JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai politk (parpol) tidak memiliki komitmen terhadap perbaikan kualitas pelayanan publik di instansi pemerintah. Para kader parpol pun tak melakukan tekanan di pemerintah dan DPR/DPRD atas isu pelayanan publik.

"Parpol juga tidak menjadikan pelayanan publik sebagai isu kampanye penting dan strategis menjelang pemilu 2014," kata Koordinator Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Fransisca Fitri melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Senin (23/12).

Menurut Fitri para kader parpol di elit pemerintah pusat dan daerah hingga saat ini tidak menjadikan pelayanan publik menjadi isu penting dan mendesak. Mereka juga tidak memberikan tekanan pada kadernya di DPR/DPRD untuk memprioritaskan anggaran pelayanan publik lebih tinggi dibanding sektor lain.

Selain itu juga tidak ada perlawanan yang dilakukan oleh parpol terhadap kebijakan yang berbau privatisasi dan liberalisasi pengelolaan pelayanan publik di tanah air.

Fitri mengungkapkan saat ini 95 persen unit-unit layanan publik di Indonesia masih belum patuh pada Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Meski undang-undang ini telah berumur hampir 5 tahun pelaksanaannya masih minim.

"Bahkan keberadaan undang-undang ini pun tidak banyak dikenal oleh para penyelenggara pelayanan publik, baik kalangan pemerintah maupun swasta," ujarnya.

Frenia T. Nababan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan DPR yang diberi mandat untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik juga tidak amanah. Menurut Frenia juga tidak ada gerakan dari partai politik untuk mengingatkannya.

Misalnya, kata Frenia, sektor pelayanan kesehatan terdapat persoalan ekonomi-politik perdagangan obat-obatan. Dampaknya harga obat melambung tinggi dan menghalangi upaya menjadikannya sebagai obat generik yang murah dan berkualitas.

Perjanjian WTO yang ikut ditandatangani oleh pemerintah Indonesia menurutnya berdampak langsung pada mahalnya harga obat yang harus dibayar oleh rakyat. Padahal teknologi farmasi dan sumber daya manusia Indonesia menurutnya mampu dan layak untuk memproduksi obat generik yang berkualitas.

Praktik tindakan politik yang dilakukan oleh pemerintah Brasil dan India untuk memperoleh hak produksi obat generik yang berkualitas sama dengan obat paten menurutnya dapat menjadi contoh pemerintah Indonesia. "Namun praktik tersebut sama sekali tidak dilirik apalagi diikuti pemerintah Indonesia," ujarnya.

BACA JUGA: