JAKARTA - Kehadiran layanan konten video berbayar asal Amerika Serikat Netflix di Indonesia telah menuai kontroversi di dalam masyarakat. Tak hanya permasalahan badan hukum dan perpajakan, Netflix juga dianggap memuat konten yang bersifat negatif dan berpotensi melanggar hukum nasional, seperti adanya dugaan kandungan pornografi dan mempromosikan kehidupan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Pendiri sekaligus Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan Netflix dan mitranya di Indonesia seharusnya dapat menyaring konten-konten negatif yang berpotensi melanggar hukum tersebut untuk tidak ditayangkan.

"Itu yang mulai harus dipilah. Kalau memang kanal berbayar, artinya kan ada mitranya. Nah, mitranya itu melakukan nggak filtering, pemilahan konten," kata Ardi kepada Gresnews.com, Sabtu (18/1).

Menurut Ardi, bisa saja Netflix tidak terjangkau hukum nasional, namun hal itu tidak berlaku bagi mitra Netflix di Indonesia yang berbadan hukum nasional. Mitra Netflix tentunya perusahaan Indonesia dan seharusnya mereka tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Ia menjelaskan Indonesia melarang disiarkannya konten-konten yang bermuatan negatif dan pornografi. Itu yang seharusnya ditegakkan oleh Netflix dan mitranya di Indonesia. "Seharusnya mereka melakukan dan mereka punya teknologi untuk melakukan itu," kata Ardi.

Lebih jauh Ardi  juga mempertanyakan peran Badan Sensor Film (BSF) yang semestinya berperan melakukan penyaringan. Menurutnya, kalau memang Netflix menganggap Indonesia itu sebagai pasar maka Netflix harus mengikuti aturan yang berlaku. Bila tidak mau maka tak perlu ada kerja sama dengan Netflix.Netflix harus punya kepekaan dengan mitra kerjanya agar siaran mereka bisa diterima,” ujarnya. (G-2)

BACA JUGA: