahun 2030. Karena 2/3 dari hilangnya dana, terpakai akibat disabilitas dan kehilangan pekerjaan.
Bahkan, lanjut dia, WHO secara tegas menyatakan bahwa pembangunan kesehatan fisik dan mental secara berimbang merupakan sebuah kewajiban yang harus ditanggung bersama oleh pemerintah dan segenap masyarakat. WHO sendiri menyatakan, kondisi sehat adalah kondisi lengkap tidak hanya fisik tetapi juga mental, maupun kesejahteraan sosial.
"Dengan demikian terdapat kesenjangan antara cita-cita kesehatan yang diinginkan WHO dengan apa yang terjadi di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut sudah sepatutnya masyarakat untuk lebih aware akan pentingnya kesehatan mental," papar Putra.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari terakhir dunia dihebohkan dengan kematian pentolan grup musik rock Linkin Park, Chester Charles Bennington karena bunuh diri. Chester, katanya, memilih bunuh diri karena diduga menderita depresi dan telah lama memendam keinginan untuk bunuh diri. Dia bunuh diri tepat di hari ulang tahun sahabatnya Chris Cornell, petolan Sound Garde dan Audioslave yang telah bunuh diri beberapa bulan sebelumnya.
Chester kemudian menggantung diri di kediaman rumahnya di Palos Verdes Estates di Los Angeles, Amerika Serikat pada Kamis (20/7). Terkait kasus kematian orang terkenal akibat bunuh diri itu, Putra mengatakan, kematian Chester, ternyata membuat netizen mulai merefleksikan sebenarnya bagaimana kondisi kesehatan mental yang terjadi di Indonesia.
"Saat ini, 4 dari 5 penderita gangguan mental belum mendapatkan penanganan yang sesuai dan pihak keluarga hanya menggunakan kurang dari 2% pendapatannya untuk penanganan penderita. Di Indonesia, stigma terhadap penderita menyebabkan para penderita semakin sulit untuk mendapatkan penanganan yang tepat," ungkap Putra.
Data Riset Kesehatan Dasar menyebutkan, tahun 2013 terdapat 56.000 penderita yang dipasung karena stigma negatif, kurangnya informasi, dan buruknya fasilitas penanganan. Sementara itu, data lain Riset Kesehatan Dasar juga mencatat, pada tahun 2007 terdapat sekitar 1 juta orang yang mengalami gangguan jiwa berat dan 19 juta orang yang menderita gangguan jiwa ringan hingga sedang, dengan jumlah yang terus meningkat secara signifikan.
"Angka-angka tersebut sebenarnya hanyalah puncak gunung es yang menyimpan potensi bahaya laten lain yang lebih besar. Intinya, isu kesehatan mental apabila terus menerus terpinggirkan akan berpengaruh buruk bagi Indonesia. Penurunan produktifitas terbukti berdampak nyata pada perekonomian. DALY (Disability-Adjusted Life Year) atau waktu yang hilang selama setahun dari penderita gangguan mental ternyata 12,5% lebih besar daripada penderita penyakit jantung sistemik dan TBC," terang Putra.
Lebih jauh, kata Putra, terdapat beberapa langkah produktif yang bisa dilakukan masyarakat dan pemerintah. Pertama, mengurangi stigma negatif terhadap para penderita serta menyadari bahwa para penderita sebenarnya juga merupakan seorang manusia yang layak untuk mendapatkan perhatian dan penanganan yang sesuai.
Kedua, dibutuhkan kepekaan terhadap sanak keluarganya. Bila salah seorang anggota keluarga terlihat memiliki beberapa gejala yang mengarah pada gangguan mental. "Deteksi dini gangguan mental menjadi langkah penting yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi agar kondisi penderita tidak semakin buruk," jelas Putra lagi.
Ketiga, menyediakan waktu untuk mendengarkan dengan tulus dan mengajak kerabat untuk berkonsultasi ke psikolog menjadi langkah awal penanganan. Keempat, kesadaran bahwa kondisi gangguan mental sama pentingnya dengan kondisi gangguan fisik perlu ditingkatkan. Berkaitan dengan itu, pemerintah dapat memberikan sosialisasi dan edukasi tentang gangguan mental untuk mengurangi stigma dan salah persepsi yang sering disematkan masyarakat kepada penderita.
Kelima, penyediaan fasilitas dan kualitas penanganan penderita juga perlu diperhatikan agar penanganan menjadi lebih maksimal. Sudah saatnya alokasi dana tidak hanya berfokus untuk kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental, mengingat banyak riset yang menyatakan bahwa sebagian besar masalah kesehatan fisik berakar pada masalah mental.
"Keputusan bunuh diri yang dipilih Chester dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya untuk menyadari kondisi kesehatan mental masyarakat di sekitar. Melalui kejadian tersebut masyarakat dapat belajar untuk lebih memahami dan berempati kepada keluarga atau kerabat yang mengalami permasalahan kesehatan mental," tandas Putra. (mag)
Terkuaknya Korupsi Pengadaan Alat HIV/AIDS di Kementerian Kesehatan
Jum'at, 13/01/2017 16:00 WIBTim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung menemukan dugaan kongkalikong antara rekanan dan panitia lelang pengadaan alat dan bahan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) tahun anggaran 2015 di Kementerian Kesehatan RI.
Kejaksaan Bongkar Korupsi Lain di Kemenkes
Sabtu, 24/12/2016 12:00 WIBKejaksaan Agung tengah menelisik dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan dan bahan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) tahun anggaran 2015 di Satuan Kerja Direktorat Pengendalian Penyakit Menular pada Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
Rapor Merah Kerja Kementerian Kesehatan
Selasa, 25/10/2016 15:00 WIBKementerian Kesehatan merupakan lembaga pemerintah kelima yang memperoleh anggaran terbesar dalam daftar anggaran untuk kementerian/lembaga pemerintah. Hanya saja capaian kinerja lembaga ini tak berbanding lurus dengan besarnya alokasi anggaran.
Virus Zika Singapura "Hantui" Indonesia
Kamis, 01/09/2016 16:00 WIBPemerintah pun mengambil langkah preventif dengan mengeluarkan Travel Advisory atau tindakan berhati- hati dan anjuran untuk tidak mengunjungi negara persemakmuran Inggris tersebut, untuk mencegah masuknya virus zika ke Indonesia.
Program BPJS Tersendat Infrastruktur Kesehatan
Selasa, 10/05/2016 14:15 WIBBPJS Kesehatan berupaya secara bertahap meningkatkan jumlah kerjasama rumah sakit untuk memenuhi target rasio rumah sakit. Yakni peserta mendekati perbandingan satu fasilitas kesehatan berbanding 50 ribu peserta.
Celah Korupsi dan Sistem Pembayaran BPJS
Selasa, 12/04/2016 15:00 WIBKasus ini bisa dijadikan titik balik, momentum untuk memperbaiki penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional.
Pembenahan Layanan BPJS Kesehatan
Selasa, 15/03/2016 17:30 WIBSetidaknya ada lima permasalahan BPJS Kesehatan kesulitan menambah lebih banyak lagi kerjasama dengan rumah sakit.
Iuran Minim Program Kesehatan Nasional Tersendat
Senin, 14/03/2016 13:00 WIBSalah satu akar permasalahan dari minimnya pelayanan BPJS Kesehatan adalah kecilnya jumlah iuran yang disetorkan para peserta BPJS.
Kinerja Buruk BPJS Kesehatan
Rabu, 30/12/2015 18:00 WIBBPJS Kesehatan jadi salah satu badan usaha asuransi terbesar, dengan perlindungan asuransi kesehatan yang mencakup jumlah penyakit terbanyak dari pembayaran premi asuransi yang murah.
Pusat Kesehatan atau Kesakitan Masyarakat?
Kamis, 10/12/2015 12:00 WIBJangan-jangan Puskesmas itu di sini. Heup ah... Sudahlah... takut dianggap anti modern. Dinas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan jangan lagi menjadi Bengkel atau Pemadam Bencana Gangguan Kesehatan Masyarakat akibat pola kebijakan pembangunan yang bertentangan dengan spirit alam, berdampak terbentuknya masyarakat yang berubah pola hidupnya demi mengejar trend yang terus berubah.
Membedakan Kasus Malapraktik dan Sekadar Tuduhan
Minggu, 13/09/2015 12:27 WIBKasus malapraktik kian banyak, masyarakat masih sulit membedakan mana yang masuk sebagai malpraktik atau bukan.