JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Desakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meminta presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai tindakan anomali. Sebab sebelumnya PDIP salah satu partai yang menentang  keinginan pemerintah untuk menaikan harga BBM dengan berbagai alasan. Sehingga desakan PDIP agar pemerintah SBY menaikan harga BBM bersubsidi supaya tidak membebani pemerintah mendatang,  dinilai sebagai sikap yang tidak konsisten.  

Anggota Komisi I DPR dari fraksi Demokrat,  Ramadan Pohan mempertanyakan sikap PDIP yang memiliki posisi oposisi tapi justru meminta kenaikan harga BBM. Menurut dia, presiden SBY akan menaikkan harga BBM, tapi  tanpa tekanan politik dari siapapun. “Kok dia menekan pemerintah menaikkan BBM yang menyengsarakan rakyat,” katanya di gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Rabu (27/8).

Ramadan  mengatakan, PDIP pernah membuat buku putih berisi sejumlah alternatif untuk tidak menaikkan BBM. Menurutnya, pemerintahan mendatang perlu sabar untuk melakukan alternatif cara yang mereka buat sendiri,  saat mereka mengharamkan kenaikan BBM. Ia menilai saat ini kondisi negara sudah cukup baik sehingga tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM.

“Jadi ini masalah citra. SBY tidak pernah memandang citra dalam pengambilan kebijakannya. Jokowi dan PDIP sepertinya senang menaikkan citra dan mengarahkannya kesana. Kalau menurut mereka memang harus naik ya sabar saja. Sebentar lagi akan berkuasa. Jangan paksa-paksa SBY untuk menaikkan BBM,” katanya

Anggota komisi III dari fraksi PKS, Fahri Hamzah meminta semua pihak untuk tidak berpikir cara elit. Ia mengatakan kenaikan harga BBM harus melihat neraca keluarga Indonesia yang terdiri dari pendapatan dan pengeluaran. Menurut dia, akan berbahaya kalau pendapatan tetap sementara pengeluaran bertambah karena efek kenaikan BBM. Menurutnya, kenaikan BBM ini akan menyerang seluruh unsur-unsur pengeluaran dalam neraca keluarga seperti transportasi dan kebutuhan pokok.

"Semua kena. Itemnya ratusan atau puluhan naik semua. Itu menghajar dan membuat susah bernapas, karena itu tidak boleh naikan BBM, kecuali pemerintah mengerti cara bagaimana agar serangan terhadap neraca keluarga ini tidak menyebabkan orang lumpuh, gila, cerai, bunuh diri. Jangan main-main. Inilah pikiran PDIP dulu, sekarang kita ikuti pikiran PDIP. Kan cerdas tuh dulu," katanya di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (27/8).

Ia menegaskan PKS sudah menolak kenaikan BBM karena ia menilai kenaikan itu sebelumnya sudah terlalu sering. Ia menuturkan solusi yang dibutuhkan terhadap kenaikan BBM adalah garansi untuk neraca keluarga. Ia menjelaskan sebelumnya PKS mendukung Jusuf Kalla dalam pemerintahan SBY untuk menaikkan BBM. Dukungan itu menurutnya karena pengeluaran neraca keluarganya diamankan. "Dulu beli minyak sekian, begitu ditambal pakai gas aman," lanjutnya.  

Fahri melanjutkan sekarang pemerintah mendatang harus memikirkan solusi untuk mengamankan pengeluaran neraca keluarga tersebut. Sehingga menurutnya, jangan asal menaikkan harga BBM. Ia menilai orang miskin perlu dipikirkan karena mereka tidak punya pilihan hidup. "Kepentingan kami di PKS neraca rumah tangga, jangan ngomong makro ekonomi, itu omong kosong, kami berpikir rakyat itu bagaimana neraca keluarganya," katanya.

Sebelumnya politisi PDIP, Dolfie O.F. Palit meminta pemerintahan SBY tidak membebani pemerintahan Joko Widodo dengan beban pengalihan tagihan subsidi BBM. menurut dia PDIP saat ini masih mengkaji kesiapan masyarakat terhadap inflasi jika BBM akan dinaikkan.

BACA JUGA: