JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembangunan sebuah negara tentu melibatkan banyak hal, salah satunya adalah kemampuan tenaga kerja. Negara maju tentu memiliki tenaga kerja mumpuni yang menjadi aset bagi negara tersebut. Berbeda dengan negara berkembang seperti Indonesia, sektor tenaga kerja didominasi tenaga kerja kasar bukan tenaga kerja yang berbasis skill.

Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pemberdayaan Tenaga Kerja Frans Go mengatakan dalam pembangunan nasional terdapat dua unsur penting. Selain pengembangan teknologi dan inovasi yaitu unsur Sumber Kekayaan Alam (SKA) ada juga unsur tenaga kerja yang merupakan bagian dari Sumber Daya Manusia (SDM). 

Menurutnya, memiliki sumber kekayaan alam tidak berarti dapat menyejahterakan rakyat jika tidak dikelola oleh tenaga kerja yang kompeten dan berkualitas. "Tenaga kerja mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan itu sendiri," kata Frans kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (1/5).

Ia mengungkapkan sejatinya ada tiga permasalahan mendasar tenaga kerja di dalam negeri. Pertama, soal kesempatan kerja yang terbatas. Selama ini pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang rata-rata sekitar 5% belum mampu menyerap angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja. Tentu saja dampaknya jumlah pengangguran terus bertambah.

Masalah kedua soal rendahnya kualitas angkatan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2013, rendahnya kualitas angkatan kerja terindikasi dari perkiraan komposisi angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan SD ke bawah yang masih mencapai 52 juta orang atau 46,95%.

Ketiga, masih tingginya tingkat pengangguran. Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25% atau meningkat dari Februari 2013 yang tercatat 5,92% dan Agustus 2012 sebesar 6,14%.

"Yang pasti kondisi ini mengharuskan kita untuk mencari suatu pemecahan yang tidak lagi bersifat normatif tetapi ke arah terobosan menjadikan tenaga kerja sebagai aset negara," kata Frans.

Di satu sisi, masalah lain yang terjadi pada sektor ketenagakerjaan antara lain kenaikan upah yang signifikan dalam konteks Upah Minimum Regional (UMR ), isu pekerjaan yang bersifat outsourcing, hingga isu pengangguran.

Selain itu, kondisi yang sama  terjadi juga bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, yang masih banyak menyisakan pekerjaan rumah. Landasan hukum terkait  penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Namun ketika dibaca dan ditelaah secara kritis, UU ini dinilai lebih banyak mengatur prosedural dan tata cara penempatan TKI ke luar negeri. "Hanya sedikit mengatur hak-hak dan jaminan perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya," kata Frans.

Sementara itu, Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan paling krusial yang dihadapi Indonesia pada hari ini dan di masa depan adalah masalah ketenagakerjaan. Jumlah penduduk sejak sepuluh tahun terakhir terus meningkat tanpa terhambat program-program keluarga berencana lagi. Di lain pihak jumlah penyerapan tenaga kerja di dalam negeri tidak berkembang, bahkan cenderung menurun.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada kwartal satu tahun 2013 terdapat realisasi investasi sebesar Rp93 triliun dengan kemampuan menampung tenaga kerja sebesar 361,924 orang.  Pada kwartal satu tahun 2014 ada realisasi investasi sebesar Rp106, 6 triliun tetapi hanya mampu menyediakan lapangan kerja untuk 260,156 orang.

Menurutnya data tersebut menunjukkan bahwa investasi telah bergeser dari padat karya menuju ke padat modal dan padat teknologi. Kalau trend investasi ini berlanjut maka proyeksi yang ingin menciptakan setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan menyerap 400.000 tenaga kerja tidak akan tercapai. Pada tahun 2013 sudah terlihat pertumbuhan setiap 1% hanya mampu menyerap 180,000 atau hanya 45% dari proyeksi ideal yang dibuat pada tahun 2010 atau hanya tiga tahun yang lalu.

"Selama struktur perekonomian Indonesia belum berubah dari pola ekspor komoditas sumber daya alam maka kita akan menghadapi bencana pengangguran yang serius," kata Suryo kepada Gresnews.com, Kamis (1/5).

Maka dari itu, Suryo mengaku memiliki jalan keluar dari bencana tersebut yaitu dengan memperkuat sektor UMKM secara all-out. UMKM selama ini mampu menampung lebih dari 100 juta angakatan kerja dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57%. Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan mutu peran UMKM agar mampu memberikan kehidupan yang layak kepada lebih dari 100 juta tenaga kerja tersebut. Jalan keluar kedua adalah meningkatkan mutu tenaga kerja yang bekerja di luar negeri.

Menurutnya mengirim warga negara Indonesia bekerja ke luar negeri merupakan misi negara yang  mulia. "Yang tidak mulia adalah bahwa negara tidak mampu mengirimkan tenaga kerja untuk menempati lapangan pekerjaan yang bermartabat," katanya.

Paradigma pengiriman TKI yang hanya mementingkan pendapatan devisa dan melarikan diri dari permasalahan pengangguran di dalam negeri harus diubah total. "Perubahan paradigma TKI harus dimulai dengan melakukan pendidikan dan pelatihan secara intensif sebelum TKI dikirim ke luar negeri," kata Suryo.

BACA JUGA: